Pelemahan Rupiah Ganggu Industri Baja

NERACA

 

Jakarta - Pengusaha baja, PT Krakatau Steel Tbk meminta pemerintah bisa segera menstabilkan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, bahan baku baja yang diperoleh kebanyakan dipasok dari impor.

Presiden Direktur PT Krakatau Steel, Irvan Kamil Hakim mengatakan, perubahan nilai tukar rupiah yang terus berfluktuasi sangat mempengaruhi industri baja nasional. \"Permintaan baja sampai akhir tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Untuk itu, pemerintah harus bisa menstabilkan nilai tukar rupiah, sehingga kami membeli bahan baku baja dengan harga yang cukup tinggi,\" kata Irvan di, Jakarta, Senin (19/8).

Menurut dia, pelemahan nilai tukar rupiah membuat pengusaha baja membatasi impor bahan baku baja. Nilai tukar yang tetap yang dinanti pengusaha, meski nilai tukar rupiah berada di level Rp 10.200 per US$.

Dia mengatakan kalaupun nilai tukar rupiah terus fluktuatif, pihaknya harus mencari titik keseimbangan lagi pada saat akan berproduksi.\"Kalau rupiah terus menerus mengalami fluktuatif, turun dan naik, saya harus menyesuaikan lagi, terpaksa semua yang berkenaan dengan produksi baja harus dikoreksi ulang. Kalau rupiah stabil, saya tidak mengkhawatirkan keadaan tersebut,\" tutur dia.

Ketika ditanya harga jual baja, Irvan menjelaskan, harga baja dunia tergantung kondisi ekonomi China. Kalaupun pertumbuhan ekonomi china turun, dampaknya kepada penjualan baja.Jikalau terjadi pertumbuhan ekonomi China mencapai 7,7%-8%, maka pasar baja dunia akan baik.

\"Intinya, kalau pertumbuhan ekonomi China turun, maka berimbas pada harga jual baja dan permintaan baja yang ada di dunia. Kalau pertumbuhan ekonomi china mengalami peningkatan, maka dampaknya sangat positif juga untuk negeri ini,\" tegasnya.

Potensi Peningkatan

Sementara itu, Ketua Umum Gaikindo, Sudirman Maman Rusdi, menyatakan agen pemegang merek (APM) akan menghitung ulang potensi peningkatan biaya produksi tahun ini menyusul kenaikan harga baja lokal sebesar 15% sejak bulan lalu.“Tingginya harga baja lokal akan terasa 2-3 bulan mendatang karena produsen otomotif saat ini masih memiliki stok bahan baku,” kata Sudirman.

Tingginya harga bahan baku seperti baja, menurut Sudirman, berpotensi mendorong kenaikan harga jual produk. Pasalnya, lebih dari 60% komponen otomotif menggunakan baja.“Kami masih mencoba menghitung kenaikan harga baja, termasuk upah pekerja, dan exchange rate (nilai tukar rupiah) terhadap kenaikan biaya produksi dan dampak lainnya. Untuk memproduksi satu unit mobil multi purpose vehicle (MPV) dibutuhkan baja sebanyak 650 juta kilogram, di luar kebutuhan baja untuk komponen seperti pelek, chasis, mesin, dan transmisi,” paparnya.

Dari total kebutuhan baja pada industri otomotif, lanjut Sudirman, 95% memakai baja impor yang dipasok dari beberapa negara seperti Korea, Jepang, dan Taiwan.  “Dari segi kualitas, ketebalan, dan spesifikasi khusus, produsen otomotif lebih mengutamakan bahan baku impor. Baja dari produksi dalam negeri jumlahnya masih sedikit sehingga belum cukup untuk memenuhi kebutuhan,” tandasnya.

Sebelumnya Sudirman juga mengutarakan,Kenaikan harga jual produk baja sebesar 13-15% terpaksa harus dilakukan oleh industri baja nasional akibat bahan baku baja seperti besi bekas (scrap), bijih besi (iron ore pellet) dan baja setengah jadi (slab) naik secara signifikan.

Bahan baku baja yang sebagian besar masih diimpor, sejak awal 2013, mulai merambat naik. Misalnya, harga scrap baja sejak Januari 2013 telah mencapai US$ 430 per ton, naik 13% jika dibanding harga pada Oktober 2012 sebesar US$ 380  per ton.

Harga bijih besi impor, juga naik 30% dari US$ 115 per ton menjadi US$ 150  per ton pada awal tahun. Sementara baja setengah jadi importelah mencapai US$ 540  per ton, naik 1 % dari US$ 470  per ton pada Oktober 2012.

Sampai Mei 2013, kenaikan harga baja diperkirakan berkisar US$ 80 sampai US$ 90 per ton dibandingkan posisi Desember 2012.Kenaikan tersebut seiring peningkatan harga bahan baku baja (scrap) dan meningkatnya permintaan.

Harga bahan baku baja internasional kualitas 1 naik dari US$ 390 per ton pada Desember 2012 menjadi US$ 430. Sementara harga baja menyentuh level sekitar US$ 700 per ton. Dia memperkirakan permintaan baja juga akan tumbuh 6% sampai 9% pada tahun ini. Kenaikan permintaan terdorong sektor infrastruktur, konstruksi dan otomotif.

BERITA TERKAIT

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…

BERITA LAINNYA DI Industri

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…