Menunggu Keberanian Pemerintah


Sedikitnya 10 sumur minyak bumi yang dikelola asing akan habis kontraknya. Karena itu, pemerintahan SBY-Boediono semestinya memanfaatkan momen bagus untuk mengembalikan pengelolaan sumur tersebut ke Pertamina. Pasalnya, BUMN migas itu merupakan wujud perusahaan ”milik” rakyat Indonesia.

Keputusan memanfaatkan peluang bagus ini, sebenarnya bisa untuk menilai bahwa ke depan negara mau dibawa ke mana? Kalau kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 sangatlah jelas bahwa kesejahteraan masyarakat harus jadi prioritas dalam pembangunan, bukan kesejahteraan individu atau kelompok. Karena bumi, air, dan seluruh kekayaan alam di dalamnya harus dikuasai oleh negara, dan pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. 

Kita tentu sudah cukup lelah di masa lalu, dimana hampir semua sumur minyak kita dikuasai perusahaan asing raksasa, seperti Caltex,  ExxonMobil, Shell, Atlantic Richfield  Mobil Oil dan sebagainya.  Lalu pada masa reformasi, lebih meluas lagi karena keran sektor industri hilir migas pun telah dibuka untuk swasta, termasuk pihak asing seperti SPBU asing (Shell, Petronas, Total) turut bersaing dengan pompa bensin Pertamina.


Memang UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Negara, yang merupakan dasar hukum pendirian Pertamina telah diubah dengan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas yang disahkan semasa Presiden Megawati, pada 23 November 2001. Implikasi dari berlakunya UU itu adalah Pertamina tidak lagi berhak memegang kuasa usaha  pertambangan, termasuk mengontrol para kontraktor kontrak production sharing (KPS).

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, status Pertamina kini seperti perusahaan swasta biasa (PT), yang sahamnya dapat dijual dan dimiliki siapa saja. Seandainya pemerintah memutuskan menjualnya (privatisasi) seperti dilakukan terhadap Indosat, hal itu sah-sah saja dan tidak melanggar UU. Padahal, semestinya Pertamina harus diproteksi sebagai BUMN strategis menyangkut hajat hidup orang banyak.

Lihat kasus Blok Cepu, Natuna, dan lainnya yang dikuasai pihak asing, dengan pembagian hasil 85% untuk Indonesia, dan porsi asing 15%. Sepintas pembagian itu menguntungkan Indonesia, tetapi kenyataannya tidak. Apa sebabnya?

Pasalnya, sistem pembagiannya berdasarkan prinsip cost recovery sehingga keuntungan akan diberikan setelah semua biaya pengelolaan dihitung. Ternyata menyimak perhitungan biaya pengelolaan, posisi Indonesia lemah sehingga muncul pos biaya yang terdengar ganjil, tidak sesuai dengan kaidah umum yang berlaku. 

Indonesia yang kaya akan sumber daya alam tapi mayoritas pengelolaan minyak dan tambang lainnya dikuasai pihak asing. Menurut data BP Migas, hanya sekitar 20 perusahaan migas nasional yang saat ini mengelola ladang migas. Tetapi dari sejumlah itu, bisa jadi pihak asing yang menguasai karena sesuai peraturan pihak asing dapat menguasai saham mayoritas. 

Kini terasa sekali liberalisme menjangkiti perekonomian Indonesia sehingga penentuan harga BBM pun mendasarkan pada harga pasar yang mengacu pada New York Mercantile Exchange. Akibatnya penetapan harga minyak harus tanpa subsidi, dan arah ke sana sudah sangat terang-benderang. Harga BBM bersubsidi untuk premium khususnya terus saja digugat karena harga Rp 4.500 per liter dianggap tidak layak, sementara pertamax yang mengikuti harga pasar sudah lebih dari dua kali harganya, dan di atas harga sejenis produk asing yang ada di Indonesia.

Pemerintah harus berani memutuskan pengelolaan beberapa sumur minyak yang berakhir masa kontraknya, seyogianya diberikan kepada Pertamina, sebagai wujud keberpihakan kepada rakyat Indonesia. Semoga!

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…