Siapa Bermain Dibalik Terlempar ANTAM dan GIAA dari LQ45?

Dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Garuda Indonesia dan Aneka Tambang terlempar dari jajaran emiten LQ45. Ini jelas kenyataan pahit. Di saat BUMN milik Malaysia atau Singapura menjadi lokomotif penggerak pasar bursa di negaranya, BUMN papan atas Indonesia malah keok di kandang sendiri. Ironis memang. Kado pahit buat Bursa Efek Indonesia yang memasuki usia 36 tahun.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Usai merayakan lebaran, stakeholder pasar bursa di tanah air mendapat hadiah yang menyakitkan. Yaitu terlemparnya dua emiten raksasa dengan kinerja cemerlang, Garuda Indonesia dan Aneka Tambang dari kelompok emiten elit LQ45.

Dikeluarkannya dua emiten raksasa itu memunculkan pertanyaan. Ada apa dibalik fakta ini? Lantaran, kalau melihat kinerja bisnis Antam dan Garuda Indonesia, keduanya sangat kinclong. Lihat saja faktanya, sepanjang kuartal pertama 2013, PT Antam (Persero) Tbk (ANTM) mencatatkan laba bersih sebesar Rp462 miliar atau meningkat 22% dari laba bersih pada periode yang sama pada 2012 yakni sebesar Rp379 miliar. Kenaikan laba perseroan ini dipicu meningkatnya volume penjualan emas dan bijih nikel. Sementara penjualan bersih Antam meningkat 35,5% menjadi Rp3,34 triliun pada kuartal pertama di 2013 dibandingkan pada kuartal pertama 2012 sebesar Rp2,46 triliun.

Sementara PT Garuda Indonesia (GIAA) membukukan Pendapatan Operasi (Operating Revenue) sebesar US$ 807,2 juta pada kuartal pertama 2013 atau meningkat sebesar 12,5% dibanding periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar US$717,4 juta. Pertumbuhan ini didukung oleh meningkatnya jumlah penumpang yang diangkut sepanjang kuartal pertama 2013, yaitu sebanyak 5,56 juta penumpang. Jumlah tersebut naik sebesar 20,7% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2012, yaitu sebanyak 4,6 juta penumpang. Di sisi lain, Garuda Indonesia juga berhasil meningkatkan angkutan cargo sebesar 24,2%, yaitu menjadi 81,3 ribu ton pada kuartal pertama 2013, dari sebelumnya sebesar 65,4 ribu ton pada kuartal pertama 2012.

Anehnya, BEI justru mempertahankan beberapa emiten yang kinerjanya lebih buruk tetap berada di barisan LQ45.

Sebagai contoh, adalah emiten pertambangan yang punya lahan bisnis sama dengan Antam, yaitu PT Vale Indonesia Tbk  atau INCO. Perusahaan yang bisnisnya di sektor eksplorasi dan penambangan, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran nikel beserta produk mineral, ini mencetak laba yang jumlahnya jauh di bawah ANTAM. Sepanjang kuartal pertama 2013, INCO membukukan laba bersih sebesar US$31,51 Juta atau US$ 0,0032 per saham. Laba bersih kuartal I tahun 2013 menunjukan pertumbuhan kinerja perseroan sebesar 722,72% bila dibandingkan dengan laba bersih pada kuartal I tahun 2012 sebesar US$3,83 juta atau US$0,0004 persaham. Hal ini disebabkan oleh menurunnya Pendapatan Pokok perseroan dari US$196,96 juta pada kuartal I tahun 2012 menjadi US$258,41 juta pada kuartal I tahun 2013. Sementara, beban Pokok perseroan mengalami kenaikan dari US$171,61 juta menjadi US$200,06 juta.

Malah, ada emiten yang kinerjanya parah tetap masuk dalam kelompok LQ45. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) misalnya. Laba bersih ITMG turun sampai 49,97% menjadi US$123,43 juta pada semester pertama 2013 dari periode sama tahun sebelumnya US$246,74 juta. Laba turun akibat penjualan bersih turun sekitar 9,52% menjadi US$1,08 miliar pada semester pertama 2013 dari periode sama tahun sebelumnya US$1,20 miliar. Laba kotor perseroan turun menjadi US$240,06 juta pada semester pertama 2013 dari periode sama tahun sebelumnya US$406,19 juta.

Tak pelak, keluarnya saham ANTM dan GIAA yang keluar dari Indeks LQ45 sangat disayangkan pelaku pasar. Pasalnya, kedua saham tersebut tercatat sebagai saham BUMN yang berkapitalisasi pasar besar. Apalagi, kedua emiten tersebut tercatat gencar berekspansi.

Menurut analis Trust Securities Reza Priyambada, dalam memilih suatu saham, biasanya investor akan melihat sektor apa yang sedang bagus dan cukup menarik. Kemudian, mereka akan melihat emiten apa saja yang ada di sektor tersebut. “Jika ada BUMN biasanya dipilih menjadi highlight dan pilihan pertama investor,” terang Reza.

Bagi pengamat bursa, Agus S Irfani, kondisi ini sangat ironis. “Dari pantauan saya, saham BUMN banyak yang ngantri,” katanya.

Kalau kinerja dua emiten lebih bagus, baik kinerja harga saham maupun kiprahnya, dibanding beberapa emiten yang masih dalam kelompok LQ45, tak kalau lantas muncul pertanyaan. Apakah ada permainan yang dilakukan dalam menentukan kelompok LQ45? Kalau ini, hanya Tuhan dan pelakunya saja yang tahu.

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…