Darmin: Itu Keputusan Sulit - Kenaikan BI Rate

NERACA

Jakarta - Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, menilai kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 6,5% merupakan keputusan yang sulit mengingat saat ini persoalan ekonomi Indonesia memang semakin kompleks.

“Begini. Saya tidak bisa berkomentar banyak soal BI Rate. Kalau saya bilang setuju nanti dikira begini, dan kalau tidak setuju dikira begitu. Namun hal ini bisa dilihat dari kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu,\" aku Darmin di Jakarta, Kamis (8/8) pekan lalu.

Dia juga menjelaskan, langkah pemerintah untuk menaikan harga BBM tersebut belum cukup untuk mengatasi masalah-masalah perekonomian Indonesia. “Untuk mengatasi paling tiga macam yaitu inflasi, nilai tukar rupiah dan (kenaikan) harga BBM. Kalau salah satu saja bisa teratasi maka akan terlihat dampak positif,” terangnya.

Namun Darmin memprediksi bahwa Indonesia masih akan mengalami tekanan. Pasalnya, naiknya harga BBM pertengahan Juni lalu dinilai Darmin kebijakan yang telat. “Ini kebijakan telat. Harusnya saat ekonomi kita sedang bagus. Sekitar tahun 2011 dan 2012,” tukas dia.

Di tempat terpisah, Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih, menuturkan jika BI Rate tidak akan naik. Tetapi, kata dia, opsi menaikkan BI Rate tetap ada dengan mengacu dua hal. Pertama, kalau nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp10.400 yang menyebabkan inflasi terkerek lebih tinggi. Kedua, keputusan Bank Sentral AS (The Fed) terkait quantitative easing (QE).

“Tapi keputusan The Fed ini sekitar tanggal 8 atau 9 September. Saya tetap yakin BI Rate tidak naik, setidaknya sampai keputusan The Fed resmi keluar,” terang Lana, kemarin. Sebelumnya, hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan memutuskan menaikan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin (bps) menjadi 6,5% dari sebelumnya 6%.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo dengan ini telah menaikkan BI Rate dua kali dalam dua bulan pertama masa jabatannya. Selain BI Rate, BI juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,75% dan untuk suku bunga Lending Facility tetap di level 6,75%.

Kenaikan ini dilakukan Agus Marto sebagai instrumen sebagai upaya untuk mengendalikan inflasi agar sesuai jalurnya. Terutama laju inflasi akibat belum diputuskannya kenaikan harga BBM. Agus Marto juga memperketat pemberlakuan kebijakan batas minimal uang muka untuk kredit di sektor properti. 

Selain itu, BI juga akan memperkuat langkah koordinasi dengan pemerintah untuk fokus memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan agar momentum pertumbuhan ekonomi tetap dapat terjaga dan bergerak kearah yang lebih sehat. Dia mengatakan kenaikan ini memang terkait dengan inflasi yang diperkirakan 7,2%-7,8% BI mengupayakan koordinasi yang baik dengan pemerintah dan regulator lain. [sylke]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…