Ribuan Hektar Sawah Diborong Investor Asing - Asing Borong Lahan Sawah, Kedaulatan Pangan Mustahil

NERACA

Jakarta – Kementerian Pertanian telah melanggar Undang-Undang jika membiarkan investor asal China dan Malaysia memborong lahan sawah. Pasalnya dalam UU Agraria dan UU Pemberdayaan dan Perlindungan Petani telah dijelaskan bahwa suatu lahan produktif tidak boleh dibeli selain dari daerah tersebut. Saat ini, ribuan hektar sawah telah dikuasai investor asing. Malaysia juga telah menyiapkan dana sebesar Rp 20 triliun untuk membeli sawah-sawah di pedesaan. Jika keadaan ini dibiarkan, maka kedaulatan pangan republik ini bakal kian jauh.

“Kalau yang membeli orang asing, itu sudah menyalahi aturan UU. Jadi jangan sampai Pemerintah menggadaikan negara hanya untuk kepentingan mengejar investasi dan mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Kalau pertumbuhan ekonomi tinggi lantaran investasi banyak yang masuk akan tetapi masyarakat dan petani tidak menikmatinya maka itu adalah hal yang semu,\" kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Subagyo kepada Neraca, Minggu.

Atas akuisi lahan pertanian tersebut, Firman menilai maka yang akan dipertaruhkan adalah ketahanan pangan. Sekarang ini, imbuh dia, industri tambang dalam negeri dikuasai pihak asing, jika masalah ketahanan pangan juga dikuasai oleh pihak asing, maka menurutnya secara ekonomis Indonesia dijajah lagi oleh pihak asing. “Ini bahaya, mau dikemanakan petani-petani kita,” tegas Firman.

Dia menyebut, yang perlu dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah melakukan evaluasi dan regulasi terhadap aturan-aturan, sehingga pihak swasta nasional diberi kesempatan untuk mensukseskan program ketahanan pangan. “Bukan pihak asing yang diberi kesempatan,” tandasnya.

Firman menuturkan, jika pihak asing diberi kesempatan, maka yang dicari oleh mereka itu adalah bukan aspek sosial tetapi lebih kepada aspek bisnis. Firman yakin pihak swasta nasional dan seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk melaksanakan program ketahanan nasional. Karena itu dirinya meminta kepada pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada para swasta nasional sebesar-besarnya untuk mengelola ketahanan pangan. “Lebih berat mana merebut kemerdekaan dari pada mengelola sektor ketahanan pangan, ukurannya itu,” beber Firman.

Saat dihubungi terpisah, Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih menyatakan, pemerintah harus berhati-hati jika benar terjadi pembelian sawah di daerah Jawa Barat oleh pihak asing, terutama China dan Malaysia. Pasalnya, hal ini tentu akan mengganggu kedaulatan pangan Indonesia.

“Keterlaluan jika sampai dibeli oleh asing karena harga yang ditawarkan tinggi, seharusnya tidak bisa dibeli karena sawah tersebut dimiliki rakyat kecil. Tidak boleh dan tidak bisa dilepas begitu saja,” tandas Bungaran.

Dia menambahkan, sangat tidak bijaksana jika investor asing membeli lahan sawah tersebut untuk kemudian hasilnya dijual ke luar negeri. Apabila ada kemungkinan pihak asing membeli lahan, menurut dia seharusnya dialihkan ke kawasan Papua atau Kalimantan.

Bungaran mengungkap, sawah di Jawa Barat paling produktif karena petani kecilnya, yaitu petani dari rakyat kecil yang tidak akan mampu China saingi. Pasalnya, tenaga yang dikeluarkan tidak dihitung untuk biaya produksi sehingga padi ataupun beras yang dihasilkan lebih murah.

“Jadi tidak mungkin China dapat menyaingi harga beras yang dihasilkan oleh petani kecil tersebut. Kalaupun jika China benar membeli sawah tersebut, pastinya berasnya akan mahal karena harga produksinya termasuk dengan harga tenaga kerja akan dihitung,” jelas dia.

Kendati demikian, Bungaran menyebut, jika investor asing ingin sawah, dilemparkan saja ke kawasan Papua atau Kalimantan yang dulu disiapkan untuk food estate. “Jangan yang sudah produktif malah dialihkan ke tangan asing,” ujar dia.

Sementara itu, Winarno Tohir, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Nasional (KTNA), mengatakan, adanya investasi asing ke Indonesia untuk pembelian lahan suatu hal yang biasa dan sah-sah saja selama memang produksi yang dihasilkan dari lahan itu memang diperuntukan untuk konsumsi dalam negeri. Bukan sebaliknya, menanam disini, tapi hasilnya dibawa ke negara asal investor tersebut. Itu yang tidak bisa dibiarkan. “Selama investasinya untuk kepentingan dalam negeri kita welcome saja,” kata Winarno saat dihubungi Neraca.

Namun lanjut Winarno, ada sisi positif dan negative adanya investasi itu. “Kalau kita melihat dari sisi positifnya, kita bisa banyak belajar dari investor tersebut tentang pengembangan dan metode pertanian. Terutama yang berteknologi murah. Dengan begitu petani lokal bisa belajar dan meniru teknologi asing.

Tapi negatifnya, jika investor itu hanya memanfaatkan lahan Indonesia saja, tanpa memikirkan kepentingan sekitar, dan dengan tempo yang cukup lama menguasai lahan di Indonesia, itu tidak bisa dibiarkan. “Selama hitungannya menguntungkan pihak Indonesia sah-sah saja, tapi kalau lebih banyak merugikan tentu itu sangat memberatkan,” tandasnya.

Karena kita tahu, ungkap Winarno, tanah di Jawa sangat produktif. Kalau memang investor ingin mengembangkan tanah-tanah yang potensial sebenarnya banyak di wilayah lain di nusantara ini. Apalagi jika investor itu punya teknologi tinggi, bisa saja mengembangkan di luar Jawa, seperti Papua. Lantaran di sana banyak tanah-tanah yang potensial, jika bisa memanfaatkannya kenapa tidak memilih daerah luar Jawa saja. “Kenapa investor membeli di Jawa, sedangkan kalau memang dia punya teknologi canggih, kembangin saja tanah luar Jawa,” jelasnya.

Dia menambahkan, Pemerintah harus bisa memutuskan dan harus punya alasan yang mendasar bila menyetujui investasi ini.

Terkait dengan bendungan Jatigede, Winarno menuturkan, proyek bendungan itu memang terbengkalai sejak zaman Soeharto. Proyek waduk Jatigede dibangun dengan investasi Rp 4 triliun dari APBN dan pinjaman Bank Exim China sebesar 90%. “Manfaat bendungan itu memang besar, buat mengairi sekitar daerah mulai Indramayu, Subang sampai dengan Cirebon,” katanya.

Tapi, lanjut Winarno kalau keterkaitan dengan adanya keinginan China untuk membeli  tanah di sekitar Jawa Barat sebesar Rp 20 trilliun dengan memberikan investasi sebesar 90% terhadap bendungan  bisa Jatigede bisa jadi ada indikasi ke arah sana. “Kalau sawah ingin produktif, pengairannya memang harus bagus. Bisa jadi China siapin bendungannya, lalu beli lahannya,” paparnya.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…