Produsen Asing Hanya Ingin Raup Keuntungan - Kopi Instan Impor Kualitas Rendah Mulai Banjiri Pasar Lokal

NERACA

 

Jakarta - Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) menilai besarnya pasar kopi nasional membuat kopi instan impor dengan kualitas rendah banyak beredar. Mereka menilai produsen asing hanya mengeksploitasi pasar Indonesia karena merupakan pasar yang besar dengan kualitas yang minim.

“Selama ini, produsen kopi asing tidak memikirkan kualitas dan kepentingan konsumen. Produsen kopi asing hanya mengeksploitasi pasar Indonesia yang permintaannya sangat besar,” kata Dewan Penasihat GAEKI, Moenardji Soedargo, di Jakarta, Kamis (25/7).

Selama 10 tahun terakhir, menurut Moenardji, konsumsi kopi nasional tumbuh 10% per tahun. Padahal, pertumbuhan konsumsi dunia hanya 2,5% dan hal ini membuat produk impor masuk untuk memanfaatkan peluang.

“Kopi impor kualitasnya masih kurang bagus dan membuat citra terhadap kopi instan lokal yang bagus menjadi menurun. Pemerintah diharapkan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) kopi instan,” paparnya.

Sedangkan Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Benny Wachyudi, menambahkan pihaknya siap mengusulkan pemberlakuan SNI wajib untuk kopi instan. Usulan tersebut akan disampaikan kepada Badan Standarisasi Nasional (BSN).

“SNI Wajib sangat diperlukan untuk melindungi kopi lokal dari produk impor bermutu rendah. Unsur atau parameter kopi instan yang akan diatur adalah total glukosa dan total xylosa, abu (ash), dan kafein,” tuturnya.

Menekan Impor

Produsen kopi instan dalam negeri mendesak pemerintah untuk segera melakukan revisi Standar Nasional Indonesia (SNI) kopi instan dan menerapkannya secara wajib untuk menekan impor. Pasalnya, selama ini meski nilai ekspor kopi instan Indonesia meningkat, dan impor menurun, tapi produsen khawatir tak mampu bersaing dari sisi harga.  Tak hanya itu, impor kopi instan yang sebagian besar berasal dari negara tetangga di Asia Tenggara, dinilai memiliki kualitas rendah.

SNI kopi instan yang diberlakukan sejak 1992 belum diberlakukan wajib dan penerapannya kurang ketat. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian ekspor kopi olahan pada 2011 mencapai lebih dari US$268,6 juta dan pada tahun lalu meningkat 17,49% menjadi US$315,6 juta.

Nilai ekpor tersebut didonimasi oleh kopi instan, ekstrak, esens, dan konsentrat kopi. Beberapa tujuan ekspor yakni Mesir, Afrika Selatan, Taiwan, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Untuk impor, pada 2011 nilainya mencapai lebih dari US$78 juta dan menurun 19,01% pada 2012 menjadi US$63,2 juta.

Ketua Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) Hutama Sugandhi menyebutkan beberapa negara pengimpor ke Indonesia yakni Malaysia dan Thailand. Saat ini berdasarkan data GAEKI terdapat lima produsen kopi instan dalam negeri. “Kalau untuk ekspor, kualitas produk dari kelima produen sudah tidak ada masalah, sudah di atas standar semua,” ujar Hutama.

Adapun, kata Hutama, pada penerapan SNI kopi instan sebelumnya, hanya dilakukan pemberian contoh produk dan dianalisis.Hal ini mempunyai celah untuk kecurangan penggantian produk saat dianalisis. Namun, melalui penerapan SNI wajib, semua produk impor harus masuk karantina terlebih dahulu untuk mencegah kecurangan. Ada tiga kriteria analisis produk pada SNI wajib kopi instan yang akan lebih ketat diterapkan yakni fisik, kimia, dan mikrobiologi (bakteri).

Lahan Terbatas

Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan,memaparkan Indonesia sebenarnya bisa menjadi produsen kopi terbesar dunia karena lahannya luas. Namun luasnya lahan ini ternyata tidak diimbangi dengan produktivitas yang tinggi.“Lahan harus dibuka lebih banyak, teknologi harus diterapkan dan disiplin di seluruh pemangku kepentingan agar kita bisa meningkatkan produktivitas,” kata Gita.

Terkait revitalisasi perkebunan, Gita Wirjawan mengaku akan segera berbicara dengan seluruh pemangku kepentingan. Menurutnya saat ini yang utama adalah semangat terlebih dulu untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar kopi di dunia.

Meski menduduki produsen terbesar ketiga, namun ironisnya Indonesia masih harus mengimpor kopi untuk kebutuhan domestiknya. Tahun ini saja Indonesia masih mengimpor kopi 70 ribu ton atau naik 300% dibandingkan impor tahun lalu. Kopi tersebut sebagian besar diimpor dari Brasil dan Vietnam sebagai produsen kopi pertama dan kedua dunia.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…