Waspada Efek Berantai Kenaikan Harga Gas Hulu

NERACA

 

Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) berencana akan menaikkan harga gas hulu sebesar 40% dari semula US$5,8 per juta Btu (British thermal unit) menjadi US$8 per juta Btu. Namun begitu, berbagai efek pun ditimbulkan dari rencana tersebut, mulai dari meningkatkan subsidi listrik, subsidi pupuk dan penolakan keras dari pengusaha-pengusaha.

Seperti yang terjadi pada subsidi pupuk. Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Arifin Tasrif menyatakan jika benar terjadi kenaikan dari gas hulu maka Pemerintah akan menanggung beban subsidi pupuk hingga mencapai Rp3,5 triliun. \"Kalau naiknya 40%, maka akan membebani subsidi pupuk dalam APBN sebesar Rp3,5 triliun,\" ujarnya di Jakarta, Selasa (23/7).  

Tidak hanya, kenaikan harga gas juga dapat mematikan industri pupuk di Tanah Air. Dia mencontohkan, Pupuk Iskandar Muda (PIM) hanya bisa menggarap satu dari enam pabriknya, Pupuk Kaltim Bontang hanya menyisakan empat dari delapan pabrik. \"Kita harga gas US$ 6 per mmbtu, malah PIM US$ 10,9 nggak bisa jualan,\" katanya.

Tidak hanya subsidi pupuk yang terkena imbasnya, tetapi juga terjadi pada subsidi listrik. Kepala Divisi Gas dan Bahan Bakar Minyak (BBM) PLN Suryadi Mardjoek menyatakan kenaikan harga gas akan berdampak pada membengkaknya subsidi listrik Rp 8 triliun. Hal itu terjadi karena kenaikan harga gas sangat berpengaruh pada sub sektor ketenagalistrikan. \"Rencana kenaikan harga gas well head (kepala sumur gas) dari US$ 5,8 per mmbtu menjadi US$ 8 mmbtu berpotensi menaikkan kebutuhan subsidi listrik sebesar Rp 8 triliun per tahun,\" ucap Suryadi

Suryadi merinci, estimasi harga gas rata-rata tanpa LNG dari FSRU Nusantara Regas (NR) saat ini adalah US$ 6,54 per mmbtu. Dengan harga sebesar itu, maka belanja gas PLN sebesar Rp 21,16 triliun/tahun. \"Jika harga gas well head naik menjadi US$ 8 per mmbtu, maka harga gas rata-rata tanpa LNG akan menjadi US$ 9,08 per mmbtu sehingga biaya pembelian gas pipa naik menjadi Rp 29,39 triliun atau membutuhkan tambahan biaya Rp 8,23 triliun,\" ungkapnya.

Ditambahkan Suryadi, estimasi harga gas rata-rata termasuk LNG dari FSRU NR saat ini adalah US$ 8,53 per mmbtu. Dengan harga gas sebesar itu, maka biaya pembelian gas PLN sebesar Rp 32,42 triliun per tahun. \"Jika harga gas well head menjadi US$ 8 per mmbtu, maka harga gas rata-rata termasuk LNG menjadi US$ 10,58 per mmbtu maka biaya pembelian gas pipa naik menjadi Rp 40,28 triliun atau membutuhkan tambahan biaya Rp 7,86 triliun,\" rincinya.

Pengusaha Menolak

Penolakan juga diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto. Ia mengatakan bahwa pihaknya menolak kenaikan harga gas hulu dalam negeri. Pasalnya Suryo melihat ekspor gas Liquified Natural Gas (LNG) diberi nilai murah untuk ekspor, namun di dalam negeri mahal.

Selama ini ekspor gas yang dilakukan oleh perusahaan hulu di dalam negeri masih terbilang murah. Suryo pun mempertanyakan alasan pemerintah melalui SKK Migas ingin menaikkan harga hulu gas sampai 40 persen. \"Padahal secara umum harga gas global hingga kini juga mengalami kenaikan cukup signifikan akibat tren ekonomi global,\" ujar Suryo.

Untuk itu, Suryo menyebutkan, bahwa ekspor LNG yang cukup murah dengan kondisi harga gas tinggi perlu dikoreksi oleh pihak pemerintah. Meski bakal merangsang Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk terus melakukan eksplorasi, potensi penaikan perlu melihat skala prioritas pemerintah untuk melakukan koreksi ekspor harga LNG yang kini masih cukup murah. \"Pemerintah perlu koreksi hal itu. Masa kami pakai harga keekonomian tapi ekspor LNG saja murah,\" ungkap Suryo.

Meskipun banyak yang menolak, akan tetapi dukungan dengan naiknya harga gas juga datang dari Perusahaan Gas Negara (PGN). PT PGN dipastikan akan mendukung rencana Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang ingin menaikkan rata-rata harga gas domestik. Namun, kenaikan harga gas tersebut harus memperhatikan daya beli konsumen dalam negeri.

Menurut VP Corporate Communication PGN, Rida Ababil, kenaikan harga harus dilakukan setelah adanya pembahasan dengan pihak-pihak yang terkait. Pasalnya, tambah Rida, gas adalah merupakan salah satu aset strategis yang dimanfaatkan industri untuk melakukan penghematan. Selain itu penggunaan gas akan mampu meningkatkan daya saing dengan industri negara tetangga.

\"Kami dukung program pemerintah. Kenaikan harga gas tentunya memperhatikan banyak faktor. Industri perlu diperhatikan kondisinya seperti apa. Apakah memungkinkan bagi industri menerima gas dengan harga standar internasional,\" katanya.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…