\"Agus Marto Memahami Keadaan Pasar\"

NERACA

Jakarta - Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menegaskan perseroan telah menaikkan suku bunga perbankan sejak dua bulan lalu, sebagai dampak dari kenailan suku bunga acuan (BI Rate) jilid pertama sebesar 6%. \"Jadi, (kami) sudah sejalan dengan kebijakan bank sentral yang menaikkan suku bunga acuan. Karena itu, sekarang kami tidak akan menaikkan suku bunga,” ungkap dia di Jakarta, pekan lalu.

Lebih lanjut Jahja menilai bila Gubernur BI Agus DW Martowardojo lebih market friendly lantaran lebih memahami keadaan pasar sehingga menaikkan suku bunga acuan. Benar saja, Agus Marto mengatakan kalau kenaikan BI Rate untuk mengatasi dampak pertumbuhan ekonomi global dan menjaga depresiasi mata uang rupiah serta kemungkinan naiknya inflasi.

\"Jadi memang untuk menjaga mata uang rupiah dan melihat kondisi eksternal, maka kami menaikkan BI Rate untuk berjaga-jaga terhadap dampak inflasi yang bisa naik lebihi ekspektasi kami,\" kata Agus Marto.

Terkait suku bunga kredit untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Jahja mengatakan BCA akan menaikkan dikisaran 0,5% pada Agustus 2013 mendatang. Akibat terlalu besarnya pertumbuhan pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) Bank Indonesia (BI) mengusulkan untuk melakukan penyempurnaan Loan to Value (LTV) bagi ratio KPR dan KPA.

“Ini karena pertumbuhan tipe 70 ke atas menyebabkan masyarakat kecil tidak mampu membeli secara KPR,” ucap Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengawasan Bank, Halim Alamsyah. Aturan LTV yang lalu sudah BI keluarkan pada Juni tahun lalu. Berdasarkan data akhir Mei 2013, nilai total akhir KPR termasuk KPA mencapai kisaran Rp263 triliun.

Dalam peraturannya, nanti, untuk rumah pertama, pengambil KPR diwajibkan membayar down payment (DP) sebesar 30% Sedangkan untuk rumah kedua, akan membayar DP sebesar 40%. Kemudian untuk rumah ketiga, DP yang diwajibkan adalah 50%. Hal ini dilakukan BI lantaran banyak debitur yang mengambil  KPR dan KPA yang lebih dari dua unit.

Halim menjelaskan porsi kredit yang paling besar adalah KPR dengan tipe 22 sampai 70 dengan total nilai Rp109,6 triliun, yang kedua adalah tipe 70 ke atas dengan total nilai Rp98,3 triliun. Sedangkan untuk tipe lain seperti KPR tipe 21 Rp213 triliun. \"Pertumbuhan KPR tipe 70 ke atas itu jauh lebih tinggi dibandingkan KPR tipe 70 ke bawah,\" ujar Halim. Lebih lanjut, dia mengatakan, KPR tipe 70 ke bawah pada April 2013 mencapai 18% dan Mei 2013 naik menjadi 18,7%. [sylke]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…