Hilirisasi Industri Tambang - Empat Perusahaan Dihimbau Bangun Smelter Lewat Konsorsium

NERACA

 

Jakarta - Setidaknya ada empat perusahaan tambang yang masih menolak membangun fasilitas pengolahan hasil tambang atau yang dikenal smelter. Keempat perusahaan tersebut antara lain PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Vale Indonesia dan PT Weda Bay. Untuk menjalankan amanah UU No.4/2009 maka Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghimbau agar keempat perusahaan tersebut bisa membuat konsorsium untuk membangun smelter.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite menyatakan bahwa amanah UU No.4/2009 tentang Mineral dan Batu bara yang mana disebutkan bahwa setiap perusahaan tambang di Indonesia wajib membangun smelter selambatnya 2014. \"Selalu dikatakan tidak ekonomis tapi undang-undang mengatakan wajib. Sekarang, sejauh mana mereka mau kerja sama membangun smelter paling lambat 2014,\" ujar Thamrin, di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Diakui Thamrin, pihaknya memahami beban yang akan ditanggung keempatnya jika membangun smelter. Untuk itu, dia menyarankan agar mereka membentuk konsorsium untuk membangun smelter. \"kalau dia ada niat membuat konsorsium komitmen bikin smelter, misalnya dalam waktu 3 tahun, mungkin pemerintah akan membuat kebijakan lain yang mendukung itu,\" katanya.

Lebih lanjut dikatakan Thamrin, saat ini kapasitas pengolahan smelter di Indonesia baru mencapai 30%. Sedangkan 70% mineral mentah masih diekspor langsung ke negara lain tanpa diolah terlebih dulu di dalam negeri. \"Sekarang baru 30% yang diolah di dalam negeri, pertanyaannya bagaimana dengan yang 70%?,\" ujar dia.

Thamrin menuturkan sebagai langkah mengurangi produksi mineral mentah yang diekspor tersebut, pemerintah menetapkan kewajiban pembangunan smelter untuk perusahaan mineral paling lambat 2014.

Namun jika hal tersebut tidak terlaksana sesuai rencana, pemerintah akan menahan pengerukan mineral menyesuaikan dengan kapasitas smelter di dalam negeri. \"Alternatifnya bahwa kalau dia tidak ada rencana pengolahan dan pemurnian, yang 70% tidak usah diproduksi, biarkan saja terkandung dalam perut bumi,\" tegas dia.

Pemerintah Optimis

Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa justru merasa optimis bahwa sebagian besar perusahaan tambang telah berminat membangun smelter. \"Ya masih belum tidak banyak tapi semua rata-rata menerima aturan tersebut. Semua ingin bangun smelter,\" ungkapnya.

Hatta menegaskan, perusahaan pertambangan tidak menolak pembangunan smelter yang ditargetkan pada Januari 2014. \"Bangun smelter mau, royalti naik mau, hilirisasi mau, lokal konten mau, pengurangan lahan mau. Apalagi? semua mau,\" kata dia.

Sayangnya, Hatta pesimistis target pembangunan smelter tersebut bakal tercapai di 2014, mengingat pengerjaan konstruksi membutuhkan waktu yang cukup lama. \"Mereka (perusahaan) berminat bangun smelter, tapi kemungkinan tidak akan selesai atau tak terkejar di tahun depan,\" jelas dia.

Dalam rapat koordinasi hari ini, Hatta bilang, sebagian besar perusahaan pertambangan akan mengikuti segala ketentuan yang tertuang dalam payung hukum tersebut, salah satunya soal smelter. \"Sebagian sudah ada yang menerima, tapi masih banyak yang belum setuju 100% smelter,\" tukasnya.

Saat ini, pemerintah tengah menggodok atau merelaksasi insentif atau treatment bagi investor yang berkomitmen membangun smelter. \"Pekan depan akan dibahas lagi menuntaskan hasil rapat yang lalu-lalu. Tapi sejauh ini sudah banyak kemajuan,\" paparnya.

Sebelumnya Menteri Perindustrian MS Hidayat memastikan sekitar 5 atau 6 perusahaan sudah mulai bergerak membangun smelter di Indonesia, diantaranya adalah Harita Group dan China South. \"China South sudah mulai membangun secara fisik smelter nikel di Sulawesi Tenggara, dan Harita Grup untuk pengolahan bauksit di Kalimantan yang akan ground breaking 17 Juli ini. Hampir semua (perusahaan) dari China,\" kata dia.

Hidayat menambahkan, total nilai proyek tersebut bisa mencapai sekitar US$ 5 miliar. Pasalnya untuk membangun smelter membutuhkan investasi minimal US$ 1 miliar. \"Mereka (perusahaan) juga harus membangun power plant, sehingga kami akan mempertimbangkan pemberian insentif tax allowance. Intinya walaupun di luar banyak yang menentang (mendirikan smelter) tapi ada juga yang sudah bekerja,\" tegasnya

Untung Besar

Sementara itu, Pengamat energi Simon Sembiring meminta pengusaha untuk tidak hanya mengeluh terhadap aturan keharusan pembangunan smelter. Pasalnya, selama ini pengusaha sudah mendapat untung dari hasil bumi Indonesia.

Ia mengatakan idealnya pengusaha dapat mematuhi aturan pembangunan smelter ini. Sebab, fungsi smelter yang memberi nilai tambah pada hasil bumi Tanah Air, menguntungkan semua pihak.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…