Program Konversi BBM ke BBG - Anggaran Pembangunan SPBG Ditambah

NERACA

 

Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut bakal melakukan kerja sama dengan pemerintah terkait aktualisasi penerapan konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG). Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Bobby Rizaldi mengatakan, di tahun mendatang DPR dan Kementerian Lembaga (K/L) berencana menganggarkan dana untuk membangun infrastruktur Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan jaringan pipa gas.

\"Di APBN kita akan tambah SPBG dan jaringan gas. Seharusnya anggaran bukan di K/L tapi memang swasta jarang mau terlibat karena proyeknya tidak ekonomis,\" ujar Bobby di Jakarta, Rabu (10/7).

Bobby juga mengatakan, untuk memulai program konversi BBM ke BBG diperlukan kesungguhan dari pemerintah. Pasalnya, proyek konversi BBM ke BBG saat ini dinilai memakan biaya cukup besar. Namun dia percaya program ini akan membawa kemanfaatan kedepannya bagi masyarakat Indonesia. \"Jadi ini memang proyek rugi, ini full Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk converter,\" katanya.

Prioritas Nasional

Sementara itu, pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) segera disusul dengan pencanangan program konversi ke Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai prioritas nasional. Pemerintah yakin hal tersebut menjadi solusi atas ketergantungan yang tinggi terhadap minyak bumi.

“Ketergantungan terhadap minyak sangat membahayakan karena selain ketersediaanya terbatas dan semakin sulit dicari harganya terus meningkat. Pemanfaatan minyak bumi juga memberatkan anggaran negara karena besarnya subsidi yang diberikan,” tutur Wakil Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siwoutomo.

Upaya koversi BBM ke BBG dimulai Kementerian ESDM dengan menyasar kalangan nelayan. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa nelayan merupakan kelompok yang paling rentan terkena imbas kenaikan harga BBM.

Menurut Susilo, penggunaan BBG dalam bentuk liquid gas for vehicles (LGV) tak hanya menguntungkan pemerintah karena mengurangi beban subsidi, tetapi juga menguntungkan para nelayan. Biaya operasional yang dikeluarkan para nelayan bisa turun drastis karena harga LGV lebih murah dibandingkan BBM dalam bentuk solar yang sebelumnya digunakan.

“Biasanya nelayan sehari menghabiskan 10 sampai 20 liter solar dengan pengeluaran mencapai Rp55 ribu sampai Rp110 ribu. Bandingkan dengan LGV, dia  hanya membutuhkan sekitar 4 sampai 8 kg gas, cukup Rp17 ribu  sampai Rp34 ribu dia keluarkan uang,” jelas Susilo.

Selain biaya operasional yang menurun, penggunaan LGV diharapkan juga bisa membuat nelayan lebih lama melaut. Hal ini karena ketersediaan LGV dalam kemasan tabung sebagaimana digunakan rumah tangga, membuat nelayan tak akan kehabisan bahan bakar di tengah laut.

Pemerintah telah menyiapkan konverter kit kepada nelayan miskin di seluruh Indonesia untuk dibagikan secara gratis. Tahun ini ditargetkan nelayan yang mendapat konverter gratis adalah nelayan di wilayah Tanjung Jabung Barat, Jambi dan Pacitan, Jawa Timur.

\"Di Tanjung Jabung Barat, konverter yang dibagikan kalau 300 dari kami, 200 dari Petro China, sisanya 900an lagi. Saya minta SKK Migas tolong usahakan untuk membagi 300 konveter kit, sisanya yang 600 konverter kit akan dicarikan oleh pemda setempat,\" ujar Wamen ESDM.

Kebijakan Konversi

Ketua Asosiasi Pengusaha CNG Herry Putranto mengatakan, ia bersama pengusaha gas lainnya menyambut baik kebijakan pemerintah melakukan konversi ke BBG. Menurutnya, selain memfokuskan pada kalangan nelayan miskin pemerintah juga harus mulai merancang persiapan menjadikan gas sebagai bahan bakar kendaraan darat.

“Jika gas dijadikan energi utama bahan bakar, tentu menimbulkan efisiensi bagi masyarakat. Harga gas kan tidak sampai setengah harga premium. Selain itu pemerintah juga tidak banyak terbebani. Subsidi untuk gas sangat kecil, tak lebih dari Rp700 per LSP (liter setara premium—red.) dibandingkan subsidi BBM yang mencapai Rp2500 per liter,” tegas Herry.

Selain itu, Herry mengingatkan bahwa penggunaan gas untuk moda transportasi darat bisa menyehatkan lingkungan. Menurutnya gas buang dari gas bisa menekan tingkat polusi di kota-kota di Indonesia.

Namun Herry mengatakan pengusaha akan lebih antusias menyukseskan konversi BBM ke BBG jika pemerintah menaikan harga gas. “Kita berharap pemerintah dapat membuat regulasi harga yang menguntungkan. Saat ini harga jual BBG adalah Rp3100 per LSP. Kita minta, paling tidak Rp3600 lah per LSP,” pungkas Herry.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…