Pengenaan Pajak Terhadap UKM - Dekopin Usulkan Pemberian Insentif Pajak Bagi Koperasi

NERACA

Jakarta - Majelis Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) mengusulkan upaya pemberian insentif pajak bagi koperasi terkait diterapkannya pajak UKM melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2013 yang efektif berlaku mulai 1 Juli 2013. Dekopin menilai pemberlakuan pajak UKM ini dapat mengarahkan pelakunya menjadi pengusaha formal secara bertahap dengan ketertiban administrasi atau pembukuan yang baik sekaligus menjadi wajib pajak patuh.

\"Kami berpendapat perlu dilakukan pengkajian untuk memberikan keringanan pajak bagi koperasi mengingat karakteristik koperasi. Ini harus dilihat sebagai ajang pembelajaran yang secara bertahap mendorong para pengusaha kecil dan menengah menjadi pengusaha formal yang melakukan pembukuan dengan baik,\" kata Ketua Majelis Pakar Dekopin, Teguh Boediyana di Jakarta, Senin (8/7).

Dia mengatakan, pemberian keringanan atau insentif bagi koperasi terkait penerbitan aturan pajak UKM tersebut akan menjadi salah satu upaya yang bisa mendorong pemberdayaan koperasi di Tanah Air. Apalagi, menurut Teguh, penerapan aturan tentang pajak kepada koperasi akan lebih mudah karena koperasi memiliki manajemen dan pengelolaan yang umumnya lebih baik ketimbang pelaku usaha kecil.

Meski begitu, lanjut dia, pemerintah harus tetap memperhitungkan asas keadilan dalam mengenakan pajak tersebut karena dalam penerapannya kebijakan itu akan menemui banyak kendala. \"Saya kira akan sedikit sulit dalam implementasinya karena umumnya pengusaha UKM, sebagian besar tidak memiliki administrasi dan pembukuan yang baik dan standard,\" ungkapnya.

Kalau pun dilakukan, kata Teguh, kemungkinan hanya mengandalkan kepercayaan para pengusaha dalam menyampaikan laporan. \"Kecuali ada ketentuan bahwa semua usaha menengah yang masuk kategori untuk membayar satu persen pajak dari omzet dilengkapi dengan cash register,\" jelas dia.

Dekopin selalu memantau, dan dari pengalaman selama ini, di mana setelah berjalan puluhan tahun ketentuan pajak daerah 10% untuk makanan dan minuman nyatanya juga tidak berjalan optimal. Dia mencontohkan di berbagai tempat penjualan dalam struk/bon pembelian disebutkan pajak 10%, tetapi pembeli tidak pernah mendapatkan kepastian apakah benar uang yang dibebankan kepada pembeli itu dibayarkan ke kas negara.

“Mungkin yang terjadi adalah membayar dengan jumlah tertentu dan kesepakatan dengan petugas pajak daerah,\" katanya. Teguh menekankan pentingnya evaluasi dalam implementasi pengenaan pajak satu persen dari omzet bagi UKM itu. Di sisi lain, Teguh menambahkan, pemerintah juga harus meminimalkan berbagai pungutan liar atau berbagai hal yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

\"Kalau koperasi karena memang memiliki legal status yang jelas dan dikelola dengan baik, lebih memudahkan dalam melakukan berbagai ketentuan pajak, tapi pemberian insentif tetap harus diwacanakan bagi mereka sebagai bentuk keberpihakan,\" ucapnya. Terkait pemberlakuan pajak UKM, pihaknya mengusulkan agar dilakukan dahulu uji coba sehingga nantinya pemerintah dapat menilai sejauh mana kesulitaan dan implikasinya kepada para wajib pajak.

Di sisi lain seandainya di lapangan ternyata banyak merugikan pelaku UKM, maka Pemerintah perlu meninjau kembali peraturan yang mengatur pajak tersebut. \"Yang perlu dicacat pula bahwa pajak harus digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran bangsa,\" tukas Teguh.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menandatangani Peraturan Presiden yang mengatur pajak penghasilan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Dalam Perpres itu, UKM akan terkena pajak sebesar satu persen dari total omzet penjualan.

Pemberlakuan pajak UKM diharapkan pemerintah bisa memaksimalkan penerimaan pajak, yang saat ini belum optimal. Selain juga, UKM-UKM tersebut diharapkan bisa belajar membayar pajak meski usahanya baru merangkak.

UKM yang dikenakan pajak ini hanya pengusaha yang memiliki lokasi usaha tetap, tidak memiliki pembukuan keuangan dan bentuk usahanya kecil, tetapi omzetnya hingga Rp4,8 miliar. Hingga saat ini, penerimaan pajak UKM hanya tiga persen dari total penerimaan pajak selama 2012.

\"Pemerintah mempunyai niat yang baik. Apapun harus disadari bahwa membayar pajak apapun jenisnya adalah wajib sesuai dengan ketentuan undang-undang. Khusus untuk ketentuan ini, kalau melihat besaran omzet yang kena pajak, jelas mengarah kepada usaha menengah,\" tandas Teguh Boediyana, menutup pembicaraan. [rin]

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…