Strategi Perang Tarif Mulai Ditinggalkan - Industri Penerbangan Fokus Raup Keuntungan

NERACA

 

Jakarta - Pelaku industri penerbangan dunia diprediksi mengubah strategi bisnis mereka untuk mempertahankan usahanya dan meraup untung. Jika sebelumnya para pelaku industri penerbangan global berupaya memperluas kapasitas dan jaringan bisnis mereka serta terlibat dalam `perang` tarif demi meraih pangsa pasar, kini mereka akan lebih fokus bagaimana meraup untung dengan menjalin kerjasama dalam bentuk codeshare, akuisisi, merger dan lainnya.

Hasil analisa terbaru Frost & Sullivan bertajuk Merger and Acquisition Trends in the Global Airline Industry, menunjukkan dalam 5 tahun terakhir, sebanyak 446 kerja sama bernilai sekitar US$ 54,19 miliar telah dibukukan 4 sub-sektor utama industri penerbangan global.

Ini termasuk penerbangan komersial, layanan pesawat pribadi atau bisnis, jasa transportasi helikopter, serta layanan pesawat pencari dan penyelamat (SAR). Sementara itu, sektor penerbangan komersil merupakan sektor yang paling aktif, baik dari segi volume (48,4%) maupun total nilai kerja sama (87,3%).

“Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri penerbangan kini lebih memfokuskan perhatian mereka untuk meningkatkan keuntungan, terutama di pasar-pasar yang telah mereka kuasai daripada terlibat dalam persaingan harga dan perebutan pangsa pasar,” ujar Bharath M, Financial Analyst, Frost & Sullivan dalam keterangan resmi yang diterima Neraca, Selasa (2/7).

Kondisi itu, menurut dia, terjadi karena saat ini industri cenderung diidentikkan dengan penurunan permintaan penumpang dan melambungnya harga bahan bakar. Industri penerbangan merupakan industri yang bersifat sementara atau siklikal dan kinerjanya terkait erat dengan Produk Domestik Bruto.

Mengacu pada kondisi ini, aktivitas merger dan akuisisi diprediksi dapat menciptakan momentum, seiring dengan meningkatnya fokus para pelaku industri pada upaya pemangkasan biaya dan pengurangan kelebihan kapasitas untuk menambah keuntungan.

“Merger, joint venture, dan kerja sama strategis lainnya pada akhirnya akan menjadi langkah yang harus diambil para pelaku industri penerbangan yang tengah memfokuskan bisnis mereka pada upaya untuk mengatasi kenaikan harga bahan bakar, terjadinya resesi dan penurunan tingkat keterisian penumpang dengan cara memangkas anggaran dan mengurangi kelebihan kapasitas,” jelas dia.

Ketika seluruh kegiatan merger dan akuisisi megalami tekanan pada tahun 2011 dan 2012, pemulihan pasar global yang dipimpin oleh perusahaan-perusahaan di kawasan Eropa dengan cadangan kas yang tinggi diperkirakan dapat memperbaharui aktivitas merger dan akuisi.

Di sisi lain, sementara Eropa menjadi kawasan paling aktif dalam hal volume kerja sama, Amerika Utara justru menjadi kawasan paling aktif dalam hal nilai kerja sama. “Sebelumnya, Amerika Utara telah berhasil mencapai sejumlah nilai transaksi merger dan akusisi yang tinggi serta menjadi kawasan industri penerbangan tersibuk di dunia,” kata Bharath.

Dia menambahkan, mengingat tingkat konsolidasi yang telah terjadi, cakupan merger dan akuisisi di kawasan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan Eropa dan Asia Pasifik. Walaupun demikian, kesempatan menjalin kerja sama lintas negara tetap ada.

Tingginya aktivitas merger dan akuisisi di Eropa diproyeksikan akan berlanjut sampai 5 tahun ke depan, dengan faktor-faktor pendorong utama mencakup pemangkasan kelebihan kapasitas dan peningkatan load factor. Kerja sama lintas negara, seperti yang telah dilakukan Etihad dan AirBerlin, diprediksi akan mendominasi kegiatan bisnis industri penerbangan.

Frost & Sullivan memprediksi kemitraan dan perjanjian codeshare antara perusahaan-perusahaan penerbangan di Asia Pasifik, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika dengan perusahaan penerbangan di negara-negara Eropa dan Amerika Utara akan mengalami peningkatan.

Dia menuturkan, total nilai transaksi Eropa dan Amerika Utara dari tahun 2007 sampai 11 Desember 2012 secara konsisten mencapai lebih dari 50%. Namun, jika nilai kerja sama yang mencapai lebih dari US$1 miliar tidak diperhitungkan, dominasi Eropa dan Amerika Utara sebenarnya telah menurun sejak tahun 2008 dan sebaliknya, kawasan Asia Pasifik dan Amerika Latin telah berhasil meraih momentum dalam aktivitas merger dan akuisisi dalam hal nilai kerja sama.

\"Keterlibatan negara-negara ekonomi berkembang tersebut diperkirakan meningkat dalam 12 hingga 18 bulan ke depan. Sementara itu, industri penerbangan di Afrika masih berada dalam tahap awal akibat dibatasinya kegiatan merger dan akuisisi di kawasan itu,\" tandas dia.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…