Otomotif dan Garmen Paling "Kesetrum" Kenaikan Tarif Listrik

NERACA

 

Jakarta - Pemerintah kembali menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) mulai Senin (1/7). Kenaikan itu merupakan penyesuaian yang ketiga pada tahun ini. Tarif listrik baru tersebut diatur Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan PT PLN (Persero).

Berdasarkan regulasi yang ada, pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif listrik pada tahun ini sebanyak empat kali dengan jadwal sebagai berikut,Tahap pertama,1 Januari 2013-31 Maret 2013.Tahap kedua,1 April 2013-30 Juni 2013,Tahap ketiga 1 Juli 2013-30 September 2013 dan Tahap terakhir  1 Oktober 2013.

Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah mengatakan, sektor IKM yang paling terkena dampak atas kenaikkan TTL ini ialah IKM sektor otomotif serta IKM tekstil dan garmen. Pasalnya, dari sekian banyak, kedua sektor itulah yang paling banyak mengkonsumsi listrik dalam skala besar.

\"Yang paling merasakan adalah industri otomotif dan garmen, karena listrik merupakan input faktor dari industri mereka. Kalau IKM yang lain, listrik hanya untuk penerangan saja,\" kata Euis saat dihubungi Neraca, Senin (1/7).

Dengan naikknya TTL tersebut, Euis mengatakan, otomatis kedua sektor tersebut akan menyesuaikan produksinya. Pasalnya, kata Euis, kenaikkan TTL tersebut berpengaruh hingga 15% terhadap ongkos produksi.

\"Bisa bertambah 10-15% untuk cost produksi mereka. Tapi mereka pintar untuk mengadakan penyesuaian bagaimana supaya fleksibel. Apakah produksinya dikurangi, apakah bahannya. Produk mana yang paling boros listrik itu mereka kurangi dulu. Nah itu mereka sangat cepat untuk melakukan itu,\" papar Euis.

Menurut Euis, tak ada bentuk protes dari para pelaku industri tersebut, karena sebelumnya, mereka telah bersiap-siap untuk melakukan antisipasi kenaikkan ini. Dikatakan Euis, saat ini dari 9 juta lebih IKM, terdapat 100 ribu IKM yang bergerak di sektor otomotif, namun hanya 4.000 sektor usaha yang berskala besar dan mengkonsumsi listrik lebih besar. \"Kalau garmen ada banyak jutaan. Tapi yang besar hanya sampai 200.ribuan,\" tutur Euis.

Acam PHK

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ernovian G. Ismy, mengatakan industri tekstil serta garmen terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menaikkan harga jual setelah pemerintah menaikkan tarif dasar listrik rata-rata 15%. \"Kenaikan TDL memberatkan, apalagi terjadi di saat kami masih berjibaku dengan kenaikan upah buruh,\" kata Ernovian. Dia belum bisa memastikan besaran kenaikan harga jual setelah kenaikan upah buruh dan tarif TDL ini.

Sebelumnya, pemerintah memastikan akan menaikkan tarif listrik mulai 1 Januari 2013. Kenaikan dilakukan secara bertahap setiap 3 bulan dengan besaran kenaikan total 15%. Pada tiga bulan pertama, kenaikan tarif mencapai 4,3%.

Ernovian mengatakan, pemutusan hubungan kerja tidak mungkin dapat dihindari karena beban pelaku industri tekstil dan garmen yang merupakan industri padat karya sudah terlalu berat. Menurut dia, krisis ekonomi di Eropa yang tak kunjung pulih, kenaikan upah buruh, serta kenaikan TDL membuat pelaku industri tekstil tidak punya pilihan lain selain melakukan PHK untuk bertahan. \"Kalau efisiensi sudah kami lakukan, jadi tidak mungkin lagi melakukan efisiensi,\" katanya.

Pengurangan produksi, kata Ernovian, juga tidak akan menjadi solusi atas kenaikan TDL karena pengurangan produksi hanya akan membuat tenaga kerja idle, sementara perusahaan harus tetap membayar upah pekerja.

Ernovian mengatakan, kebijakan pemerintah yang menaikan TDL dan upah buruh ini akan membuat industri tekstil mencatatkan pertumbuhan yang datar pada tahun depan. Ia memproyeksi industri tekstil akan tumbuh 5 % atau sama seperti tahun ini.

Jika pemerintah tidak melakukan langkah preventif, bukan tidak mungkin industri tekstil akan mengalami kontraksi. \"Bisa saja turun 5 % kalau kondisinya terus begini,\" katanya. Ernovian memprediksi kondisi ini akan terus terjadi sampai 2014.

Kenaikan TDL berbeda untuk setiap pelanggan. Pelanggan rumah tangga dengan daya 450-900 volt ampere tidak mengalami kenaikan, tapi pelanggan rumah tangga, bisnis, dan pemerintah dengan daya 6.600 VA atau lebih harus membayar harga keekonomian. Harga keekonomian yaitu biaya pokok produksi Rp 1.261 per kWh ditambah margin 7%.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…