Kemiskinan vs Moratorium TKI

Kebijakan pemerintah melaksanakan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi terhitung mulai 1 Agustus 2011, tampaknya seperti kebijakan yang bersifat reaktif yang “panas” sesaat, setelah itu adem-ayem lagi. Pasalnya, seringkali tragedi kemanusian menimpa “pahlawan devisa” kita, pemerintah baru berkeinginan menghentikan pengiriman TKI ke Saudi.

Lantas bagaimana menyikapi keputusan moratorium tersebut? Coba kita lihat nilai aliran devisa negara dari TKI itu sangat menggiurkan. Angkanya cukup fantastis. Pada 2008 mereka meraih Rp 130 triliun masuk ke kas negara. Kemudian tahun lalu, Bank Dunia memperkirakan buruh migran membawa remitansi sedikitnya US$7,1 miliar, naik dari 2009 sebesar US$6,7 miliar. Bahkan, Kemenakertrans mengklaim bahwa 30 juta jiwa telah lepas dari garis kemiskinan sebagai pengaruh positif perekonomian keluarga TKI.

Namun tak bisa dipungkiri, angka pengangguran kita memang mengkhawatirkan. Pada 2010 sekitar 7,6% atau 9,26 juta jiwa mengangggur, 30% - 40% pengangguran kaum muda, 10% pengangguran sarjana. Pada 2011, angka kemiskinan 13,33% menurun dibandingkan dengan 2010 sebesar 14,15%, dan pengangguran juga diklaim menurun menjadi 7,5 juta jiwa (6,5%).  Tapi apakah kita tega menjual kemiskinan dan harga diri bangsa, dengan mengeksploitasi dan mengorbankan warga miskin untuk mengeruk rupiah di negeri orang tanpa perlindungan memadai?

Kita memang menghadapi kompleksitas masalah kemiskinan dan pengangguran. Namun tidak bijaksana jika memosisikan program pengiriman TKI sebagai prioritas penanggulangannya. Pemerintah harus sungguh-sungguh membangun ekonomi kerakyatan. Program penanggulangan kemiskinan sejatinya menyentuh esensinya, memberikan lompatan bagi masyarakat untuk keluar dari kemiskinan menjadi kelompok menengah, bukan sekadar menyiasati agar masyarakat tidak semakin miskin.

Bagaimanapun, pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah bertujuan untuk pemberdayaan.

Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya.

Kebijakan menciptakan lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan primer hendaknya hanya sementara, yang dijalankan secara bertanggung jawab, baik oleh pemerintah maupun DPR. Ada baiknya pemerintah melatih warga negara menjadi buruh migran berkualitas dan bermartabat. Hanya di pundak para penguasa dan elite politik ada tanggung jawab, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak warga negaranya.

BERITA TERKAIT

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…