Redam Gejolak Harga - Kemendag Bakal Percepat Impor Cabai 10.000 Ton

NERACA

 

Jakarta - Dalam beberapa hari terakhir, harga cabai melonjak naik pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan menjelang datangnya Ramadhan. Bahkan kenaikannya bisa mencapai 100% dari Rp20.000 menjadi Rp40.000 per kilogram. Sementara, pemerintah mengambil cara instan demi meredam gejolak harga yaitu dengan impor cabai sebesar 10.000 ton.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi di Jakarta, Kamis (27/6). \"Saat ini stok cabai sedang terganggu karena tidak ada panen pada tahun ini. Untuk mengatasi itu, tidak menutup kemungkinan importasi akan kami percepat. Dalam rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) ada impor sebesar 10.000 ton cabe pada semester kedua,\" ungkap Bachrul.

Nantinya diharapkan dengan dibukanya impor cabai di semester ke II, pasokan kebutuhan cabai terpenuhi. Impor dilakukan untuk meminimalisir gejolak harga di semester II. \"Karena kita tidak ada masa panen jadi ada impor untuk kebutuhan akhir tahun hingga awal tahun,\" katanya.

Tetapi ia menegaskan di semester pertama ini tidak akan ada importasi cabai. Walaupun saat ini harga cabai sudah menembus Rp 40.000/kg, Bachrul mengklaim harga dipengaruhi karena ekspektasi pasar.

\"Tetapi memang menurut informasi untuk cabai itu panen tidak seperti yang kita harapkan karena faktor cuaca. Sehingga menimbulkan gejolak harga tentu kalau menurut informasi dari asosiasi cabai. Survey cukup jadi ini masalah ekspektasi saja. Walaupun ada anomali cuaca, jangka pendek cukup untuk cabai. Semester pertama tidak impor seperti tahun sebelumnya stok cukup,\" jelasnya.

Namun jika harga cabai terus melonjak karena pasokan yang minim, pihaknya terbuka untuk mempercepat proses impor cabai. \"Pangan sudah dibahas harus ada evaluasi jadi awal Juli ini kita akan evaluasi dengan kementerian terkait apakah ada kekurangan pasokan panen yang dapat mempengaruhi. Apakah ini untuk tambah atau tidak. Tetapi yang penting kepentingan petani dan keseimbangan cabai sehingga terbentuk inflasi,\" tegasnya.

Sebelumnya, sinyal kenaikan harga telah diungkapkan Dewan Hortikultura Nasional, Benny Kusbini. Ia mengingatkan pemerintah agar memantau pasokan cabai. Akibat anomali cuaca, terjadi gagal panen cabai di sejumlah daerah. Produksi cabai nasional diperkirakan menurun sampai dengan 40%. \"Ada penurun akibat gagal panen dan kerusakan kebun,\" ujarnya.

Dalam pemantauan ke sejumlah daerah, gagal panen terjadi antara lain di kebun kentang dan cabai. Harga cabai pun terus naik sejak seminggu khawatir. Saat ini harga cabai bahkan mencapai Rp 30 ribu per kilogram (kg).

Pemerintah diminta mengambil langkah antisipasi untuk menghadapi kemungkinan gejolak harga. Caranya bis adengan menunjuk perusahaan pelat merah untuk melakukan importasi apabila dibutuhkan. \"Bukan dengan penunjukan swasta, nanti bisa menimbulkan keributa. Jangan juga Bulog, karena urusan mereka sudah banyak,\" ujarnya.

Untuk menghemat biaya dan mempercepat waktu tiba, cabai bisa diangkut menggunakan Hercules. Satu kapal Hercules dikatakan bisa memuat sampai 30 ton hingga 40 ton cabai sekali angkut. Namun Dewan belum memutuskan waktu yang tepat untuk mulai melakukan impor cabai.

Bahan Pengawet

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia Dadi Sudiana menilai bahwa impor cabai impor dari China dan Vietnam butuh waktu lama untuk sampai di pelabuhan Indonesia. Kenyataan ini membuat pihaknya mencurigai kualitas cabai impor. Dadi mengatakan, cabai impor asal China dan Vietnam biasanya didatangkan dengan kapal laut. Pengangkutan dengan pesawat terbang sangat tak ekonomis. \"Impor cabai dari Vietnam pakai kapal laut butuh seminggu hingga 10 hari, seminggu paling cepat. Ada juga dari China bisa dua minggu,\" kata Dadi.

Dadi menuturkan, kenyataannya kondisi cabai pada suhu normal akan busuk dalam hitungan hari, apalagi terkena udara lembab atau basah. Karena itu Dadi mempertanyakan rencana impor cabai dari negara-negara yang jarak tempuhnya jauh. \"Mungkin diberi pengawet, ya mengerikan. Jadi janganlah ada impor,\" serunya.

Karenanya, Dadi menolak rencana Menteri Perdagangan Gita Wirjawan akan membuka kran impor cabai untuk meredam harga di dalam negeri. Mereka beralasan, kondisi tersebut justru hanya menguntungkan importir.

Dadi mengakui, saat ini produksi cabai mengalami penurunan karena cuaca ekstrem yang terjadi awal Juni lalu. Meski demikian, Dadi optimistis produksi cabai kembali normal, setelah beberapa hari terakhir mulai ada tanda-tanda masuk musim kemarau. \"Janganlah sampai ada impor, kalau impor itu yang menikmati hanya importir kecuali yang impor itu Koptan (Koperasi Petani),\" kata Dadi.

BERITA TERKAIT

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…