The World of Liar

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Seperti bisul yang pecah, perdebatan seputar kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pun akhirnya menemui titik akhir. Pemerintah pun mengumumkan kenaikan harga bensin premium dan solar. Masalah yang dihadapi Pemerintah untuk sementara terhenti, meski bukan berarti selesai.

Seperti syair lagu Helloween, Forever and One, “How could you hide your lies?”, pemerintah memang akhirnya tak menyembunyikan lagi berbagai kebohongannya. Begitu kampanye soal kenaikan harga BBM dimulai, berbagai borok pun terkuak ke permukaan.

Beberapa fakta yang muncul ke publik antara lain soal anggaran untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang berasal dari institusi asing. Padahal, pemerintah mengaku, kenaikan harga BBM untuk menghemat anggaran dalam pos belanja APBN. Logikanya, kalau APBN dihemat, maka dana BLSM berasal dari penghematan tersebut. Namun, kenyataan berbicara lain. Dana BLSM adalah dana program kesejahteraan masyarakat dari sebuah institusi asing. Oleh pemerintah dana ini diakui dan dibelokkan seolah-olah dana milik pemerintah dan untuk program pemerintah. Ini hanya salah satu kebohongan pemerintah.

Kebohongan yang lain adalah soal harga keekonomian. Pemerintah mengeluh soal biaya produksi minyak yang diatas harga jual. Minyak yang diimpor dan masih harus diolah di kilang, menghabiskan anggaran sekitar Rp 121 triliun.

Namun, Kwik Kian Gie memiliki hitungan yang memperlihatkan pemerintah justru dapat untung. Ini asumsinya. Produksi minyak mentah Indonesia taruhlah 1 juta barrel per hari (bph), dan 70%nya merupakan HAK rakyat Indonesia. Konsumsi BBM Indonesia sekitar 60 juta kiloliter per tahun.

Produksi dalam liter per tahun : 70 % x (1.000.000 x 159 ) x 365 = 40.624.500.000. Sementara konsumsi dalam liter per tahun 60.000.000.000. Kekurangan yang harus diimpor dalam liter per tahun 19.375.500.000. Sedangkan Rupiah yang harus dikeluarkan untuk impor ini adalah (19.375.500.000 : 159) x 100 x 10.000= Rp 121.900.000.000.000. Kelebihan uang dalam rupiah dari produksi dalam negeri adalah 40.624.500.000 x Rp. 3.870= 157.216.815.000.000.

Des, walau harus impor dengan harga US$ 100 per barrel, Pemerintah masih tetap dapat uang sebesar Rp 35.316.815.000.000. Perhitungan kelebihan penerimaan uang untuk setiap liter bensin premium yang dijual adalah, harga Bensin Premium per liter Rp 4.500. Sementara biaya lifting, pengilangan dan transportasi sebesar US$ 10 per barrel atau per liter : (10 x 10.000) : 159 = Rp. 630 (dibulatkan) 630. Artinya ada kelebihan uang dari tiap liternya Rp 3.870.

Dari dua fakta ini saja, tampak jelas Pemerintah lebih suka membohongi rakyat daripada ingin menyejahterakan rakyatnya. Ini menyadarkan banyak kalangan bahwa rakyat dibodoh-bodohi lewat sebuah kebohongan yang sistematik dan massal dari pejabat pemerintah. So, buat rakyat Indonesia, welcome to the world of liar. Dunia penuh kemunafikan.

BERITA TERKAIT

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

BERITA LAINNYA DI

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…