Banyak Kendala Menghadang Indonesia - Jelang AEC 2015

NERACA

Jakarta – Menjelang Asean Economic Community (AEC) 2015, sektor industri dituntut untuk siap bersaing dengan cakupan pesaing yang lebih luas, yaitu Asia Tenggara. Persaingan bebas bukan hanya dari produk yang akan dihasilkan, tetapi juga tenaga kerja. Pemerintah dianggap belum banyak ikut campur dalam meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM). Sektor industri seakan-akan bekerja sendiri meningkatkan kemampuan tenaga kerjanya.

Paling tidak hal tersebut disampaikan oleh Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). “Pemerintah sama sekali tidak ikut campur dalam meningkatkan kemampuan SDM di sektor logistik. Padahal di negara lain didukung penuh. Di Singapura, 90% training dibiayai pemerintah. Kita ini sekarang setengah siap dalam free flow of labor,” kata Wakil Ketua Bidang SDM ALFI Siti Ariyanti Adisoediro di Jakarta, Selasa (25/6).

Dia menambahkan, terdapat sebuah polemik bagi pengusaha untuk membiayai training tenaga kerjanya. Di satu sisi, ingin men-training tenaga kerjanya agar produktivitasnya meningkat, meskipun dengan biaya sendiri. Tapi di sisi lain, biaya tersebut akan hilang sia-sia ketika perusahaan kompetitor membajak karyawan yang sudah di-training tersebut. “Daripada men-training pegawai, biayanya mahal. Lebih baik bajak yang sudah di-training dari perusahaan lain, dengan diiming-imingi gaji tinggi. Mungkin begitu pikirannya,” kata Siti.

Data Badan Perencanaan dan Pengembangan Nasional (Bappenas) mencerminkan fakta bahwa SDM Indonesia betul-betul memprihatinkan. Sebanyak 42% tenaga kerja di Indonesia berpendidikan rendah, yaitu lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tenaga kerja lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 30%. Sedangkan tenaga kerja lulusan Diploma ke atas hanya 12%.

Sejak tahun 1980, sektor pertanian sebagai sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dipenuhi tenaga kerja berketerampilan rendah. Sebanyak 99,3% tenaga kerja di sektor pertanian berketerampilan rendah. Hanya 0,3% yang berketerampilan sedang. Sedangkan yang berketerampilan tinggi hanya 0,06%.

Komposisi tersebut tidak banyak berubah sampai tahun 2012. Di sektor pertanian, tenaga kerja berketerampilan rendah masih mendominasi, yaitu 99,3%. Sedangkan yang berketerampilan sedang dan tinggi berturut-turut 0,6% dan 0,1%.

Kendala Menahun

Pengusaha menilai, pertumbuhan industri Indonesia menghadapi kendala dalam bidang yang itu-itu saja. “Selama ini ekonomi Indonesia masih saja menghadapi kendala infrastruktur, ketersediaan energi, daya saing industri, penyediaan lahan, dan birokrasi. Tak terkecuali dalam hal ketenagakerjaan yang menghadapi masalah rendahnya produktivitas tenaga kerja. Sumber Daya Manusia yang kompeten harus disiapkan, karena masih banyak industri padat karya yang kekurangan tenaga kerja kompeten sehingga berpengaruh pada produktivitasnya, apalagi pada industri yang menggunakan teknologi tinggi,” kata Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto.

Menurut Suryo, tingkat produktivitas merupakan faktor penting dalam pertumbuhan perekonomian. Produktivitas dapat menjadi daya tarik investasi dan memperluas lapangan pekerjaan. Produktivitas juga tergantung pada penguasaan teknologi yang memerlukan kompetensi SDM yang lebih tinggi.

Kadin mencatat, menurut prediksi berbagai lembaga penelitian, tenaga kerja di ASEAN akan mencapai sekitar 320 juta pada tahun 2015. Dengan jumlah penduduk ASEAN dipredikasi mencapai lebih dari 600 juta pada tahun 2015, maka dari sisi supply ASEAN akan mampu mencukupi kebutuhan tenaga kerja. Diperkirakan peningkatan jumlah tenaga kerja akan terjadi di negara-negara yang ekonominya masih lemah antara lain Filipina dan Kamboja. Thailand, Singapura, Malaysia dan Brunei bahkan diperkirakan akan mengalami kekurangan tenaga kerja setelah tahun 2015.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Tenaga Kerja Benny Soetrisno mengatakan, pelaksanaan sertifikasi kompetensi dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 juga perlu diperhatikan. Pasalnya, salah satu elemen penting dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN nanti adalah adanya arus bebas tenaga kerja terampil/profesional. “Selain mengatasi tantangan yang timbul, kita juga harus mampu memanfaatkan peluang dengan meningkatkan daya saing tenaga kerja kita,” kata dia. [iqbal]

BERITA TERKAIT

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…