Pemerintah Didorong Ubah Kebijakan Moneter

NERACA

Jakarta  - Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia Anwar Nasution menilai pemerintah perlu mengubah kebijakan moneter untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam meningkatkan daya saing baik di pasar domestik maupun dunia.

Pada diskusi panel yang digelar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta, Senin (24/6), Anwar mengatakan kebijakan moneter yang perlu dirubah tersebut yakni terkait kebijakan kurs devisa serta tingkat suku bunga.

\"Berbeda dengan RRC (Republik Rakyat China) ataupun pada era Orde Baru, BI (Bank Indonesia) sering membiarkan kurs rupiah menguat karena \'boom\' komoditas primer dan besarnya pemasukan modal jangka pendek untuk membeli SUN dan SBI,\" ujar Anwar.

Menurut dia, reformasi pada bank-bank negara serta BPD (Bank Pembangunan Daerah) perlu dilakukan untuk menurunkan \'interest rate spread\" atau selisih suku bunga di Indonesia yang saat ini masih cukup tinggi. \"Saat ini, sekitar sepertiga dari SUN, SBI dan saham yang diperjualbelikan di bursa dalam negeri dikuasai oleh pemodal asing,\" katanya.

Dengan demikian, modal asing jangka pendek merupakan sumber likuiditas penting di pasar uang dan modal Indonesia yang masih dangkal tersebut. Berbeda dengan di Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia dan di berbagai negara Eropa, Indonesia tidak punya Bank Tabungan Pos yang berfungsi sebagai narrow bank, memobilisir tabungan masyarakat untuk menyerap SUN serta surat utang yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga negara serta perusahaan negara.

Selain itu, kebijakan BI yang membuat kurs rupiah menguat telah membuat harga komoditi impor menjadi lebih murah yang pada gilirannya akan memudahkan upaya pengendalian inflasi yang merupakan tugas pokok bank sentral.

\"Namun di lain pihak, penguatan kurs rupiah mengurangi daya saing komoditi produksi dalam negeri baik di pasar dalam negeri maupun di pasar dunia. Daya saing produsen nasional semakin melemah karena mahalnya tingkat suku bunga,\" ujar Anwar.

Menurut aturan Pemerintah Tahun 1967, uang sektor negara (termasuk BUMN) hanya boleh disimpan di bank-bank negara. Sementara itu, uang pemda dan BUMD hanya boleh disimpan di BPD. \"Untuk menurunkan interest rate differential yang tinggi tersebut persaingan bank perlu ditingkatkan dengan mencabut hal istimewa kelompok bank-bank milik negara tersebut.

Korporatisasi BUMN, utamanya bank-bank milik negara, perlu dilakukan agar mereka mampu bersaing dengan bank-bank negara milik negara tetangga seperti Maybank dan CIMB milik Malaysia dan Development Bank of Singapore milik negara Singapura,\" pungkasnya. [ardi]

BERITA TERKAIT

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…