Cuaca di Eropa dan Amerika Buruk - Industri Sawit Indonesia Menangguk Untung

NERACA

 

Jakarta - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan sejak Mei lalu ekspor produk minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) maupun produk turunannya meningkat ke pelbagai negara. Salah satu penyebabnya adalah cuaca buruk beberapa negara pesaing yang juga memproduksi minyak nabati.

Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan mengatakan volume ekspor CPO dan turunannya bulan lalu menembus 1,82 juta ton atau meningkat 21,55% dibandingkan volume ekspor April yang sebesar 1,49 juta ton. \"Ekspor CPO dan turunannya tercatat meningkat hampir di semua negara tujuan ekspor pada Mei,\" ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima Neraca, Rabu (19/6).

Permintaan CPO dari India tercatat 590,52 ribu ton atau meningkat 8,17 % dibandingkan bulan lalu sebesar 545,95 ribu ton. Sementara dari China, muncul permintaan 187,72 ribu ton, meningkat 14,14 % dibanding bulan sebelumnya.

Peningkatan ekspor paling signifikan ke Amerika Serikat dan Bangladesh. Permintaan bahan baku minyak goreng dan sabun itu di Negeri Paman Sam naik 266 % dibanding April 35,5 ribu ton bulan lalu.

Fadhil yakin, tren positif bulan lalu akan terus berlanjut bulan ini maupun Juli mendatang. Alasannya, komoditas pesaing CPO, seperti misalnya minyak kedelai dan minyak bunga matahari yang diproduksi negara-negara Benua Amerika maupun Eropa sedang menurun karena cuaca buruk.

\"Meningkatnya angka impor Amerika dipicu oleh kelangkaan kedelai sebagai sumber minyak nabati utama dan biofuel negara Paman Sam tersebut. Kekeringan yang melanda Brazil dan Paraguay selaku negara penghasil kedelai juga mengakibatkan penurunan produksi,\" kata Fadhil.

GAPKI memperkirakan harga CPO hingga akhir bulan ini masih akan bergerak di kisaran US$ 840-870 per metrik ton. Sementara harga patokan ekspor sekitar US$ 764 dengan asusmsi Bea Keluar ditetapkan pemerintah masih 9 %.

Selain itu, sumber optimisme Fadhil adalah permintaan CPO dari negara-negara muslim, misalnya Pakistan yang sejak lama menjadi salah satu pasar tujuan produk unggulan Indonesia itu. Sejak dua bulan lalu, ekspor ke negara mayoritas muslim mulai meningkat.\"Jelang ramadhan negara berbasis muslim juga mulai menaikkan permintaan CPO dan turunannya. Hal ini ditunjukkan mulai naiknya permintaan dari Pakistan dan Bangladesh,\" cetusnya.

Kinerja Ekspor

Namun beberapa waktu lalu di tengah kelesuan pasar dan harga, India justru banyak membeli CPO dari Indonesia pada April lalu.  Fadhil mengatakan ekspor CPO dan turunannya pada April tercatat mengalami penurunan ke semua negara tujuan kecuali India. Pasar utama ekspor masih didominasi oleh India dengan volume mencapai 546 ribu ton, naik sekitar 130 ribu ton atau 23,8% dibandingkan dengan volume ekspor Maret 416 ribu ton.

\"Naiknya volume ekspor ke India dipengaruhi harga CPO dunia yang diperkirakan akan naik di Mei 2013 karena langkanya persediaan minyak nabati lainnya sementara konsumsi dunia masih cukup tinggi,\" katanya.

Ia menjelaskan, keterlambatan jadwal penanaman kedelai dan jagung juga mempengaruhi waktu produksi sehingga hal ini akan menimbulkan spekulasi kelangkaan kedelai dan jagung yang pada akhirnya akan mengangkat harga minyak sawit sebagai minyak substitusi. Hal ini yang memicu aksi beli dari India.\"Aksi beli India tidak diikuti negara lainnya. Volume ekspor CPO dan turunannya ke China tercatat turun 6% dari 174,4 ribu ton di Maret menjadi 164,5 ribu ton di April,\" jelas Fadhil.

Fadhil mengatakan walaupun terjadi peningkatan permintaan dibandingkan bulan lalu, jika dibandingkan dengan ekspor pada Januari dan Februari, kinerja ekspor ke India mengalami penurunan 30% atau setara dengan 233 ribu ton dari 778,92 ribu ton pada Januari, dan turun 16% atau 106,84 ribu ton dari 652,78 ribu ton pada Feburari lalu.

Sementara itu, lanjut Fadhil, ekspor ke negara Uni Eropa juga mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu 18,7% dari 403 ribu ton di Maret menjadi 301 ribu ton di April. Penurunan volume ekspor juga terjadi di negara tujuan ekspor lainnya seperti USA, Pakistan, dan Bangladesh.

\"Ekspor CPO dan turunannya pada April ini mencapai 1,49 juta ton terus mengalami penurunan sejak Januari, yaitu dari 2,05 juta ton (Januari) menjadi 1,92 juta ton (Februari) dan 1,7 juta ton (Maret),\" jelasnya.

Ia menjelaskan, turunnya volume ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia ini dipengaruhi beberapa faktor seperti penurunan produksi, permintaan pasar dunia yang lemah sebagai akibat krisis ekonomi Eropa dan belum pulihnya pertumbuhan ekonomi AS yang berdampak pada perekonomian China dan Pakistan.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…