Bank Tak Perlu Menaikkan Suku Bunga Kredit - BI Dorong Penguatan Kebijakan Moneter

NERACA

Jakarta - Bank Indonesia (BI) menilai pihaknya melakukan penguatan kebijakan moneter lantaran untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional guna menangkal dampak-dampak negatif, baik dari sektor domestik maupun global. \"Kami meyakini dengan penguatan kebijakan moneter ini adalah komitmen BI untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional,\" ungkap Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Kamis (13/6).

Dia menyampaikan bahwa penguatan kebijakan moneter yang telah dan akan dilakukan BI, yakni dengan menerapkan bauran kebijakan antara lain, suku bunga, intervensi rupiah, makroprudensial, Fasbi Rate, dan format Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Selain itu, BI akan melakukan langkah-langkah pendalaman pasar valuta asing serta rupiah, termasuk pertimbangan untuk pengayaan instrumen moneter, termasuk di dalamnya memungkinkan term deposit rupiah untuk diperdagangkan.

Di sisi kebijakan makroprudensial, pertumbuhan kredit di sektor-sektor tertentu, misalnya, sektor properti juga akan diperkuat. Menurut Perry lagi, fokus BI dengan berbagai kebijakan moneter itu adalah untuk menyikapi tekanan pada sistem keuangan dan pasar modal, serta mengatasi dan memitigasi kenaikan ekspektasi inflasi maupun nilai tukar rupiah.

Lebih jauh Perry mengatakan bahwa saat ini nilai tukar rupiah sudah semakin kondusif. Hal ini tercermin dari ketersediaan dan permintaan di pasar valuta asing semakin meningkat. Para pihak yang memiliki dolar AS, lanjut dia, termasuk eksportir telah mulai menjual dolar mereka di pasar pasca-BI menaikkan bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi Rate) menjadi 4,25% dari sebelumnya 4%.

\"Demikian juga para pihak yang membutuhkan dolar saat ini dalam kondisi normal. Dengan langkah-langkah pre-emptive atau pencegahan BI melalui kebijakan RDG (rapat dewan gubernur). Kami meyakini stabilitas sistem keuangan, stabilitas nilai tukar dan makroekonomi akan tetap terjaga. Ini penting agar momentum makroekonomi akan berlanjut,\" ungkap Perry.

Di tempat terpisah, Senior Economist Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, menjelaskan kalau kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi enam persen merupakan sinyal yang dikeluarkan bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter enam bulan ke depan. \"Ini merupakan sinyal bahwa BI akan memperketat kebijakan moneternya enam bulan ke depan. Dengan kenaikan BI rate ini kredibilitas BI naik,\" katanya di Jakarta. Dia menilai keputusan menaikkan BI rate merupakan langkah di luar asumsinya.

Menurut dia keputusan itu merupakan keputusan yang berani dilakukan oleh Gubernur BI yang baru Agus DW Martowardojo. \"Dahulu asumsi kita, BI hanya berani menaikkan Fasbi Rate. Dengan menaikkan BI Rate, artinya ini keputusan yang berani, karena mengundang perhatian DPR dan politisi yang selama ini mendorong BI menekan suku bunga bank,\" kata dia.

Fauzi mengatakan kenaikan BI Rate akan direspon perbankan dengan menaikkan suku bunga kredit, namun tidak akan terlalu berdampak bagi masyarakat. \"Kenaikan itu akan berdampak pada naiknya suku bunga bank, namun tidak terlalu berpengaruh terhadap masyarakat, karena selama ini suku bunga kredit sudah dua digit,\" ujar dia.

Di sisi lain, lanjut Fauzi, bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi Rate) akan kembali mengalami kenaikan setidaknya 25 basis poin pada bulan depan, untuk memperkecil spread atau jarak dengan BI Rate. Namun hingga akhir tahun tidak menutup kemungkinan total kenaikan Fasbi mencapai 100 basis poin. \"Kenaikan BI Rate yang hanya sebesar 25 basis poin jarang terjadi, hanya sekali saja, dan biasanya akan kembali naik di bulan berikutnya. Beda halnya kalau kenaikan BI Rate langsung 50 atau 100 basis poin. Dengan naiknya BI Rate, bunga Fasbi cenderung mengikuti,\" terangnya.

Sementara ekonom Universitas Gadjah Mada Toni Prasetiantono, menambahkan kalau perbankan belum perlu menaikkan suku bunga kredit terkait kebijakan BI yang menaikkan BI Rate. \"Saya pikir belum perlu naik, karena BI rate hanya naik 25 basis poin,\" ujar dia. Toni mengatakan perbankan juga harus mempertimbangkan target penyaluran kredit ke sektor UMKM yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 20 persen yang mulai dilakukan secara bertahap pada tahun ini. \"Bank juga harus mempertimbangkan target ekspansi kredit yang tahun ini ditetapkan 20%,\" tutur Toni. Dia pun mengemukakan, akan lebih baik jika suku bunga kredit ditahan namun ekspansi kredit 20% dapat tercapai. \"Marjin berkurang sedikit tidak masalah,\" tukasnya. [ardi]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…