Konservasi Hutan, APP Tidak Lagi Pakai Kayu Hutan Alam

NERACA

 

Jakarta – Sebagai bentuk kepedulian lingkungan dan konservasi huta, produsen kertas APP tidak lagi menerima kayu dari hutan alam sebagai bahan baku produksinya. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (10/6).

Disebutkan, pekan ini perseroan telah mengumumkan tenggat waktu yang pasti, yaitu pada 31 Agustus 2013, untuk memastikan semua kayu dari hutan alam yang ditebang sebelum 1 Februari 2013 telah masuk ke dalam pabrik pulp. Setelah tanggal ini, tidak ada lagi serat kayu yang berasal dari hutan alam yang masuk ke dalam tempat penyimpanan kayu APP.

Managing Director of Sustainability APP, Aida Greenbury mengatakan, perseroan terus mengupayakan kemajuan dan akan memastikan bahwa bisnis selama ini sepenuhnya menjadi berkelanjutan. Hal ini akan memungkinkan perseroan untuk terus melanjutkan bisnis di tahun-tahun berikutnya, “Penambahan tenggat waktu yang pasti bagi semua kayu hutan alam yang telah ditebang untuk masuk ke dalam pabrik pulp kami adalah sebuah bukti nyata dari program keterlibatan para pemangku kepentingan kami,”ungkapnya.

Menurutnya,  tenggat waktu ini sangat diperlukan dan sebagai hasilnya, hal ini telah masuk menjadi bagian dari komitmen perseroan. Selain itu, APP juga meluncurkan versi pilot dari dashboard pemantauan secara online (online monitoring dashboard) yang dapat memberikan akses mengenai informasi teknis terkini dalam proses penerapan FCP.

Disebutkan, Dashboard yang dibangun oleh TFT menggunakan teknologi SURE yang memungkinkan para pemangku kepentingan untuk melihat kemajuan terkini di lapangan dan melihat peta batasan moratorium, kemajuan penilaian HCV/HCS, laporan keluhan dan verifikasi serta protokol-protokol yang ada dalam FCP. APP akan berkonsultasi dengan para pemangku kepentingannya mengenai format dan isi dari versi akhir dashboard, yang akan diluncurkan akhir tahun ini.

Teknologi Baru

Direktur Eksekutif TFT, Scott Poynton menuturkan, pekerjaan TFT dengan APP berjalan dengan baik sesuai harapan. Tentu ada beberapa hambatan dalam pelaksanaannya, tapi yang paling penting adalah belajar dari hal ini dan dengan bantuan dari LSM, perseroan dapat terus maju dalam menjalankan proyek ini.”Ini adalah pekerjaan yang sangat besar. Kami memiliki 100 orang yang bekerja di 38 area konsesi yang tersebar di seluruh Indonesia, tetapi kami percaya bahwa penilaian yang sedang kami lakukan akan menjadi landasan yang kuat bagi APP di masa depan,”tandasnya.

Sebagai informasi, dalam tiga bulan terakhir, beberapa LSM secara independen telah melaporkan beberapa potensi pelanggaran terhadap kebijakan konservasi hutan APP. Dimana Aida Greenbury menyebutkan, pihaknya berkomitmen untuk menginvestigasi seluruh isu yang diangkat dan akan melaporkan hasil temuan investigasi sebagai bagian usaha untuk meningkatkan praktek perseroan.”Kami masih berada dalam tahap awal penerapan FCP dan sistem yang ada masih belum sempurna. Akan ada hambatan dan tantangan yang tidak dapat dihindari ketika beroperasi di sebuah area yang sangat luas,”tuturnya.

Dirinya menegaskan, komitmen perseroan untuk menghentikan pembukaan hutan alam per 1 Februari adalah pasti dan tidak dapat ditawar lagi dan tidak akan ada pengecualian dalam hal ini, “Jika terjadi kesalahan dalam proses penerapannya, kami akan belajar dari kesalahan tersebut dan akan menjadikannya pelajaran untuk memperkuat sistem kami.”tegasnya.

Point Penting

Beberapa poin penting dari laporan kemajuan terbaru, penilaian HCV independen sedang dilakukan untuk seluruh 38 pemasok kayu pulp APP di Indonesia. Target penyelesaian tahap pertama, di 11 konsesi, adalah di bulan September 2013, sementara tahap kedua, yang meliputi 27 konsesi, ditargetkan untuk selesai di bulan Apriil 2014.

Kemudian tim teknis TFT dan APP telah menyelesaikan analisa data satelit sebagai bagian dari studi Stok Karbon Tinggi (High Carbon Stock – HCS) dan telah membentuk tim verifikasi lapangan dan terakhir sebagai pembelajaran dari masukan-masukan dan laporan-laporan yang telah diterima sampat saat ini, APP telah membentuk tim penilai resiko yang bertugas untuk mengidentifikasi, melaporkan dan menanggapi isu yang berpotensi muncul di masa datang dalam proses penerapan implementasi FCP.

Selanjutnya, tim ini akan menyampaikan hasil temuan yang ada dengan para peserta Focus Group Discussion APP. Perseroan memastikan bahwa area-area yang beresiko tersebut, yang masih di dalam kontrol tidak akan dikonversi tanpa adanya verifikasi lapangan dan proses konsultasi dengan para pemangku kepentingan.

BERITA TERKAIT

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…

BERITA LAINNYA DI Industri

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…