Oleh: Fatria Putrie, Pemerhati Sosial Ekonomi - Tataniaga Kedelai untuk Kepastian Harga Petani

Tahu dan tempe merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia, tidak hanya kalangan masyarakat bawah saja, tetapi juga kalangan kelas menengah atas.

Sayangnya, sampai saat ini bahan baku tahu dan tempe, yaitu kedelai, sebagian besar harus didatangkan dari luar negeri. Hal ini disebabkan produksi kedelai nasional yang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan kedelai dalam negeri.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi kedelai nasional tahun 2012 mencapai sekitar 850.000 ton. Namun, kebutuhan kedelai di dalam negeri diperkirakan 2,4 juta ton.

Dari sisi perajin tahu dan tempe saja, yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Produsen Tempe-Tahu Indonesia (Gakopti), saat ini terdapat 115.000 produsen yang melibatkan sekitar 1,5 juta tenaga kerja.

Kebutuhan kedelai untuk mereka mencapai 132.000 ton per bulan atau 1,6 juta ton per tahun.

Dengan besarnya kebutuhan kedelai yang harus diimpor, maka harga kedelai di dalam negeri sangat rentan terhadap gejolak harga yang terjadi di pasar internasional.

Hal ini telah terbukti dalam beberapa tahun terakhir, dimana harga kedelai sering tidak menentu.

Bahkan, dalam satu hari, perajin tahu dan tempe harus membeli kedelai dengan dua harga yang berbeda. Begitu cepatnya perubahan harga kedelai di dalam negeri.

Kendati agak lambat dan terkesan hati-hati, namun harus diakui pemerintah terlihat tidak diam saja.

Pemerintah menunjukkan sikap seriusnya, karena Menteri Perdagangan Gita Wirjawan bersama jajarannya beberapa kali mengadakan pertemuan dengan instansi terkait, membahasnya dalam rapat koordinasi bersama beberapa menteri di kantor Menko Perekonomian, berdialog dengan para perajin tempe-tahu, pelaku usaha perdagangan, perwakilan petani kedelai di dalam negeri dan kalangan konsumen, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

Berkali-kali pula diketahui Mendag Gita bersama jajarannya blusukan masuk ke perkampungan perajin tempe-tahu dan ke pasar-pasar basah.

Semua itu dilakukan dalam rangka mencari masukan untuk menyusun kebijakan sebagai solusi yang tepat serta semaksimal mungkin mengakomodasi semua kepentingan anggota masyarakat.

Disadari kebijakan yang diambil kemungkinan tidak akan dapat memuaskan semua pihak, namun kelihatannya pemerintah tetap harus berupaya menyikapi persoalan yang muncul di masyarakat untuk mendapatkan solusi terbaik.

Salah satu bentuk penyikapan yang pernah diambil pemerintah atas persoalan kedelai ini beberapa waktu lalu, adalah memberi kemudahan berupa pembebasan bea masuk bagi impor kedelai guna meredam gejolak harga kedelai di dalam negeri.

Namun, untuk meredam gejolak harga kedelai dalam jangka panjang, pemerintah tentunya tidak cukup hanya mengandalkan pembebasan bea masuk saja.

Siapkan Tataniaga

Pemerintah ternyata telah menyiapkan tata niaga kedelai, dikaitkan dengan stabilisasi harga kedelai, di mana setiap bulan ditetapkan harga pembelian pemerintah untuk para perajin kedelai dan petani kedelai.

Saat ini dasar bagi penerbitan tataniaga kedelai sudah ada, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog untuk Pengamanan Harga dan Penyaluran Kedelai yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Mei 2013.

Dalam pelaksanaannya Bulog dapat bermitra dengan BUMN, swasta dan koperasi. Di Perpres itu disebutkan pula, bahwa tata cara pelaksanaan pengamanan harga dan penyaluran kedelai diatur oleh Menteri Perdagangan setelah memperhatikan pertimbangan Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, serta Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Nah, langkah selanjutnya adalah bagaimana kementerian-kementerian teknis menindaklanjuti Perpres tersebut.

Misalnya saja Kementerian Perdagangan perlu segera meluncurkan peraturan mengenai stabilisasi harga dan pasokan serta pengaturan mengenai importasinya.

Begitu juga tim teknis yang terdiri atas berbagai kementerian termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Koperasi dan UKM yang mengusulkan hal-hal teknis untuk penetapan besaran harga kedelai dan proses importasinya, yang hanya dilakukan oleh Importir Terdaftar (IT).

Para importir juga tidak hanya bisa mengimpor begitu saja, namun harapannya juga dapat membeli kedelai lokal petani.

Besaran harga kedelai di tingkat petani, bila memperhatikan biaya-biaya produksi petani serta keuntungan mereka 20 - 25 persen, maka semoga harga beli kedelai di petani tidak akan di bawah harga Rp7.000.

Itu sebabnya sebelum mengeluarkan peraturan, Menteri Gita Wirjawan datang dan berdialog dengan para perajin tahu dan tempe, seperti yang dilakukannya di daerah Semanan, Jakarta Barat beberapa waktu lalu.

Kemendag akan memperkenalkan peraturan baru yang menjaga stabilitas harga bagi para perajin tahu dan tempe.

Para petani kedelai lokal akan mendapatkan kepastian harga yang cukup menguntungkan.

Harapannya masyarakat konsumen dapat tetap menikmati tempe-tahu dengan harga yang wajar dan terlindung dari gejolak.

Tentunya kebijakan itu juga tidak akan memaksa petani untuk menjual kedelainya kepada salah satu pihak.

Petani perlu diberikan kebebasan menjual kedelai hasil panennya kepada pihak yang mau membelinya dengan harga tinggi. Artinya, kebijakan yang diambil tidak akan menimbulkan kongkalikong demi kepentingan segelintir pihak.

Kalau Mendag Gita Wirjawan jadi mengeluarkan peraturan tentang aturan main perdagangan kedelai tersebut, maka kita tunggu saja bagaimana isi aturan dari Kemendag itu.

Apakah aturan itu mampu mengatasi permasalahan yang ada dari hulu hingga hilir atau justru menambah permasalahan yang ada. (ant)

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…