Kenaikan Harga BBM di Minggu Ketiga Juni Dinilai Tidak Tepat

NERACA

 

Jakarta - Rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada minggu ketiga Juni dinilai tidak tepat. Kebijakan itu dikhawatirkan akan memberatkan masyarakat. \"Tidak tepat karena mendekati bulan puasa, lebaran dan anak masuk sekolah,\" kata pengamat perminyakan Kurtubi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Jika pemerintah tetap menaikkan harga, Kurtubi menyakini akan muncul gejolak penolakan di lapangan. \"Rakya pasti akan tolak karena memberatkan, tak peduli akan ada iming-iming berupa kompensasi,\" tutur dia.

Kurtubi menilai pemerintah sebenarnya telah kehilangan momentum untuk menaikkan harga BBM. Waktu yang paling pas untuk menyesuaikan harga yaitu pada tahun lalu dan Maret 2013 karena angka inflasi rendah dan sedang memasuki masa panen. \"Momen bagis tidak dipakai pemerintah, diulur-ulur akhirnya mendekati Pemilu malah mau naikkin harga dengan syarat ada kompensasi,\" jelas dia.

Pemberian kompensasi ini justru sangat mencurigakan. Sebagian masyarakat menuding pemerintah merekayasa kenaikan harga BBM dan ingin mengambil keuntungan dari pemberian kompensasi. \"Jadi Kenaikan harganya ditunggangi kepentingan politik,\" jelas dia.

Untuk itu, Kurtubi menyarankan agar pemerintah membatalkan rencana kenaikan harga BBM subsidi. \"kenaikan harga ini ditunggu pemerintahan baru, atau setelah april 2014, berikan nanti pemerintah baru saja.

Kadin Setuju

Sebelumnya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta tidak menyetujui rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan depan. Pasalnya, saat itu telah memasuki bulan Ramadhan.

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengaku bulan depan sangat berdekatan dengan bulan Ramadhan dan biasanya pada bulan tersebut kebutuhan meningkat dan harga barang menjadi naik. \"Kalau Juni tidak pas karena dekat dengan lebaran, harga BBM saja nggak naik psikologis pasar bisa naik,\" ujar dia.

Sarman meminta pemerintah untuk segera memberikan kepastian jadi atau tidaknya langkah kenaikan harga BBM. Sebab, jika tidak dibiarkan maka expected inflation akan semakin membesar. \"Kita belum tahu karena pemerintah masih sering berubah. Sekarang harga-harga naik 15% gara-gara isu BBM naik lagi,\" tuturnya.

Menurut dia, pemerintah sebaiknya tidak bergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menentukan kebijakan BBM. DPR yang sedang menghadapi masa reses atau libur saat ini menjadikan keputusan berlarut-larut.

\"Pilihan kedua abis lebaran karena daya beli mulai normal dan tidak ada lagi pembelian besar, momennya harus pas dan harus ketika saat daya beli masyarakat tinggi. Kalau Juni sangat riskan,\" kata dia.

Sementara itu, pengamat perminyakan Kurtubi menilai bahwa Presiden SBY selaku kepala negara yang memutuskan kebijakan BBM bersubsidi masih mencla-mencle. Pasalnya puluhan studi dan kajian tentang BBM bersubsidi telah disampaikan kepadanya, namun hingga kini Presiden masih belum tegas dalam memutuskan kenaikan harga BBM. \"Presiden masih mencla-mencle padahal puluhan studi dan kebijakan telah disampaikan. Tapi lagi-lagi SBY dan pemerintah tidak bisa memutuskan dengan tegas,\" ujarnya, pekan sebelumnya.

Kurtubi mengusulkan agar subsidi BBM dikurangi tapi tidak membebankan kepada masyarakat. Caranya adalah dengan mendiversifikasi energi dari BBM ke BBG (Bahan Bakar Gas). \"Cara itu paling baik dan tidak membebankan ke masyarakat. Selain itu, harga gas juga tidak setinggi harga BBM karena dengan begitu, masyarakat miskin juga terlindungi,\" imbuhnya.

Ketua Lembaga Peneliti Kajian Ekonomi Indef, Enny Sri Hartati, mengatakan pemerintah seharusnya tidak melemparkan wacana kebijakan kenaikan BBM kepada publik sehingga menimbulkan kesimpangsiuran di dalam masyarakat. Beredarnya banyak berita tentang wacana kenaikan BBM ini memunculkan banyak persoalan dalam pembahasannya yang pro dan kontra.

“Pemerintah semestinya mematangkan terlebih dahulu konsep kenaikan BBM ini dan jangan melemparkan wacana kenaikan BBM kepada publik dan akhirnya akan membuat kebingungan,” ujarnya.

Enny menjelaskan, pelaku ekonomi dan lembaga konsumen menyerukan agar pemerintah segera mengumumkan sikap terkait wacana menaikkan harga BBM. Para pelaku usaha membutuhkan kepastian dalam kenaikan BBM ini sehingga akan bisa memberikan kepastian kepada pelaku usaha. “Kebijakan kenaikan BBM ini harus segera diputuskan, sudah berbulan-bulan masih dibahas dan sekarang saatnya untuk menaikkan BBM,” ujarnya.

Di mata Enny, pemerintah yang hanya memberikan wacana saja mengenai kenaikan BBM. Oleh karena itu, pemerintah harus mematangkan konsepnya terlebih dahulu sebelum melemparkan kepada publik.

BERITA TERKAIT

Distribusi dan Stabilitas Harga Ikan Selama Ramadhan Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus mengawal ketersediaan serta kestabilan harga ikan. KKP menyebut bahwa…

Indonesia dan Sri Lanka Perkuat Hubungan Dagang Bilateral

NERACA Jakarta – Indonesia dan Sri Lanka meluncurkan perundingan Indonesia–Sri Lanka Preferential Trade Agreement (ISL–PTA). Penandatanganan dilaksanakan secara simultan melalui…

2023, Kontribusi Parekraf Terhadap PDB Mencapai 3,9 Persen

NERACA Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memaparkan realisasi program…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Distribusi dan Stabilitas Harga Ikan Selama Ramadhan Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus mengawal ketersediaan serta kestabilan harga ikan. KKP menyebut bahwa…

Indonesia dan Sri Lanka Perkuat Hubungan Dagang Bilateral

NERACA Jakarta – Indonesia dan Sri Lanka meluncurkan perundingan Indonesia–Sri Lanka Preferential Trade Agreement (ISL–PTA). Penandatanganan dilaksanakan secara simultan melalui…

2023, Kontribusi Parekraf Terhadap PDB Mencapai 3,9 Persen

NERACA Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memaparkan realisasi program…