Langkah Berani BI

Inisiatif Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution meminta pihak Monetary Authority Singapore (MAS) untuk mematuhi azas resiprokal terkait proses akuisisi 67% saham Bank danamon oleh DBS Group (Singapura), patut kita apresiasi. Pasalnya, keteguhan sikap Darmin yang akan meninggalkan BI hari ini (24/5) dapat diteruskan kepada penggantinya, Agus Martowardojo, mantan menteri keuangan.

Darmin mengatakan diskresi bagi akuisisi Danamon bisa diberikan asal MAS memberikan izin yang sepadan bagi tiga bank BUMN yang siap beroperasi di Singapura. “ Kami mau berikan diskresi tapi harus sepadan, dengan mementingkan kepentingan perekonomian nasional dan stabilitas sistim keuangan,” ujarnya kepada pers, pekan ini.

Memang tidak diragukan lagi,  pasar perbankan Indonesia adalah surga bagi para bankir. Dengan  jumlah penduduk yang terus melimpah dan  kelas menengah yang terus bertambah,  Indonesia kini menjadi pasar yang amat menggiurkan bagi industri perbankan. Itu sebabnya, indikator kinerja perbankan lokal banyak dilirik asing, terutama dari Singapura dan Malaysia.  

Data BI mengungkapkan, pada 2005 total aset bank umum di negeri ini mencapai Rp 1.469 triliun, dengan outstanding penyaluran kredit Rp 695 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) Rp 1.166 triliun. Namun per Februari 2013, total aset bank umum melejit mencapai Rp 4.237 triliun, dengan outstanding   penyaluran kredit Rp 2.718 triliun dan DPK tercatat Rp 3.207 triliun.

Idealnya, perbankan Indonesia masih dapat berlari lebih kencang lagi. Rasio kredit dan DPK bank-bank di dalam negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, misalnya, masing-masing baru mencapai 33% dan 38%. Prosentase ini tidak seberapa jika dibandingkan kondisi di negara tetangga seperti Singapura yang masing-masing mencapai 128% dan 146%, Malaysia (117 % dan 152%), atau Thailand (93% dan 110,4%).

Melihat kapasitas bank-bank di dalam negeri yang masih rendah itu, tentu saja pasar  perbankan nasional  wajar terus diincar  perbankan asing. Faktanya, makin banyak bank  asing yang mengakuisisi bank lokal, menambah kepemilikan, membuka cabang, bahkan makin gencar berekspansi di Indonesia.

Khususnya bank asing dari negara tetangga,  terlihat semakin agresif  masuk pasar Indonesia setelah liberalisasi sektor keuangan ASEAN diberlakukan mulai 2020 bertepatan dengan pemberlakuan pakta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) nanti. Sebaliknya, apakah perbankan nasional juga sama agresifnya ingin masuk ke negara lain? Ternyata tidak.

Kita melihat kondisi bank di Indonnesia hampir tidak berekspansi ke negara tetangga. Bukan  karena mereka tidak mampu, tidak punya nyali, atau secara bisnis tidak menguntungkan, tapi  lebih disebabkan adanya proteksi yang ketat diberlakukan oleh Singapura dan Malaysia.

Tindakan negara tetangga yang menutup rapat pasarnya bagi kehadiran bank asing dirasakan sungguh tidak adil. Berbeda halnya di Indonesia, bank asing dengan bebasnya membuka cabang, mengakuisisi, dan berekspansi hingga pelosok negeri. Hal sebaliknya tidak dialami oleh perbankan nasional di luar negeri. Jangankan mengakuisisi, untuk membuka cabang  atau layanan ATM saja  mereka kesulitan.

Karena itu, kita sepakat bahwa dalam era globalisasi sekarang dimana tak ada lagi batas ruang dan waktu, dikotomi asing versus nasional tidak perlu dipertajam, khususnya jika asing turut  memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Namun, ini bukan berarti kita harus  menerima mentah-mentah kehadiran asing. Eksistensi pengusaha lokal, ketahanan  ekonomi  nasional,  dan kedaulatan bangsa, keberadaan asing  perlu tetap dicermati. Apalagi  jika terkait dengan aspek keadilan,  kesetaraan  (equal treatment), dan  azas resiprokal. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…