BELANJA PEGAWAI HABISKAN SEPERTIGA APBN - Pemerintah Akui Kinerja PNS Makin Jeblok

Jakarta – Besarnya alokasi belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 500 triliun atau sepertiga dari total APBN tidak membuat kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) membaik. Malah sebaliknya, kualitas pekerjaan PNS makin jeblok.

NERACA

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, peningkatan belanja pegawai belum mendorong PNS, mampu melayani publik lebih baik. Bahkan yang lebih parah lagi, apabila ingin mengurus surat izin di daerah, harus ada “pelicin” agar segera ditindak lanjuti.

“Belanja pegawai naik. Akan tetapi pelayanan tidak pernah berubah. Lalu buat apa mereka mendapatkan remunerasi kalau kinerja mereka tidak sesuai,\" tegas Sofjan saat dihubungi Neraca, Selasa (21/5).

Sofjan memaparkan, selama ini banyak anggota Apindo yang mengeluh soal sulitnya mendapatkan izin di daerah, terutama banyaknya pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh pejabat daerah.

Masalah tidak baiknya pelayanan publik, imbuh Sofjan, sudah berlangsung cukup lama. “Mau mengurus apa saja, kalau di daerah pasti membuat pusing kepala,” tegasnya.

Dia menyebut, hal itu terjadi karena  tidak adanya sinkronisasi antar aturan dan buruknya koordinasi antara pusat dan daerah dalam mengeluarkan kebijakan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dalam iklim investasi.

\"Seharusnya hal seperti ini dapat dihilangkan karena kesulitan seperti ini membuat para investor merasa tidak nyaman untuk berinvestasi di dalam negeri,\" terang Dia.

Sofyan juga mengeluh, dia mendapat banyak laporan adanya tumpang tindih atau overlapping izin yang diberikan oleh dua orang kepala daerah di dua periode yang berbeda. “Ini sudah pasti akan membuat bingung investor,” ujarnya.

Anggaran Siluman

Saat ini, jumlah belanja pegawai pemerintah pusat memang terus meningkat. Pada 2013, belanja pegawai dianggarkan sebesar Rp241,1 triliun. Sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditransfer ke daerah adalah Rp306,1 triliun. Sebagian dana DAU tersebut digunakan untuk belanja pegawai daerah. Sehingga total belanja pegawai bisa mencapai Rp500 triliun atau sepertiga dari total belanja pemerintah.

Anggota Komisi XI DPR RI Achsanul Qosasi mengatakan, belanja pegawai yang mencapai Rp 500 triliun atau sepertiga total belanja pemerintah menandakan postur anggaran belanja pegawai sudah tidak sehat. Porsi anggaran belanja pegawai ini harus ditekan hingga dananya bisa digunakan untuk anggaran belanja lain yang lebih bermanfaat.

“Dengan postur anggaran belanja pegawai yang mencapai 40% dari APBN, ini sudah tidak sehat. Karena anggaran belanja pemerintah banyak dihabiskan untuk belanja pegawai saja dan tidak memperhatikan anggaran belanja lainnya,” katanya.

Lebih baik, imbuhnya, anggaran belanja pemerintah digunakan untuk belanja modal yang dinilainya jauh lebih rendah daripada belanja pegawai. Belanja modal ini dapat digunakan untuk melakukan pembangunan infrastruktur sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berkembang dengan pesat.

“Seharusnya postur anggaran dapat digunakan lebih besar anggaran belanja modal daripada belanja pegawai yang dinilai tidak tepat dalam alokasi anggarannya dan terlalu besar,” ujarnya.

Menurut dia, dengan anggaran belanja pegawai yang cukup besar ini, namun kinerja pegawainya masih dibilang rendah dan tidak berkualitas maka dibutuhkan cara untuk menjadikan pegawai ini menjadi berkualitas. Hal ini dilakukan agar anggaran belanja pegawai ini dapat tepat sasaran melalui pelayanan publik yang berkualitas.

“Kementerian atau lembaga pemerintah harus menerapkan sistem rekrutment pegawai yang tepat sehingga mendapatkan kualitas pegawai yang tinggi sehingga anggaran belanja pegawai bisa tepat sasaran,” tambahnya.

Achsanul juga menuturkan, perlunya standarisasi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dalam proses rekrutment pegawai yang berkualitas. Banyak praktek kolusi dalam proses rekrutment pegawai yang menyebabkan kualitas pegawai menjadi tidak berkualitas dan hal ini harus diatasi dengan sesegera mungkin.

“Selain itu, diperlukan laporan gaji pegawai yang transparan sehingga tidak ada perbedaan atau kesenjangan gaji di antara pegawai satu dengan pegawai lainnya. Misalnya saja, banyak kasus pegawai pajak yang jabatannya rendah bisa mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi daripada atasannya, kemudian diduga penghasilannya melalui tindakan korupsi. Hal ini merupakan pelanggaran serius yang menunjukkan kualitas pegawai yang rendah,” ungkapnya.

Sementara pengamat kebijakan Universitas Indonesia, Adrinof Chaniago menilai, jumlah belanja pegawai di APBN adalah terlalu besar dan membuat ketidakleluasaan dalam penganggaran pos-pos lain yang lebih penting, seperti belanja modal. “Meski belanja pegawai besar, tetapi kinerja PNS tetap jeblok,” ujarnya, kemarin.

Menurut dia, kinerja PNS yang jeblok lebih karena sistem perekrutan PNS yang masih sarat KKN. Parahnya, pemberian remunerisasi seperti mengisi ember bocor. Kebijakan-kebijakan remunerisasi dan pelatihan-pelatihan menjadi tidak efektif dalam meningkatkan kinerja, karena bibit-bibit yang masuk bukan bibit-bibit yang bagus. Hal ini disebabkan sistem penerimaannya yang sangat kental dengan KKN.

Namun Adrinof mengakui, tidak semua perekrutan PNS sarat dengan praktik KKN. Masih ada yang bersih, meski jumlahnya kecil. “Tidak banyak yang bisa melakukan dengan baik, hanya beberapa saja misalnya Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Bappenas, dan Bank Indonesia. Makanya dari segi SDM, itu yang bagus, meskipun tetap ada cacatnya seperti masih ada Gayus,” jelas dia.

Sebagian besar Kementerian/Lembaga di Indonesia yang lain, lanjut Adrinof, masih tidak jelas. Menurut dia, pemberlakuan sistem penerimaan yang murni secara nasional adalah suatu hal yang perlu dan mendasar. Ketika sudah menjadi PNS pun, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. “Sistem promosi masih tidak jelas. Mutasi tidak jelas standarnya, sarat KKN. Itu yang membuat mentalitas aparat makin buruk,” ujarnya.

Adrinof menyebut, gaji PNS sebetulnya tidak begitu besar. Hanya saja, biaya-biaya lain membuat belanja pegawai secara total menjadi sangat besar, seperti perjalanan dinas. “Eselon satu banyak yang tidak korupsi, tapi dengan sering melakukan perjalanan dinas, bisa beli mobil Alphard,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengakui bahwa belanja pegawai kurang efisien. “Meningkatnya belanja pegawai itu tidak berkaitan langsung dengan meningkatkan pelayanan publik. Ini ada yang salah, harus kita perbaiki. Belanja barang juga meningkat, kalau tidak bermuara pada improvement pelayanan publik, berarti belanja barang lebih banyak menservis kepada pegawai. Ini berlaku untuk keseluruhan daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, perlu kita tetapkan KPI (key performance indicator),” jelas Hatta. iqbal/bari/iwan/mohar

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…