NERACA
Jakarta - Industri baja pada kuartal II akan kembali tertekan seiring dengan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah. Direktur Eksekutif The Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Edward R. Pinem mengatakan, meski ada peningkatan, sepanjang tahun ini industri baja masih tetap lesu.
“Akan tertekan karena pada periode ini pelaku bisnis akan menekan atau menunda kegiatannya sehingga berpengaruh pada penjualan. Pelaku bisnis akan wait and see,” kata Edward, Senin (20/5).
Meskipun industri baja diperkirakan masih lesu pada tahun ini, Edward mengatakan kalau industri tahun ini masih lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu.Ketika industri baja regional tertekan oleh krisis yang melanda Eropa dan China.
Menurutnya, salah satu faktor perbaikan industri baja nasional dipengaruhi pertumbuhan ekonomi yang stabil yang akan membuat permintaan akan baja tumbuh sekitar 10%. Namun, bila pertumbuhan ekonomi stagnan, akan berpengaruh juga pada industri baja.“Tapi kemarin katanya pertumbuhan ekonomi dikoreksi kembali kan jadi sekitar 6,2% - 6,3%, jadi belum tahu nih bagaimana,” katanya.
Adapun pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2013 dipatok sebesar 6,8%. Sebelumnya Edward mengakui, kondisi ini berbeda dengan tahun lalu. Ketika itu kondisi industri baja regional tertekan oleh krisis yang melanda Eropa dan China. Krisis tersebut membuat permintaan dan pasokan baja tidak seimbang sehingga membuat harganya jatuh.
“Krisis ini juga mengakibatkan kinerja perusahaan baja regional seperti Malaysia dan Thailand sangat tertekan dan mengalami kerugian. Bahkan di Thailand tidak mampu berproduksi dan baru beroperasi lagi pada 2013 setelah menyelesaikan persoalan keuangannya,” katanya.
Edward mengatakan, salah satu faktor perbaikan industri baja nasional dipengaruhi pertumbuhan ekonomi yang stabil. Kondisi tersebut membuat permintaan baja tumbuh sekitar 10%. Dia mengatakan, industri baja di Indonesia sebagian besar dikonsumsi untuk sektor properti dan infrastruktur, sedangkan untuk otomotif masih terbatas. Sementara di negara lain seperti Thailand industri baja banyak dikonsumsi oleh otomotif.“Setidaknya industri baja mereka dipergunakan juga untuk jaringan industri otomotif di luar negara tersebut,” ucapnya.
Sedangkan di Indonesia, meskipun pertumbuhan infrastruktur demikian pesat namun karena basis pendanaannya dari pinjaman luar negeri, maka komponen baja yang dipergunakan juga berasal dari negara pemberi pinjaman. Hal ini yang membuat industri baja sulit berkembang meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 7 % tahun ini.
Menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, Edward mendesak pemerintah segera mengeluarkan kebijakan untuk memberikan perlindungan kepada industri baja di dalam negeri seperti dilakukan di sejumlah negara. “Perlindungan itu sangat penting di tengah-tengah kondisi industri baja dunia yang saat ini masih mengalami tekanan sebagai dampak krisis ekonomi di Eropa dan China,” jelasnya.
Edward mengatakan, pasar baja di Indonesia sangat terbuka dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam yang justru memberikan perlindungan sangat ketat terhadap industri baja di dalam negerinya.
Menurut dia, puluhan hingga ratusan importir baja yang tidak memiliki industri di dalam negeri (hanya sebagai trader) dengan mudah memasukkan baja impor ke pasar Indonesia sehingga membuat harga tidak stabil. Perlindungan yang diberikan pemerintah kepada industri baja barulah pemberian label SNI (Standar Nasional Indonesia).
Sebelumnya, akibat mekanisme impor tentang verifikasi bahan baku besi bekas, pertumbuhan industri logam dasar besi dan baja hingga akhir 2012 hanya mencapai 4 %. Menurut Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian ,Panggah Susanto, pada 2012, sektor industri logam dasar besi dan baja tumbuh 13 % dan memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan industri manufaktur yang mencapai 6,8 %.
Dengan mekanisme impor mengenai verifikasi bahan baku besi bekas scrap, menurut dia, pertumbuhannya mencapai 4% dan mempengaruhi realisasi pertumbuhan industri manufaktur yang mencapai 6,7 % sampai akhir tahun ini.
NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…
NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…
NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…
NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…
NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…
NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…