Belum Mendesak, Pembentukan Bank BUMN Syariah

NERACA

Jakarta - Pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khusus bank syariah belum sangat mendesak, karena saat ini sudah ada unit-unit syariah di bank BUMN. Selain itu, regulasi agar bank syariah dapat tumbuh kuat dan signifikan juga belum cukup mendukung.

“Kalau pemerintah ingin membuat bank BUMN syariah yang kuat maka diperlukan keseriusan pemerintah, sekaligus langkah yang tepat agar tidak terjadi pemborosan,” kata pengamat ekonomi UI Lana Soelistianingsih, saat dihubungi Neraca, Kamis (9/5).

Namun, apabila dilihat dari sisi penting atau tidaknya, pada dasarnya perbankan syariah memang dibutuhkan. Terlebih mendekati masuknya masyarakat ekonomi ASEAN. Hal tersebut dimaksudkan agar potensi yang ada tidak dimanfaatkan negara luar yang telah memiliki bank syariah kuat.

“Kita perlu melihat ke depan, di mana pada saat masyarakat ekonomi ASEAN itu dimulai, ada bank syariah Malaysia yang sudah lebih kuat sehingga ini ditakutkan akan dimanfaatkan mereka untuk menarik masyarakat,” paparnya.

Dalam pembangunan bank syariah, lanjut dia, akan lebih baik jika dilakukan dengan penggabungan unit bank-bank syariah di perbankan BUMN. Pasalnya, untuk membangun bank BUMN syariah baru akan memakan waktu yang cukup panjang, yaitu mencapai 3 tahun.

Selain itu, pembangunan bank BUMN syariah secara sendiri juga akan mengakibatkan pemborosan. “Dengan penggabungan unit bank syariah menjadi Bank Syariah Indonesia misalnya, bisa menghemat dari SDM dan aset. Selain itu, pemerintah juga bisa fokus untuk menyuntikkan dana atau modalnya sehingga menjadi lebih kuat,” ucapnya.

Meski demikian, imbuh Lana, hal tersebut tidak akan mudah karena masing-masing perusahaan memiliki kepentingan dalam pengelolaan bisnisnya. “Saya tidak yakin mereka mau melepas unit syariah, masing-masing pasti memiliki kepentingan, apakah itu dari sisi penempatan dana pihak ketiga atau lainnya,” ujarnya.

Sementara dari sisi pertumbuhan perbankan syariah saat ini, lanjut dia, salah satu kendala yang menghambat bank syariah, yaitu masyarakat belum terlalu peduli dan tidak memahami betul perbedaan perbankan syariah dan konvesional. “Mereka tidak peduli apa itu riba atau bukan, meskipun ada fatwa MUI ya tetap saja.” imbuhnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia menegaskan agar tujuan pembentukan Bank BUMN Syariah jelas arahnya. Kalaupun dibentuk, bank BUMN syariah sebaiknya untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan (financing gap) di sektor riil. Tidak hanya semata untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia. Walaupun sejak Bank Muamalat didirikan pada tahun 1992, sampai saat ini pangsa pasar perbankan syariah masih sekitar 5% di antara perbankan nasional. Padahal pangsa pasar perbankan syariah di Malaysia sudah mencapai 30% sejak berdiri pada 1980-an.

“Makanya muncul pertanyaan mau ke mana (pembentukan Bank BUMN Syariah) ini sebetulnya. Apa mau sekadar menambah market share atau aset? Atau memang untuk menjawab tantangan masa depan atau berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Bahwasanya kita banyak financing gap yang sebetulnya itu bisa digarap atau diisi bank syariah. Sektor-sektor yang masih ada financing gap yaitu misalnya infrastruktur, pertanian, energi itu,” kata Mulya E. Siregar, Asisten Gubernur BI di Jakarta, Rabu (8/5).

Menurut dia, rata-rata bank syariah sudah memiliki portofolio kredit UMKM sudah di atas 20% selama ini. Dan itu tidak cukup, jika perbankan syariah mau mempunyai pengaruh besar dalam perekonomian nasional.

“Apa kita maunya bank syariah hanya bergerak di sana saja atau tetap begitu? Kita kan maunya lihat bank syariah bisa punya impact yang besar. Apa kita tidak mau bank syariah bergerak ke sektor riil yang multiplier effect-nya lebih besar. Kalau mau (pertumbuhan) ke samping saja sudah tercapai, tapi kalau mau tumbuh ke atas memang harus tambah modal. Yang penting sekarang kalau dia mau berkontribusi terhadap perekonomian nasional, dia harus kuat, supaya nyata kontribusinya. Tapi kalau mau sekadar main-main di (sektor) UMKM saja, ya sudah begini-begini saja sudah oke,” jelasnya.

Maka itu, jika perbankan syariah mau berkontribusi di sektor rill lebih besar, dia harus lebih kuat di permodalan. Karena sampai saat ini rata-rata bank syariah masih berada di BUKU satu, atau kelompok bank dengan modal inti Rp100 miliar sampai Rp1 triliun.

“Suntikan modal dari induk usahanya juga harus dipikirkan. Jadi tidak hanya main-di proyek UMKM, tapi juga main di proyek-proyek besar, seperti di Malaysia bangun airport Sepang, infrastruktur pelabuhan, dan sebagainya. Kalau memang itu yang dituju mau tidak mau dia harus memperkuat modalnya. Salah satu jalannya yakni konsolidasi, bahwasanya digabung menjadi satu, tapi kalau digabungkan asetnya juga hanya berapa masing-masing mereka,” jelasnya.

Karena itu, untuk mendapatkan dana jangka panjang, perbankan syariah di sini bisa mencontoh di Malaysia yang pemerintahnya mewajibkan BUMN untuk menaruh uang di bank syariah. Jadi itu yang digunakan bank syariah untuk membiayai proyek-proyek jangka panjangnya.

“Rasio FDR (financing to deposit ratio) rata-rata perbankan syariah saat ini masih ada yang di atas 100%, jadi masih ngeri kalau dia harus mencairkan SBSN-nya untuk pembiayaan saja. Lalu dia akan dapat dari mana lagi (sumber dana jangka panjang) kalau SBSN habis smua. Sehingga untuk intermediasi, struktur dana dan skala operasinya masih jangka pendek, yaitu di sektor UMKM,” ujarnya.

Mulya juga mengatakan bahwa perlunya ada satu anchor bank syariah dalam bentuk Bank BUMN syariah itu juga disebabkan return on asset (ROA) mereka baru hanya 1,9%, yang mana ini masih jauh lebih kecil daripada bank konvensional yang bisa mencapai 3%. Soal BOPO, bank syariah masih mempunyai rata-rata 76%, bandingkan dengan bank konvensional yang sekarang 74% rasionya.

Wakil Ketua Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) yang juga Kepala Unit Usaha Syariah Permatabank, Achmad K. Permana, bahwa dalam 21 tahun perbankan syariah berdiri belum kemana-kemana, karena baru hanya 5% yang perlu dijangkau. Maka diperlukan pengembangan anorganik untuk ini. Kalau tidak di 2016 tidak akan bisa mencapai pangsa pasar 20%.

Lalu, Dinno Indiano, Direktur Utama BNI Syariah mengatakan sangat mendukung adanya BUMN syariah. Tapi dia masih mempertanyakan tujuan pembentukannya kemana, apakah hanya membuat konsolidasi ataukah untuk memperbesar perekonomian syariah.

Pengamat perbankan Syariah Indonesia, Adiwarman Karim menilai pembentukan Bank BUMN Syariah ini harus dilihat dari berbagai sisi. Menurut dia, Kementerian BUMN dan BI memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peraturan kepada anak perusahaan Bank BUMN agar memiliki target penguasaan pasar yang naik bertahap setiap tahunnya. \"Misalnya Bank Syariah Mandiri total pendapatannya harus 20% dari Bank Mandiri,\" ujarnya. Pembentukan ini bertujuan untuk menambah pertumbuhan industri bank syariah di Indonesia. sylke/ria/lia

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…