Gara-Gara Pemerintah Plin-Plan Bereskan Harga BBM - Peringkat Utang RI Anjlok, Investasi Asing Bakal Jeblok

NERACA

Jakarta – Ketidaktegasan sikap Pemerintah dalam menangani masalah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi berbuntut anjloknya peringkat utang Indonesia. Keraguan pemerintah dalam soal BBM dapat mengancam iklim bisnis di tanah air, perdagangan dan investasi asing bakal jeblok tahun ini.

“Investor dan pengusaha butuh kepastian masalah BBM. Bukannya \"menggantung\" seperti saat ini. Agar mereka dapat menghitung secara pasti biaya-biaya yang mereka butuhkan dalam berproduksi,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Erani Yustika kepada NERACA di Jakarta, Senin.

Kendati demikian, Erani mengaku tidak senang yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat utang tersebut. Alasannya, itu merupakan bentuk intervensi asing terhadap ekonomi Indonesia.

“Indonesia dihukum dengan cara penurunan peringkat utang karena tidak segera memutuskan kebijakan untuk menaikkan harga BBM,” tandas Dia.

Erani menjelaskan, dalam hal ini pemerintah memiliki otonomi pengambilan keputusan untuk mengelola ekonomi domestiknya sehingga lembaga luar tidak berhak mengintervensi. Padahal, Amerika Serikat saja yang pernah defisit APBN sebesar 10% tidak pernah dihukum seperti ini, sementara Indonesia masih di bawah 3 % sudah diturunkan peringkatnya.

“Dalam hal ini saya melihat ketidakadilan. Kelihatan sekali pemerintah harus segera mengambil keputusan sesuai keinginan mereka. Hal ini dilihat dari pernyataan S&P bahwa selama pemerintah masih belum menanggapi tekanan fiskal dan eksternal dengan kebijakan yang tepat waktu, maka peringkat Indonesia akan kembali turun,” jelas Erani.

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya ini juga menilai, ketika BBM dinaikkan, tidak secara langsung mengurangi defisit APBN. Sebab, lanjut dia, neraca defisit tidak hanya dipengaruhi sektor migas, namun juga sektor pangan dan manufaktur. “Oleh karena itu, ketiganya harus diatasi,” ujar Erani.

Untuk membuat ketiga sektor tersebut tetap stabil, Erani mengaku INDEF sudah menawarkan opsi-opsi kepada pemerintah. Di antaranya penghematan konsumsi BBM, pajak progresif di sektor otomotif, dan mengurangi impor pangan dengan menaikkan pajak impor. “Pemerintah mesti membentangkan berbagai macam opsi, harus tegas serta konsekuen menangani risiko kebijakan yang diambilnya,” jelas Erani.

Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang sependapata dengan pandangan Erani Yustika. Edwin mengatakan, salah satu hal yang menjadi penyebab mengapa S&P melakukan koreksi atas outlook Indonesia dari positif menjadi stabil karena pemerintah belum mengambil keputusan terkait bahan bakar minyak (BBM). Hal ini menjadi sentimen pasar saham dari dalam negeri, selain menantikan kelanjutan emiten yang menerbitkan laporan keuangan kuartal pertama 2013.

“Akibat pemerintah yang plin-plan menangani kenaikan BBM, jadi penyebab mengapa S&P melakukan hal tersebut, bukan karena kondisi ekonomi yang memburuk,” urai Dia.

Plin-plannya pemerintah Indonesia mengenai kebijakan BBM tersebut, lanjut dia, terutama tentang jadi tidaknya kenaikkan harga, besarannya serta waktu kenaikan tersebut, akan mempengaruhi peringkat Indonesia lainnya. \"Kejatuhan IHSG berpeluang berlanjut jika pemerintah Indonesia tidak segera menaikkan harga BBM atau menurunkan subsidi BBM karena bukan mustahil bukan hanya outlook Indonesia yang diturunkan S&P menjadi stabil, tetapi credit rating Indonesia bisa juga diturunkan,\" paparnya.

Hal yang dikhawatirkan, imbuh dia, penurunan tersebut akan diikuti dua credit rating agency lainnya, yaitu Moody\'s & Fitch Rating. Karena itu, pemerintah seharusnya dapat segera memberi kepastian mengenai hal tersebut karena pelaku pasar masih dalam posisi wait and see.

Keluarnya informasi mengenai koreksi outlook oleh S&P inipun menjadi salah satu pendorong kejatuhan IHSG selama minggu lalu sebesar 53.03 poin atau sebesar 1.06%. Kejatuhan angka tersebut diiringi dengan aksi jual bersih (net sell) asing sebesar Rp 697.21 miliar sehingga selama 18 minggu, total aksi beli bersih (net buy) asing turun menjadi Rp 17.59 triliun.

Sementara pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya, Agustinus Prasetyantoko, menilai, rating dari S&P itu tidak akan banyak pengaruhnya. \"Karena itu baru hanya proyeksi (outlook). Lagipula S&P itu adalah lembaga rating yang paling pelit ketimbang Fitch dan Moody. Kedua lembaga ini sudah menaikkan rating Indonesia menjadi investment grade sejak lama,” jelasnya.

Kalau dilihat dari sisi kesempatan berusaha, menurut dia investasi yang akan masuk ke Indonesia masih akan banyak. \"Karena peluang pasar di sini masih tinggi. Kebijakan mengenai BBM itu memang menjadi catatan tersendiri, namun selama ini modal asing yang masuk tidak banyak ke sektor yang terkait BBM,” tutur Dia.

Untuk investasi di pasar modal, sambung Prasetyantoko, memang akan ada sedikit gejolak. \"Tapi itu masih akan naik lagi. Jadi saya kira perekonomian Indonesia masih akan tumbuh terus ke depannya,” katanya.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri menilai bahwa penurunan peringkat yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat hanya berdampak jangka pendek di finansial market Indonesia. Hal ini lantaran imbal hasil atau return investasi jangka panjang di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara lain. \"Imbasnya hanya jangka pendek saja,\" ucap Chatib.

Menurut dia, di tengah negara lain masih berjuang dengan pertumbuhan ekonomi yang terjun bebas karena krisis global, namun Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan 6,2%. Selain itu, angka inflasi juga masih stabil diangka perkiraan 4,5%. \"Angka investasi kuartal pertama sebenarnya masih tumbuh dengan 30%. Kalau bicara IHSG di level 5.000 adalah record tinggi. Jadi, saya tidak melihat dampak yang cepat akan sangat signifikan,\" tambahnya.

Namun demikian, penurunan tersebut juga harus disikapi dengan baik misalnya dengan mendorong reformasi ekonomi. \"Seperti isu mengenai bahan bakar minyak (BBM), pemerintah sedang mencoba menyelesaikan itu. Yang masih dibicarakan adalah mengenai mekanismenya,\" ujar Chatib.

Tak hanya reformasi ekonomi, namun juga reformasi birokrasi juga dipercepat agar dapat memudahkan para calon investor yang berniat berinvestasi di Indonesia. Chatib mencontohkan di BKPM telah melaksanakan reformasi birokrasi dengan memotong jumlah formulir yang disyaratkan. \"Kami sudah potong 38 form menjadi 15 form,\" kata Chatib.

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…