Peran Serikat Pekerja Bank dalam Pengawasan Internal Bank

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Prestasi perekonomian negara-negara Skandinavia masih jauh di atas Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang apalgi China. Secara pendapatan per kapita negara-negara ini memiliki kinerja yang lebih kinclong ketimbang negara-negara lainnya. Hal ini dapat terjadi karena peran perbankan yang sangat efektif dalam menyalurkan kredit ke sektor riil. Lihatlah, kolapsnya perbakan di Cyprus karena tidak akomodatif terhadap serikat pekerja. 

Selain itu, peran koperasi dan serikat pekerja juga sangatlah penting dan positif bagi keberhasilan pembangunan negara-negara Skandinavia. Serikat pekerja memainkan peranan yang sangat besar dalam menjaga kinerja perusahaan termasuk perbankan. Perbankan di Skandinavia memiliki kinerja pertumbuhan yang sangat positif dari total factor productivity-nya.

Tidaklah mengherankan jika indikator positif tersebut merupakan hasil positif dari keberadaan serikat pekerja di dalam bank. Sebaliknya di Amerika Serikat dimana peran serikat pekerja sangat minim di dalam perekonomian, perbankan mengalami krisis terbesar setelah depresi tahun 1930-an.

Bahkan, dalam pemilu presiden yang baru lalu, kapitalis keuangan di Amerika Serikat secara mayoritas memberikan dukungan dana bagi pesaing Obama yaitu Romney. Jelas sekali terlihat bahwa tata kelola internal bank di Amerika Serikat sangat tergantung kepada pemilik modal dan manajer bank.

Sementara itu, di Skandinavia, serikat pekerja diberdayakan dalam menciptakan budaya perusahaan yang secara positif menciptakan dukungan bagi pengawasan internal bank. Dengan demikian pengawasan bank secara internal tidak hanya mengandalkan kepada manajer bank dan pemilik bank tetapi juga seluruh karyawan bank.

Namun, jika serikat pekerja dilibatkan di dalam proses budaya bank yang mendukung pengawasan internal bank, maka kewenangan dari manajer bank dan pemilik bank untuk melakukan aktivitas usaha yang berisiko tinggi bagi perusahaan akan berkurang.

Dengan kondisi seperti ini, maka beban berat pengawasan akan berada pada pundak bank sentral. Permasalahannya, ada biaya yang sangat mahal jika itu sampai terjadi. Bini Smaghi (2000) memberikan beberapa bukti dengan data tentang 21 negara-negara industri dalam periode 1974-1990 yang mana bank sentral terlibat dalam pengawasan perbankan memberikan rata-rata tingkat inflasi yang lebih tinggi, bahkan setelah pengendalian terhadap tingkat independensi bank sentral.

Di Noia dan Di Giorgio (1999) memberikan bukti ekonometrik bahwa tingkat inflasi lebih tinggi dan lebih tidak stabil di negara-negara di mana bank sentral memiliki pengawasan yang bersifat monopoli.

Konflik kepentingan yang potensial membawa kita pada diskusi masalah insentif antara regulator terkait terhadap kekhawatiran karir mereka, akuntabilitas dan pemantauan tugas mereka, alokasi kontrol, insentif untuk menghasilkan informasi dan menangkap potensial. Pegawai negeri sipil dan birokrat memiliki tujuan mereka sendiri, dan mereka harus diberi insentif sehingga mereka melakukan tugas yang diberikan kepada mereka.

Reputasi mereka sebagai pengawas mungkin mempengaruhi kesempatan mereka untuk promosi atau pekerjaan di masa depan. PNS khawatir tentang karir profesional mereka mungkin gagal untuk mengambil keputusan itu, meskipun perlu, mempertanyakan kualitas pekerjaan mereka.

Jadi, misalnya, otoritas bertanggung jawab atas otorisasi dan pengawasan suatu entitas mungkin enggan untuk menerima bahwa suatu entitas harus ditutup karena penutupan akan mencerminkan ketidak-baikan atas kapasitas regulator.

Hasilnya mungkin menjadi pasif yang berlebihan dalam melakukan intervensi (Gale dan Vives (1993), Boot dan Thakor (1993)). Jika sebuah institusi ditugaskan dengan tugas yang bersifat pluralitas, maka insentif yang kuat tidak dapat diberikan. Karena, biasanya, hasil dari beberapa tugas dapat dinilai lebih baik daripada yang lain.

Dalam sebuah kasus penugasan berganda pemberian insentif mendistorsi upaya suatu badan terhadap kegiatan yang hasilnya kurang terukur (Holmstrom dan Milgrom (1991)). Kinerja sebuah lembaga dengan misi yang terdefinisi dengan baik, seperti pengendalian inflasi, dapat dinilai dan dikendalikan lebih mudah daripada sebuah badan yang tugasnya bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan perbankan.

Pada waktu yang sama dengan misi yang didefinisikan dengan jelas dan sempit birokrat memiliki insentif yang sesuai. Sebuah misi yang luas untuk sebuah lembaga akan membuat evaluasi pasar atas birokrat menjadi lebih sulit dan oleh karena itu memberikan mereka lebih sedikit insentif untuk mengerahkan usaha.

Persoalan ini dipersulit jika misi ini fuzzy (tidak jelas). (Lihat Dewatripont, Jewitt dan Tirole (1999a, b). Kelemahan pengawasan internal perbankan pada gilirannya justru akan menciptakan bukan hanya krisis perbankan baru tetapi juga inflasi di dalam perekonomian yang lebih tinggi. Dengan tingginya inflasi maka perekonomian akan cepat mengalami overheating yang pada gilirannya mengekang pertumbuhan perekonomian dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

Itulah yang pada akhirnya membedakan mengapa negara-negara Skandinavia memiliki perndapatan per kapita yang lebih tinggi ketimbang negara-negara lainnya, termasuk Amerika Serikat, karena pengawasan internal perbankan mereka dapat berjalan lebih efektif dengan adanya serikat pekerja. Sehingga, bank sentral tidak mengalami monopoli tunggal dalam pengawasan perbankan yang pada gilirannya mampu meniadakan overheating di dalam perekonomian! 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…