Aneh, Laporan Publikasi Bank Berbeda dengan BI

NERACA

Jakarta - Bank umum pada hakikatnya diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan publikasi ke BI dan mengumumkan via media massa kepada masyarakat secara bulanan, triwulanan, dan tahunan dalam rangka meningkatkan aspek transparansi kondisi keuangan bank serta mendorong terciptanya disiplin pasar.

Namun jika menyimak laporan keuangan sejumlah bank yang dipublikasikan di media massa per akhir Desember 2012, ternyata terdapat perbedaan angka yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan data Bank Indonesia (www.bi.go.id).

Misalnya data laba bersih Bank Mandiri dalam laman BI itu tercatat Rp 14,3 triliun. Angka ini berbeda dengan publikasi di media massa yang mencantumkan sebesar Rp 15,5 triliun, sehingga terjadi selisih secara material Rp 1,2 triliun.

Keuntungan bersih BRI di laman BI tercatat Rp18,1 triliun, tetapi di media terlihat Rp18,5 triliun, terjadi selisih sekitar Rp 400 miliar. Bank besar lainnya seperti BCA di BI tercantum Rp11,9 triliun, namun pemaparan di media Rp11,7 triliun.

Laba bersih Bank Danamon tercantum di laman BI Rp3,2 triliun, tetapi di surat kabar terlihat Rp4,0 triliun. Hanya laba bersih BNI yang memperlihatkan angka yang sama baik di laman BI maupun di media cetak yaitu sebesar Rp 7,1 triliun.

Tak Boleh Terjadi

Menurut pengamat ekonomi Indef Prof Dr  Didiek J. Rachbini, perbedaan data laporan keuangan  yang dipublikasikan oleh BI dengan yang disampaikan ke media perlu dilihat terlebih dahulu jenis laporannya. \"Yang lebih dulu melapor ke siapa dulu, kalau melapor ke publik terlebih dahulu lalu dilaporkan ke BI, seharusnya tidak ada perubahan,\" ujarnya kepada Neraca, Selasa (23/4).

Namun, Didiek menduga kalau perbankan lebih dahulu melaporkan ke BI lalu baru melaporkan ke publik maka ada sesuatu yang berubah. \"Mungkin saja perbankan ingin bagus dimata publik maka laporan keuangan di \"make-up\" agar terlihat mentereng dimata publik sehingga publik melihat bahwa kinerja perbankan terus mengalami peningkatan,\" tambahnya.

Meski terjadi perbedaan dalam laporan keuangan, kata dia, namun hal ini tidak boleh terjadi. Apalagi terjadi pada setiap bank yang ada di Indonesia. \"Harusnya antara yang dilaporkan ke publik dan dilaporkan ke masyarakat itu sama dan tidak ada yang berbeda. karena dengan begitu, publik bisa melihat kinerja dari suatu perbankan tanpa di \"make-up\",\" ujarnya.

Pengamat perbankan FEUI Aris Yunanto mengatakan, bank-bank tidak boleh membuat dua versi laporan keuangan, seperti membedakan mana laporan keuangan untuk publik dan BI.

“Saya belum lihat lebih jauh, jadi saya tidak tahu apa penyebabnya dan motivasi bank yang bersangkutan membuat dua versi laporan keuangannya. Tetapi yang jelas, berbeda ya itu tidak dibolehkan,” ujarnya.

Untuk itu, jika terdapat perbedaan, menurut dia, BI harus melakukan pengecekan akan kebenaran data tersebut. Setelah itu BI harus melakukan investigasi terhadap laporan keuangan tersebut.  

Tak hanya itu, BI juga harus menjelaskan ke masyarakat tentang perbedaan laporan yang di dipublikasikan ke masyarakat dengan yang dipublikasikan di BI. “Nah, di sini peran BI harus menjelaskan mana laporan keuangan yang dapat dipercaya,” ujar Aris.

Untuk itu, jika ada bank yang membuat laporan keuangan berbeda harus mendapat tindakan tegas dari BI, sehingga mekanisme perbaikan perbankan di Indonesia bisa dilaksanakan.”Bisa dengan memberi sanksi atau hal lain yg dianggap bisa membuat jera bank tersebut,” tegas dia.

Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/14/PBI/2012 tentang transparansi dan publikasi laporan bank, disebutkan antara lain tujuan dibuatnya peraturan itu agar sejalan dengan implementasi Basel II sesuai dengan perkembangan standar internasional dan standar akuntansi, memayungi beberapa kewajiban laporan, serta mengingatkan transparansi bank secara umum.

Selain laporan keuangan, secara triwulanan bank diwajibkan pula menyampaikan kepada BI laporan mengenai transaksi antara bank dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan laporan mengenai penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha dengan bank.

Dalam PBI tersebut juga disebutkan bahwa bank harus mempublikasikan beberapa laporan keuangannya seperti laporan tahunan, laporan keuangan publikasi triwulan, laporan keuangan publikasi bulanan, laporan konsolidasi, laporan publikasi lain.

Aris mengakui, BI mengeluarkan peraturan tersebut karena ingin mengurangi segala bentuk kecurangan-kecurangan yang mungkin akan dilakukan oleh bank umum. Dengan adanya transparansi ini BI akan dengan mudah mengawasi bank. “Dengan adanya peraturan ini menguntungkan bagi para nasabah bank, karena nasabah juga dapat mengawasi bank tempat mereka menyimpan uangnya sendiri,” ujarnya. bari/iqbal/ahmad

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…