Ketika Dunia Usaha dan Pemerintah Bersinergi - Tingkatkan Daya Saing di Kancah AEC

NERACA

Jakarta – Memasuki tahun politik, sebagian pelaku dunia usaha lebih bersikap wait and see untuk menggenjot ekspansi bisnisnya. Hal ini dilakukan sebagai cara aman, jika gejolak politik nasional nantinya membawa dampak negatif bagi perekonomian dalam negeri dan terlebih ditengah perlambatan ekonomi global. Kendatipun demikian, umumnya para pelaku pasar masih tetap optimis jika pertumbuhan ekonomi tetap tumbuh ditahun politik. Hal ini didasarkan karena pengalaman tahun sebelumnya membuktikan roda perekonomian tetap berjalan ditengah hajat politik pemilihan presiden dan wakil presiden.

Pengalaman kesuksesan pemilu sebelumnya yang berjalan aman, menjadi keyakinan bagi pelaku usaha bila momentum politik tidak akan menjadi hambatan dunia usaha, terlebih saat ini masyarakat Indonesia sudah cerdas dalam berpolitik sehingga tidak mudah terprovokasi. Walaupun demikian, tahun politik tetap saja menjadi sorotan para pelaku usaha karena biasanya, roda pemerintahan sudah tidak berjalan efektif lagi akibat kesibukan para menteri ataupun pejabat pemerintah yang menjabat pengurus partai politik lebih sibuk menggalang suara untuk pemenangan pemilu 2014 nanti, ketimbang mengurusi program kerja Kementerian.

Hal ini pula yang diakui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menurutnya, tidak mudah mengelola perekonomian Indonesia di tahun-tahun ini  terutama karena pengaruh politik dan faktor eksternal, “Di satu sisi, kita harus jaga perekonomian kita, disisi lain harus kelola politik dalam negeri karena memang ada kaitannya dengan penyukseskan pembanugnan ekonomi,\"kata Presiden.
Oleh karena itu, Presiden mengatakan pada tingkat perencanaan dan tingkat kebijakan dasar pilihan kebijakan sampai dengan tingkat RKP dan APBN  juga harus benar.\"Kalau itu benar semuanya maka kalau  ada dinamika kita bisa kelolanya seraya tetap fokus pada pencapaian sasaran baik tahun 2013 dan 2014 mendatang,\"ujarnya.
Selain itu, Presiden juga memerintahkan seluruh jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II untuk menjaga perekonomian negara. Pasalnya, dua tahun ini merupakan pembangunan ekonomi yang paling penting dan menentukan bagi Indonesia. Seperti diketahui, resesi ekonomi dunia masih akan terjadi. Oleh karena itu, situasi seperti ini akan memberikan tekanan yang nyata bagi perekonomian negara. Utamanya pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sejatinya pelaksanaan demokrasi harus sejalan dengan laju pembangunan ekonomi dalam negeri, karena keduanya mempunyai tujuan yang sama membawa kesejahteraan bagi rakyat dan tidak pernah bersebrangan. Makanya, menjaga stabilitas perekonomian ditengah tahun politik tidak hanya menjadi tugas pemerintah sebagai pengelola negara, namun juga peran aktif dunia usaha. Tentunya keyakinan pelaku usaha lokal mampu menjalankan bisnisnya ditengah tahun politik akan memberikan pengaruh positif terhadap investor asing untuk tetap menanamkan modalnya di Indonesia, bahwa tahun politik menjelang pemilu dipastikan tidak akan menghambat dunia usaha atau perekonomian dalam negeri.

Menjaga Stabilitas
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari mengajak seluruh pengusaha muda untuk berperan dalam menjaga stabilitas nasional menjelang pemilu 2014 dan menyambut ASEAN Economic Community (AEC) 2015, “Sebagian kecil masyarakat sangat mudah terpancing emosinya dan mudah terprovokasi. Padahal, dalam waktu singkat, kita senang atau tidak senang, siap atau tidak siap akan kita hadapi pesta demokrasi dan AEC 2015,\" ujarnya.

Termasuk rencana kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah, kata Raja, ini menjadi tantangan Indonesia untuk tidak terjebak menjadi komoditas politik yang mengganggu stabilitas nasional. Karena itu, pelaku usaha harus cerdas melihat momentum tersebut dan tidak terjebak pada komoditas politik tersebut. Pasalnya, tantangan dunia pelaku usaha tidak hanya mempersoalkan dampak kenaikan BBM tetapi bagaimana menjaga eksistensi usahanya dan daya saing ditengah era perdagangan bebas menyambut AEC.

Kata Raja, era perdagangan bebas sudah di depan mata dan Indonesia tidak bisa lari dari konsekuensi tersebut. Maka mensiasatinya adalah bagaimana, pelaku usaha dalam negeri mempersiakan diri menghadapi AEC yang menyangkut harkat dan martabat bangsa. Selain itu, bagaimana menciptakan daya saing agar tidak terlindas dengan pelaku usaha negara lain. Pelaksanaan ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015, tinggal menunggu waktu saja. Penerapan AEC ini  tentu akan menimbulkan implikasi terhadap perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN. Terbukanya akses  ekonomi akan memunculkan persaingan di sektor usaha yang semakin tinggi.  Tidak hanya  bersaing di dalam negeri, pengusaha nasional juga  siap berhadapan langsung dengan mitra usahanya di tingkat regional

Kesiapan Matang
Menurut Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani, ketidak siapan dunia usaha menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN akan menjadi lonceng kematian bagi industri nasional. Oleh karena itu, kesiapan matang pemerintah menjadi keharusan untuk mampu menguasai pasar jelang AEC. Bagi Raja Sapta Oktohari, salah satu kunci keberhasilan Indonesia dalam menghadapi implementasi \"ASEAN Economic Community (AEC)\" adalah kemampuan pemerintah menjamin stabilitas keamanan di dalam negeri, “Stabilitas yang terjaga menjadi kunci utama Indonesia menghadapi AEC,\"ujarnya. Menurut Oktohari, sejauh ini kesiapan dunia usaha memasuki AEC sudah cukup bagus, tercermin dari sosialisasi yang dilakukan HIPMI terkait dengan kendala dan tantangan yang harus diatasi para pengusaha. Bahkan dirinya mengklaim, setidaknya kesiapan pelaku usaha sudah siap 85%. Walaupun demikian, masih ada waktu sekitar dua tahun untuk memperbaiki segala kekurangan-kekurangan dalam memaksimalkan daya saing produk dan jasa yang dihasilkan.
Dia menyampaikan, selama ini pelaku usaha mudah selalu optimistis dengan kemampuan bisnis bisa bersaing dengan negara lain di kawasan ASEAN. Kendatipun demikian, pihaknya tetap membutuhkan komitmen pemerintah terkait dengan payung hukum dalam melindungi pengusaha terutama aspek legalitas, aspek keamanan berbisnis, dan aspek pasar. Karena dengan payung hukum, diharapkan bisa ada keberpihakan pemerintah kepada pengusaha pemula yang merupakan cikal bakal enterperenuer dalam menghadapi persaingan global. Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu membuka pintu kerjasama atau kemitraan strategis BUMN dengan pengusaha nasional, sehingga tercipta daya saing yang lebih tinggi. Maka dengan demikian, tantangan menghadapi era pasar bebas AEC bukan lagi sebagai ancaman ekonomi tetapi menjadi peluang pasar untuk menjadi macam Asia. [Ahmad Nabhani]

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…