Kenapa Calon Investor Bank Mutiara Maju Mundur?

NERACA

Jakarta – Nasib Bank Mutiara sekarang tidak jelas. Beberapa waktu lalu pernah ada beberapa investor yang tertarik akan membeli sahamnya, lalu mundur tidak ada kabarnya. Begitu seterusnya, ada yang menawar lantas tidak jadi deal, kenapa alasannya juga tidak jelas.

Padahal, sesuai Undang-Undang LPS No. 24 Tahun 2004, Bank Mutiara harus dilepas minimal dengan harga penyelamatannya atau setara Rp 6,7 triliun pada tahun ini. Jika tak juga laku, bank tersebut harus dilepas dengan harga tertinggi tahun depan. Hingga September 2012, aset Bank Mutiara tercatat mencapai Rp 14,27 triliun. Sedangkan laba tahun berjalan Rp 143,5 miliar.

Sebab, sesuai pasal 42 UU tersebut, seluruh saham bank dalam penanganan wajib dijual LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan) paling lama tiga tahun sejak penanganan mulai. Jangka waktu penjualan dapat diperpanjang maksimal dua kali dengan masing- masing perpanjangan selama satu tahun.

Berawal saat pemerintah resmi mengambil alih lembaga keuangan yang dulu bernama Bank Century  itu pada 21 November 2008, kondisi bank memang benar-benar kolaps sehingga pemerintah mengucurkan dana talangan (bailout) Rp 6,7 triliun yang akhirnya menjadi kontroversi belakangan ini.

Ketika muncul penawaran kedua menyusul penawaran pertama pada November 2011.Saat itu terdapat sembilan investor yang mengajukan namun tidak ada yang memenuhi kualifikasi. Pemerintah pun telah mendorong bank pelat merah untuk memeluk erat Bank Mutiara. Tetapi, tidak ada yang berminat. Mengapa Bank Mutiara tidak laku pada penawaran pertama? Konon karena harga yang ditawarkan itu dianggap terlalu mahal.

Sesuai dengan UU LPS tersebut, tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana paling sedikit sebesar seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS.Apakah LPS dapat menawarkan harga yang lebih rendah pada penawaran selanjutnya?  Tidak. LPS baru boleh menawarkan dengan harga kurang dari harga tersebut setelah tahun kelima nanti.

Sejarah Bank Mutiara yang berasal dari hasil merger Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac ternyata memang runyam saat itu. Kemudian setelah “dipoles” dengan masuknya sejumlah bankir profesional di bawah kepemimpinan Maryono (sekarang Dirut BTN), tahap demi tahap kondisi bank terus membaik seperti terlihat pada kinerja September 2012 tersebut.

Menyimak peraturan Bank Indonesia (BI) tentang kepemilikan saham bank umum, ternyata memberikan pengecualian kepada bank yang sedang dalam proses penyehatan oleh LPS dan terkandung dana bailout pemerintah. Sementara, posisi Bank Mutiara sekarang terus menunggu investor yang berminat untuk membeli bank tersebut.

Hanya masalahnya, bila ada investor yang jadi deal membeli Bank Mutiara, tentu saja akan terkena peraturan BI mengenai kepemilikan saham tersebut. Peraturan BI pada intinya mewajibkan pemegang saham memiliki saham bank maksimal 40% untuk bank umum atau lembaga keuangan.

Meski BI memberi tenggat waktu selama 20 tahun bagi investor yang menjadi pemilik (baru) Bank Mutiara untuk menyesuaikan dengan aturan kepemilikan saham bank umum tersebut, tentu akan muncul pertanyaan,  apakah investor masih berminat membeli Bank Mutiara?

LPS sekarang kembali membuka proses penjualan Bank Mutiara. Ini ketiga kalinya eks Bank Century tersebut ditawarkan ke publik. Sebelumnya dua tahun berturut-turut bank gagal dilepas, bahkan pernah sebut-sebut ditawarkan ke bank BUMN, namun belum ada yang berminat.

Ekonom FEUI Aris Yunanto menilai wajar saja kalau hingga saat ini bank itu tidak laku-laku sejak dinyatakan akan dijual beberapa tahun lalu. Pasalnya, harga yang ditawarkan untuk sekelas Bank Mutiara itu terlalu besar.

”Ya, menurut saya, harga yang ditawarkan tidak strategis untuk sekelas Bank Mutiara, atau dengan kata lain harga penawaran itu overvalued. Apalagi, bank itu dulunya pernah memiliki kasus,” ujarnya kepada Neraca, Senin (15/4).

Karena itu, jika bank tersebut laku dijual di harga yang sekarang ditawarkan, dikhawatirkan akan menjadi justifikasi pemilik lama yang menyatakan bahwa bank yang mereka miliki dulu memiliki nilai setara dengan yang dikeluarkan pemerintah untuk dana bailout. ”Bahkan itu dapat mengundang pertanyaan orang awam,” tegasnya.

Memang, menurut dia, sebagai bank kecil mempunyai kelebihan seperti memiliki captive market. Maklum, sejak masih bernama Century, bank itu punya nasabah besar dengan dana besar.  

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menuturkan, bahwa salah satu alasannya adalah terkendala beban politik yang membayangi ex Bank Century  itu.  “Di dalam negeri, beban politik tahun ini masih terlalu besar, sebab jika KPK bisa menangani kasus Bank Mutiara, yang kemudian politiknya berakhir, baru prospeknya akan lebih baik,” ujarnya, kemarin.

Menurut dia, nilai penawaran Rp 6,7 triliun itu masih terlalu tinggi, ini juga salah satu alasan yang mengurungkan niat investor domestik untuk melakukan penawaran. “Harganya cukup tinggi Rp 6,7 triliun, setara dengan obligasi rekapnya, “ ujarnya. silke/ahmad/fba

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…