Sistem Pembayaran Pensiunan Belum Diubah

Beban Pensiun PNS Rp50 T

 Sistem Pembayaran Pensiunan  Belum Diubah

 Jakarta--- Pemerintah mengaku pembayaran pensiun PNS sangat memberatkan APBN.  Namun disisi lain pemerintah juga belum sanggup membayar pensiunan secara fully funded. Alasanya perlu mengubah sistem pemberian pensiun. Karena saat ini dana APBN untuk bayar pensiun terbatas.

"Belanja pegawai di APBN itu sebagian untuk membayar pensiun. Porsinya antara Rp 40-50 triliun kalau nggak salah per tahun. Masih lebih kecil dari bunganya," kata Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/6)

 Lebih jauh kata Agus, pembayaran pensiunan  rencananya akan segera direvisi dan mengarah pada pembayaran pensiun melalui sistem cicilan pensiun setiap bulan (fully funded).  Alasanya melalui sistem tersebut pemerintah wajib menyediakan iuran pensiun seluruh PNS, TNI/Polri sejak masuk menjadi pegawai hingga menyelesaikan tugasnya menjadi abdi negara.

 Dikatakan Agus, beban APBN terasa berat karena jumlah pegawai yang besar. Sehingga  harus ditanggung biaya asuransinya. "Pensiun itu menurut Peraturan Pemerintah-nya, arahnya ke fully funded, tapi melihat kondisi negara kita seperti ini, belum saatnya fully funded. Nah kalau diterapkan fully funded, itu artinya pemerintah kan mengiur. Ada kewajiban dari sejak tahun PP itu keluar, kalau dihitung sampai sekarang, jumlahnya ratusan triliun itu," jelasnya.

 Dengan sistem fully funded, pegawai yang ditanggung biaya pensiunnya tersebut perlu menyicil biaya pensiun yang cukup besar demi memenuhi kebutuhannya dan tanggungannya sejak memasuki masa pensiun. "Kalau mau fully funded harus iuran pasti. Tapi kalau mau manfaat pasti, gak bisa iuran pasti. Terlalu besar nanti iuran yang harus dibayar setiap bulannya oleh peserta," jelasnya.

 Oleh karena itu, Agus menyatakan sampai saat ini pemerintah masih menerapkan sistem pay as you go, yaitu penghitungan biaya pensiun secara keseluruhan sejak pegawai itu pensiun sehingga memberatkan anggaran setiap tahunnya atas biaya akumulasi pensiun pegawai yang pensiun pada tahun itu sampai tidak ada lagi tanggungan dari si pegawai.

 "Sebagian besar dunia yang bahkan lebih maju dari Indonesia pun masih menerapkan pay as you go. Jadi selama ini kita itu pay as you go, di-cover oleh APBN. Setelah pensiun umum 65 tahun, kemudian dia dapat klaim pensiun sebesar 75% dari gaji kasarnya. Sampai dia meninggal, kalau dia meninggal istrinya masih ada, istrinya melanjutkan. Kalau istrinya meninggal, anaknya masih kecil, anaknya ngelanjutin. Itu berapa puluh tahun lagi tuh, negara harus menanggung itu. Itu karena manfaat pasti, karena UU-nya mewajibkan seperti itu," imbuhnya.

 Sementara itu, Manager International NGO Forum on Indonesian Development (INDIP) Wahyu Susilo mengatakan tingkat rasio utang pemerintah sampai saat ini dinilai masih aman. Di mana debt to GDP memang turun, tapi nominal utang tetap meningkat.

"Pemerintah terus mengatakan rasio utang terhadap PDB (debt to GDP) terus merosot, tetapi nilainya terus melonjak," jelasnya.

 Menurut Wahyu, untuk sementara ini masyarakat masih agak tenang. "Karena pemerintah hanya sedikit berutang," ujarnya.

 Wahyu menambahkan saat ini pemerintah hendaknya fokus untuk memaksimalkan penyerapan sehingga akan mengurangi utang. "Penyerapan utang kan baru 20 persen, padahal kita harus terus membayar bunganya, jadi sangat mubazir dan pemerintah harus memperhatikan itu," tutur dia.

 Dia juga mengungkapkan, skema utang yang diterapkan pemerintah saat ini nampaknya tidak berjalan lancar. Pemerintah, kata dia, berniat untuk mengurangi asing lewat Surat Utang Negara (SUN) dari domestik namun kenyataan yang terjadi berbeda.

 "Tercatat di Kementerian Keuangan kepemilikan asing mencapai 70%-80%. Jadi mulai saat ini pemerintah harus berhemat dan memaksimalkan anggaran untuk proyek-proyek yang jadi prioritas," tukasnya.         **cahyo

BERITA TERKAIT

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…