Hilirisasi Industri Tambang - Praktisi Ajukan 10 Syarat Bangun Smelter

NERACA

 

Jakarta - Asosiasi Pertambangan Indonesia (Indonesia Mining Association/API-IMA) menilai untuk membangun pengolahan barang tambang (smelter), ada 10 syarat yang harus disiapkan oleh pemerintah.

Ketua IMA, Martiono Hadianto menyatakan 10 syarat ini belajar dari tumbuhnya industri smelter di China. Syarat pertama adalah kemudahan untuk akuisisi lahan tempat smelter. \"Sudah menjadi rahasia umum, di Indonesia setiap kali ada proyek di daerah tersebut harga tanah melonjak mahal,\" katanya, di Jakarta, Rabu (10/4).

Syarat kedua dan ketiga adalah biaya yang murah untuk rekayasa kontruksi serta peralatan konstruksi smelter harus dapat disuplai dari domestik. Menurutnya, untuk membangun smelter di Indonesia saat ini masih tergantung dari kontraktor luar negeri serta impor barang-barang produksi.

Syarat keempat adalah kemudahan akses pembiayaan yang super murah. Untuk membangun satu smelter dibutuhkan investasi US$1,2-2 miliar. Sedangkan bank domestik saat ini hanya mampu memberikan pinjaman US$200 juta per proyek.

Syarat kelima adalah membutuhkan upah buruh yang murah untuk membangun dan mengoperasikan smelter. Sedangkan syarat keenam adalah dibutuhkan pertumbuhan domestik yang tinggi untuk hasil produk smelter.

Syarat selanjutnya adalah membutuhkan infrastruktur yang menunjang smelter, dari pelabuhan, kereta agar investasi smelter tidak terlalu besar. Pasokan listrik yang besar, stabil dan murah juga dibutuhkan untuk menekan biaya operasional smelter agar dapat bersaing.

Syarat kesembilan dan kesepuluh adalah persyaratan lingkungan yang harus diperlonggar dan pengurangan dana CSR karena membangun smelter membutuhkan dana besar dalam jangka panjang.

Pemerintah China, katanya, telah melaksanakan 10 syarat tersebut dan hasilnya saat ini di China berkembang industri smelter. \"Dari 10 syarat tersebut, baru syarat upah buruh murah yang tersedia di Indonesia,\" katanya.

Tak Boleh Diundur

Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersikeras semua harus berjalan sesuai amanat undang-undang yang ada. Tak boleh ada pembangunan smelter yang mundur dari 2014 kendati waktu yang tersisa tinggal sembilan bulan lagi.

\"ESDM menekankan bahwa kebijakan pembangunan smelter di dalam negeri harus berjalan. Kalaupun ada yang tidak bisa membangun pada tahun depan akan kita lihat masalahnya,\" kata Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara ESDM Harya Adityawarman.

Pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian tembaga kerap terkendala dengan alasan tidak ekonomis. Harya menuturkan, mengenai ini harus dilihat secara jelas alasannya. Dengan kata lain, asumsi ekonomis atau tidak harus dinilai melalui sudut pandang yang sama antara pemerintah dan pengusaha.

Menurut dia, semestinya pengusaha siap untuk memenuhi kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri tersebut. Sebab kebijakan ini bukan diputuskan tetiba oleh pemerintah melainkan berlaku sejak tahun 2009 yakni ketika UU Minerba pertama kali diundangkan. \"Ini sudah diperintahkan sejak UU terbit. Kalau kita begini terus nanti tidak akan ada smelter yang dibangun. Kalau pasokannya diekspor terus, bagaimana mau membangun smelter?,\" ujar Harya.

Pengolahan dan pemurnian hasil tambang mentah di dalam negeri mulai tahun depan pada prinsipnya adalah dimulainya pembangunan smelter bukan mulai beroperasinya smelter. Pemerintah tak akan merevisi UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) terkait kewajiban pengusaha membangun pabrik pengolahan atau \"smelter\" hasil tambang paling lambat tahun 2014.

Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan, kewajiban tersebut bukan berarti \"smelter\" sudah harus berproduksi pada 2014. \"Tahun 2014 itu artinya \'smelter\' dimulai proses pembangunannya dan bukan mulai produksinya,\" kata Thamrin.

Oleh karena itu, lanjutnya, ia menolak jika dikatakan target kewajiban pembangunan \"smelter\" bakal gagal. \"Tahun 2014 itu artinya akan dibangun Smelter. Pasal 170 UU Minerba menyebutkan, pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU diberlakukan.Dengan UU Minerba diundangkan pada 12 Januari 2009, maka paling lambat 12 Januari 2014 atau tinggal sembilan bulan lagi, perusahaan tambang terkena kewajiban tersebut.

Pabrik smelter berkadar rendah merupakan industri pionir, sehingga perlu mendapatkan insentif perpajakan. Hasil kajian lembaga afiliasi penelitian dan industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB) memang merekomendasikan adanya insentif pajak.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…