Setiap Tahun - Ekspor Biji Pala ke Eropa 30 Juta Euro

NERACA

 

Jakarta -  Direktur Standardisasi Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak mengatakan bahwa ekspor biji pala Indonesia ke Uni Eropa mencapai 30 juta euro pertahun. Bahkan menurut dia, sebagian besar biji pala yang beredar di Uni Eropa adalah berasal dari Indonesia. “Ekspor biji pala Indonesia ke Uni Eropa mencapai 30 juta euro,” ungkap Nus ketika di temui usai menghadiri acara kerjasam Indonesia dengan Uni Eropa di Jakarta, Selasa (9/4).

Ia menjelaskan bahwa sebagian besar biji pala yang ada di Uni Eropa tersebut berasal dari Indonesia. “Hampir 80% biji pala di uni eropa berasal dari Indonesia,” katanya. Nus juga menjelaskan bahwa pemerintah terus bekerjasama dengan EU untuk mengembangkan produk-produk yang akan di ekspor ke EU. Salah satunya adalah melalui pengujian aflatoxin pada biji pala, sebab pada beberapa bulan yang lalu terjadi penolakan terhadap tanaman rempah asal Indonesia yaitu biji pala lantaran ada kandungan aflatoxin.

Menurutnya, Uni Eropa telah memberikan dukungan kepada Indonesia untuk melakukan pengujian terhadap biji pala tersebut. “Ekspor biji pala Indonesia ke Uni Eropa cukup besar jumlahnya. Maka dari itu, mereka ingin agar produk dari Indonesia bebas dari kandungan-kandungan yang berbahaya sehingga nantinya bisa memudahkan ekspor Indonesia ke Negara manapun,” tambahnya.    

Sementara itu, Direktur Mutu dan Standarisasi Kementerian Pertanian Gardjati Budi menjelaskan bahwa biji pala merupakan tanaman tropis yang menjadi sumber pendapatan penting bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produksi pala terkonsentrasi di tiga wilayah yaitu Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara. Sekitar 52.000 keluarga petani secara langsung terlibat dalam pertanian pala. “Dengan permintaan global produk pala ini membuka kesempatan besar bagi perluasan sector ini sehingga menciptakan lebih banyak tenaga kerja,” tambahnya.

Lebih lanjut lagi dikatakannya, kerjasama proyek antara pemerintah dengan Eu adalah insitaif yang praktis dengan didukung dari program Trade Support Programme (TSP) II. Kegiatan itu sendiri, kata dia, dilakukan dengan melibatkan perwakilan dari kementerian pertanian, laboratorium uji pala, dan petani untuk memperbaiki cara penanganan pala mulai dari proses produksi sampai distribusi. “Kami yakin kerjasama ini akan menjamin mutu pala yang tinggi. Peluang peningkatan ekspor ke pasar uni eropa akan lebih ditujukan kepada konsumen berpenghasilan tinggi,” tambahnya.

Ekspor Ditolak

Sejak tahun 2009, tambahnya, ekspor pala Indonesia ke Uni Eropa sudah ditolak 21 kali. Penolakan itu terjadi karena buah pala RI dituduh terkontaminasi aflatoksin, racun yang berasal dari jamur yang tumbuh pada pala dan merupakan penyebab kanker. \"Zamannya memang sudah beda. Sekarang konsumen luar negeri sangat peduli soal kesehatan. Dulu aflatoxin itu mungkin sudah ada, tetapi baru sekarang kesadaran konsumen meningkat dan mempersoalkan itu,\" kata Gardjita Budi.

Persoalan ini, kata Gardjita, menjadi heboh karena Indonesia merupakan eksportir pala terbesar dunia. Indonesia menguasai 75% pangsa pasar global dan pemasok paling signifikan (80% dari total impor) ke pasar Uni Eropa.

Gardjita menambahkan, penurunan ekspor ke UE akibat penolakan ini memang tidak terlalu besar. Namun, kata dia, hal ini bisa menjadi warning, karena bisa menjalar pada produk-produk lain. Saat ini, dengan bantuan dari Uni Eropa, Pemerintah telah melakukan penanganan atas masalah ini dengan membuat percontohan pada petani pala dengan harapan meningkatkan mutu di semua titik  rantai pasok produksi pala. \"Pada tahap pertama kita fokus di tiga propinsi penghasil utama pala yaitu Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara. Kita mendirikan lab di sana. Penanganan harus dilakukan sejak di kebun sampai menjadi produk akhir,\" kata Gardjita.

Garjita berharap dalam dua tahun ke depan hasil dari penanganan ini sudah akan terlihat. Bila produk pala Indonesia berhasil lulus melewati ujian ini, ia yakin model penanganan yang dilakukan ini dapat diterapkan pada produk lain yang menghadapi masalah serupa. Sebelum ini, berdasarkan analisis yang dilakukan UE, kadar aflatoksin pada buah pala RI berkisar 6,4 ug/kg untuk B1 aflatoksin dan 10,1-140 ug/kg total aflatoksin. Ini  melampaui batas yang diperbolehkan yaitu 5 ug/kg untuk aflatoksin total.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…