Kawasan Industri Terkendala Minimnya Investasi

 

NERACA

 

Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai pembangunan dan pengembangan kawasan industri di daerah masih terkendala investasi. “Selama ini, keinginan pemerintah daerah (pemda) untuk mengembangkan pusat industri di wilayahnya masing-masing cukup besar, namun masih terhambat dengan investor yang mau berinvestasi. Pengembangan pusat-pusat industri harus dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan industri nasional,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pengembangan dan Perwilayahan Industri Kemenperin, Dedy Mulyadi, di Jakarta, Senin (8/4).

Dalam membangun kawasan industri, menurut Dedy, membutuhkan dana yang sangat besar dan melibatkan investor dari dalam maupun luar negeri. “Untuk membangun kawasan industri, dibutuhkan lahan minimal 1.000 hektare, termasuk infrastruktur pendukung. Bahkan, areal lahan 1.000 hektare masih harus ditambah dengan lahan sekitar 200.000-300.000 meter persegi untuk membangun fasilitas umum di lingkungan industri tersebut,” paparnya.

Agar pembangunan kawasan industri yang terintegrasi dapat terealisasi, lanjut Dedy, pemerintah di daerah harus bisa merayu investor besar dan memiliki dana yang cukup besar. “Daerah jangan hanya berupaya memperbanyak pembangunan pabrik, tapi juga kawasan industri yang terintegrasi dengan melibatkan para investor besar,” ujarnya.

Sebelumnya Dedi juga mengungkapkan kalau sampai saat ini peran Pemerintah Indonesia dalam pengembangan lahan kawasan industri minim dibandingkan dengan peran sektor swasta. Salah satu dampaknya, sukar mengatur stabilitas kenaikan harga tanah yang kerap membebani investor ketika masuk ke kawasan industri. ”Pada kondisi mekanisme pasar, sulit bagi pemerintah untuk mengatur sepenuhnya harga tanah di kawasan industri karena hal tersebut terkait dengan penawaran dan permintaan,” kata Dedi.

Pemerintah dan Swasta

Pola pengembangan kawasan industri di Indonesia, yang saat ini 6% dilakukan oleh pemerintah dan 94 % lainnya peran swasta. Kondisi tersebut berbeda dengan beberapa negara Asia lainnya. Sebagai perbandingan, mengutip ULI (1975) dan Dirdjojuwono (2004), sebanyak 78 % pengembangan kawasan industri di Malaysia dilakukan pemerintah dan 22 % swasta. ”Di Jepang proporsinya 85 % pemerintah dan 15%  swasta,” kata Dedi.

Korea Selatan 70 % pemerintah dan 30 % swasta, Taiwan 90 % pemerintah 10 % swasta, serta Singapura 85 % pemerintah dan 15 % swasta. Persentase tersebut menyatakan kontribusi dalam bentuk penanaman modal. Dedi mengatakan, peran pemerintah dalam menyediakan lahan kawasan industri di Indonesia harus ditingkatkan lagi seperti masa-masa awal pembangunan kawasan industri.

Sebagai gambaran, pemerintah pusat hingga tahun 1989 aktif menginisiasi pembangunan kawasan industri seperti di Pulogadung, Jakarta. Selain itu juga pembangunan kawasan industri di Medan, Semarang, Surabaya, dan Makassar.

Dedi mengatakan, proyeksi kebutuhan lahan kawasan industri adalah 12,5 hektar (ha) untuk investasi senilai Rp 1 triliun. Proyeksi ini didasarkan data tahun 2011, ketika penjualan lahan kawasan industri mencapai 1.247,84 ha sementara total investasi penanaman modal asing maupun dalam negeri sektor industri senilai Rp 99,64 triliun.

Total luasan lahan kawasan industri yang tersisa hingga sekarang 7.911.98 ha. Sementara itu proyeksi kebutuhan lahan kawasan industri tahun 2013 seluas 2.372,59 ha. Kebutuhan lahan kawasan industri untuk mengiringi masuknya investasi di tahun 2014 diproyeksikan 2.847,10 ha, dan di tahun 2015 seluas 3.416,53 ha. Akibatnya, tanpa ada penambahan kawasan industri baru maupun perluasan dari yang sudah ada, maka persediaan kawasan industri akan habis.

Kondisi tersebut akan berdampak mendorong kenaikan harga lahan di kawasan industri. Hal tersebut berpotensi mengurangi daya saing kawasan industri di Indonesia. Menurut Dedi, pengembangan kawasan industri baru perlu didorong, baik di koridor ekonomi Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan di koridor ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku.

Sementara itu,Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia menilai terdapat tiga kendala utama yang menghambat pembangunan kawasan industri di Tanah Air. Demikian diungkapkan Ketua Kehormatan HKI Indonesia, Halim Shahab.

Buruknya tata ruang menjadi penyebab pertama kendala pembangunan kawasan industri. Menurut Halim, hal ini dapat terlihat dari dominasi kawasan industri yang berada di utara Jawa Barat. Padahal, daerah-daerah itu dikenal sebagai daerah yang subur dan cocok untuk pertanian. \"(Tata ruang) saat ini kacau. Padahal sebenarnya ini yang paling utama,\" ujar Halim.

BERITA TERKAIT

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…

BERITA LAINNYA DI Industri

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…