Aset Bank Saudara Tumbuh 49,85% - Sepanjang 2012

NERACA

Jakarta – PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk atau Bank Saudara, per Desember 2012, berhasil mencatatkan pertumbuhan aset sebesar Rp7,62 triliun, atau naik 49,85%, dari jumlah Rp5,09 triliun di periode sama 2011. Pertumbuhan aset perseroan ini didorong oleh tingginya kenaikan penyaluran kredit dan meningkatnya dana pihak ketiga (DPK).

“Pencapaian ini sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam visi pertumbuhan 123 atau ‘satu tujuan untuk mencapai dua digit triliun aset dalam tiga tahun’. Program ini tujuannya untuk meningkatkan skala bisnis Bank Saudara dari bank berskala menengah-bawah menjadi bank menengah-atas, dengan tetap memegang teguh asepek growth and Quality,” jelas Yanto M. Purbo, Direktur Utama Bank Saudara, ketika ditemui usai RUPST dan RUPSLB Bank Saudara Tahun Buku 2012, di Jakarta, Selasa (2/4).

Dia juga mengatakan bahwa visi pertumbuhan tersebut mulai dicanangkan pada 2011 lalu, maka di 2012 sudah diusahakan pertumbuhan aset hampir menyentuh Rp10 triliun atau dua digit. “Sementara di 2013 ini, aset kita ditargetkan mencapai lebih dari Rp10 triliun, atau tepatnya Rp10,016 triliun,” imbuhnya.

Kemudian untuk laba bersih tercatat Rp118,84 miliar sampai akhir 2012, tumbuh 31,99%, dari jumlah di periode sama 2011 sebesar Rp90,04 miliar. Sementara untuk perolehan DPK yakni sebesar Rp6,23 triliun, meningkat 34,34%, dari Rp4087,99 triliun di akhir 2011. Lalu, penyaluran kredit tercatat sebesar Rp5,26 triliun, tumbuh 36,48%, dari Rp3,34 triliun di periode sama 2011. “Pada RBB (rencana bisnis bank), kami menargetkan penyaluran kredit sebesar Rp7,92 triliun. DPK ditargetkan menjadi Rp8,24 triliun,” ujarnya.

Sementara Direktur Bisnis Bank Saudara, Denny N. Mahmuradi, menerangkan bahwa komposisi penyaluran kredit perseroannya lebih banyak ke sektor ritel konsumtif sebesar 70%, 20% ke sektor UMKM, dan sisanya untuk kredit back-to-back dan korporasi.

“Kredit kita terbesar ada di kredit pensiunan, kemudian kredit kepada karyawan. Untuk bisnis lebih enak ini, karena lebih akurat (hasilnya). Pokoknya kita ini spesialisasi kredit yang potong gaji. Dari situ komposisinya 40% untuk (kredit) pensiunan dan 30% untuk (kredit) karyawan,” tuturnya.

Untuk kredit karyawan tersebut, memang Denny bilang bahwa Bank Saudara bekerja sama dengan sejumlah perusahan yang prinsipnya potong gaji. “Jadi harus ada kesepakatan setiap gajian dipotong untuk cicilan,” imbuhnya.

Dalam menyalurkan kredit UMKM, Bank Saudara lebih mendasarkannya pada plafon kreditnya, bukan berdasarkan omzet yang akan lebih repot mengklasifikasinya. Jadi kredit sampai Rp50 juta itu termasuk kredit usaha mikro, sampai Rp500 juta itu termasuk kredit usaha kecil, dan sampai Rp5 miliar itu kredit usaha menengah.

“Untuk proporsinya memang tetap 20% dari total portofolio kredit, sesuai aturan BI, karena kita managing risk-nya di sana. Kita lumayan banyak memberikan kredit di BPR dan multifinance, dan yang kita berikan lebih banyak kredit executing. Totalnya ada sekitar 30 mitra (BPR dan multifinance). Koperasi sudah ada beberapa, tapi belum banyak,” ungkapnya.

Total nasabah kredit keseluruhan Bank Saudara ada sekitar 200 ribu nasabah. “Dan NPL gross kami 1,99%, sementara NPL nett-nya 0,6%. Kredit macet itu asalnya mix ya, ada dari (kredit) UMKM, di (kredit) pensiunan ada, dan di (kredit) karyawan juga ada,” ucapnya.

Sedangkan untuk kredit korporasi besar, Bank Saudara selama ini memang belum bergerak di sana. Karena, kata Denny, core business mereka bukan di sana. Tapi untuk korporasi, terutama yang masih satu grup, seperti Medco, bisa diberikan kredit back-to-back karena lebih aman dan dikecualikan dari Batas Maksimal Pemberian Kredit (BPMK).

“Contohnya Medco yang corporate tapi dia adalah grup kita. Kalau grup kena BMPK, tapi kalau back-to-back akan dikecualikan. Sebetulnya proporsi (kredit back-to-back) itu juga tidak terlalu besar. Itu juga termasuk yang pengurus, contoh ada direkturnya grup yang pinjam ke kita dengan jaminan deposito. Fokus kami mmg msh di ritel,” terangnya.

Oleh karena Bank Saudara memang lebih fokus kepada sektor ritel, maka perseroan tersebut menyetujui diakusisi oleh Woori Bank Korea yang juga memiliki PT Bank Woori Indonesia, yang lebih banyak bergerak di sektor korporasi. Di sini mereka membeli 25,65% saham milik Arifin Panigoro dan 7,35% saham milik PT Medco Intidinamika sehingga berjumlah 33%. “Proses akuisisi ini masih berlangsung, dan sedang dalam proses memperoleh persetujuan BI juga,” pungkasnya. [ria]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…