UU PENGADAAN TANAH HINGGA ATURAN EKSPLORASI - Regulasi Biang Kerok Jebloknya Produksi Migas

NERACA

Jakarta - Nafsu besar tenaga kurang. Itu ungkapan paling pas untuk menggambarkan syahwat pemerintah menambah kapasitas produksi minyak dan gas nasional. Sayangnya, nafsu besar itu sulit direalisasikan akibat banyaknya regulasi buatan pemerintah justru menjegal mimpi menaikan lifting minyak dan gas.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Dari negara pengekspor minyak, kini Indonesia menjadi negara pengimpor minyak. Untuk urusan gas malah lebih parah, sudah mengekspor gas ke China dengan harga murah, kebutuhan gas di dalam negeri tak cukup terpenuhi.

Dalam satu dekade terakhir target produksi minyak Indonesia (lifting) tidak pernah mencapai target. Malah produksi minyak mentah Indonesia terus merosot. Pemerintah beralasan itu disebabkan oleh sumur yang sudah tua.

Bahkan, lifting minyak gagasan DPR sering meleset dari target, seperti target APBN yang mencapai 900 ribu Barel per hari, Namun hanya tercapai sekitar 830 ribu barel per hari.

Target lifting yang saat itu berhasil melampaui asumsi setelah dilakukan revisi di APBNP hanya pada 2008 yakni sebesar 936 ribu barel per hari dari target yang ditetapkan sebesar 927 ribu per hari.

Sementara pada tahun 2005, meski saat itu dilakukan dua kali revisi namun realisasi lifting masih belum dapat tercapai. Revisi tersebut adalah 1.125 juta barel per hari di APBNP-I dan 1.075 juta barel per hari namun pada kenyataannya lifting hanya mencapai 1.003 juta barel per hari.

Dengan kondisi tersebut, tak heran kalau pemerintah lantas menargetkan pemboran 2.000 sumur minyak dan gas sepanjang tahun 2013 demi mendongkrak produksi dan cadangan. Target pemboran guna meningkatkan kinerja hulu migas merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2012 tentang peningkatan produksi migas nasional sebesar 1 juta barel per hari pada 2014.

SKK Migas sendiri telah menetapkan 2013 sebagai Tahun Pemboran. Target pemboran yang ditetapkan lebih dari 2.000 sumur dengan perincian 258 sumur eksplorasi, 1.178 sumur pengembangan dan 1.094 sumur kerja ulang. Penetapan tersebut merupakan bagian dari rencana pencapaian target produksi minyak nasional pada 2013 sebesar 830.000 BOPD.

Berdasarkan data dari SKK Migas, cadangan minyak dan gas bumi Indonesia sebesar 3,59 miliar barel. Jika tanpa upaya penambahan cadangan melalui kegiatan pemboran, maka cadangan yang ada sekarang diprediksi dapat habis dalam 11 tahun ke depan.

Hanya saja, niat mendorong pemboran ribuan sumur baru ternyata terganjal sendiri oleh berbagai regulasi buatan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Rovicky Dwi Putrohohari, mengatakan bahwa produksi minyak menurun karena dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. “Seharusnya regulasi industri migas menjadi penentu produksi migas dalam negeri,” ujarnya, akhir pekan lalu.

Menurut Rovicky, regulasi juga dapat mempengaruhi iklim investasi dan implikasi kediatan produksi industri migas tersebut. Bukan hanya regulasi, lanjutnya, industri migas hanya fokus pada produksi saja, dan tidak terus mengeksplorasi wilayah baru. “Selalu mengutamakan produksi, tanpa ada eklporasi lebih lanjut, yang utama itu ya produksi,” ujarnya.

Contoh nyata dari ganjalan regulasi terhadap upaya menaikan produksi migas diungkap oleh Manager Humas PT Pertamina EP, Agus Amperianto. Menurut dia, kebijakan untuk mendorong pembukaan sumur kigas baru justru terhadang aturan pembebasan lahan seperti yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum Untuk Pembangunan.

Agus mencontohkan pasal 7 ayat (2) UU Pengadaan Tanah yang menyebutkan bahwa bahwa pembebasan lahan untuk kepentingan pengeboran migas diselenggarakan berdasarkan rencana strategis dan rencana kerja instansi yang memerlukan tanah. Dalam praktiknya, berdasarkan aturan teknis dari UU Pengadaan Tanah, tahapan untuk membebaskan sebidang tanah di atas 1 hektar dibutuhkan waktu yang panjang, mencapai 583 hari kerja atau lebih dari dua tahun.

Pertamina EP, menurut Agus, sangat terhambat akibat adanya peraturan UU Pengadaan Tanah itu. Berbagai rencana pemboran di 2013 kemungkinan besar akan batal. “Pertamina EP menargetkan pemboran lebih dari 300 sumur. Jika kita mengikuti regulasi yang ada, maka sumur-sumur tersebut baru bisa kita bor paling cepat 2015. Sehingga, komitmen 2013 sebagai tahun pemboran tidak bisa terwujud,” katanya.

Dia mengungkap, pada 2013 Pertamina EP menargetkan produksi minyak 137.181 barel per hari dan gas sebesar 1.160 juta standar kaki kubik per hari. Pencapaian target tersebut, diupayakan melalui strategi optimasi produksi yang diantaranya adalah kegiatan pemboran.

Dia menyebut, sebagai perusahaan yang bergerak di industri hulu migas, Pertamina EP mengharapkan pemerintah dapat segera menyikapi hal ini dan menerbitkan ketentuan yang kondusif serta mendukung target peningkatan produksi dan cadangan migas Indonesia. “Regulasi yang ada saat ini justru kontraproduktif,” tegasnya.

Meski begitu, Agus mengaku Pertamina EP tetap akan menjawab tantangan SKK Migas dengan kegiatan upstream yang lebih agresif, dan melaksanakan sebanyak-banyaknya kegiatan pemboran.

“Namun dengan adanya ketentuan pengadaan tanah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2012 ini, maka sudah pasti sasaran produksi yang harus dicapai tidak akan pernah terwujud, hingga terbitnya Peraturan Presiden yang secara khusus mengatur kegiatan migas terkait pengadaan tanah untuk operasi pemboran dan pengembangan,” terangnya. kam

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…