NERACA
Jakarta – Data-data prediksi produksi dari produk-produk pertanian sering kali over estimate atau melebihi dari capaian produksi yang sebenarnya. “Namanya saja Aram, angka ramalan. Tetapi selalu saja over estimate,” kata Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati kepada Neraca, Rabu (27/3).
Pernyataan Enny tersebut diperkuat oleh Pengamat Ekonomi Pertanian dari Universitas Lampung Bustanul Arifin. “Yang saya dalami secara detail itu untuk beras, selalu over estimate sembilan sampai sepuluh persen. Tapi sangat mungkin terjadi di jagung juga. Jagung ada gap antara data dan impor. Pada tahun 2012 kenyataannya Indonesia masih impor, padahal menurut data sudah surplus. Paling tidak, over estimate sebesar itu terjadi di beras dan jagung. Sementara untuk daging, mengutip data dari Kementerian Pertanian, produksinya 415 ribu ton, saya duga tidak sebesar itu,” jelas Bustanul kepada Neraca.
Kesalahan perhitungan itu, lanjut Bustanul, salah satunya adalah karena produk pangan dihitung oleh dua lembaga berbeda. Satu variabel dihitung oleh BPS (Badan Pusat Statistik) dan satu variabel lagi dihitung oleh dinas-dinas pertanian dan Kementerian Pertanian. Kebayang kan, satu agensi saja masih bisa kacau, apalagi dua agensi,” kata dia.
Menurut Enny, hal yang paling tidak realistis dalam penghitungan data produksi sektor pertanian adalah bahwa luas lahan dijadikan asumsi. “Bagaimana mungkin luasan lahan dijadikan asumsi. Konversi lahan yang terjadi di Jawa kan sangat masif. Sementara data BPS, pengurangan luas lahan itu tidak signifikan,” kata dia.
Penghitungan lain yang juga sering kali salah, lanjut Enny, adalah data tentang produktivitas tanaman. “Produktivitas ini sangat terpengaruh oleh infrastruktur pertanian seperti irigasi. Di BPS, produktivitas produk-produk pangan rata-rata meningkat, padahal tingkat kerusakan infrastruktur pertanian semakin parah. Jadi bagaimana mungkin dengan infrastruktur yang sangat terbatas tidak berpengaruh pada produktivitas. Mestinya dicek betul dari infrastruktur pertaniannya,” jelas dia.
Enny mengatakan bisa jadi data-data estimasi produksi di sektor pertanian yang seringkali over estimate itu menguntungkan beberapa pihak. Yang jelas, ketika produktivitas produk-produk pertanian bagus atau meningkat maka kinerja Kementerian Pertanian akan terlihat mengalami kemajuan. [iqbal]
Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…
NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…
NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…
Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…
NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…
NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…