Tugas BI: Merah Putihkan Perbankan Nasional
Oleh Bani Saksono
Wartawan Harian Ekonomi Neraca
Saat menetapkan sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 14 Maret 2013, Komisi IX DPR secara khusus menitipkan tugas mulai kepada Perry Warjiyo. Tugas-tugas itu antara lain menjalankan kebijakan makro prudensial yang harus berpihak kepada kepentingan usaha kecil, UMKM, petani, nelayan serta berbagai sektor riil yang mendukung kepentingan ekonomi nasional. Komisi IX DPR menyatakan, tugas itu harus mampu mewujudkan kebijakan makro prudensial yang pro growth, pro poor, dan menciptakan financial inclusion.
Demikian juga dengan kebijakan lalu lintas devisa yang dijalankan BI, harus lebih mengutamakan kepentingan nasional dan memberikan pembatasan kepada arus modal asing yang bersifat jangka pendek, dan fluktuatif, apalagi spekulatif.
Saat diadakannya fit and proper terhadap deputi gubernur BI terpilih, Muliaman D Hadad, kini ketua OJK berkomitmen mengatur kepemilikan asing di perbankan nasional maksimal hanya 40%. DPR pun akan memasukkan komitmen tersebut ke dalam revisi UU Perbankan.
Tugas DPR lainnya yang harus diemban adalah memperkuat peranan BI dalam pengelolaan dan pengendalian inflasi baik di pusat dan daerah dengan membentuk direktorat pengendalian inflasi.
Kebijakan moneter dan makro prudensial yang dijalankan oleh BI, haruslah berpihak kepada pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah. Otoritas moneter tertinggi itu juga diminta mengoptimalkan upaya menarik devisa hasil ekspor untuk masuk ke perbankan dalam negeri.
Sejak tahun 1998 sampai sekarang, pemerintah Indonesia telah membuka keran investasi dari luar negeri terhadap perbankan nasional. Akibatnya, bisa dilihat lonjakan secara agresif mengenai kepemilikan asing dalam 10 besar perbankan di Indonesia.
Begitu renyahnya industri perbankan di Indonesia, sehingga satu demi satu bank-bank nasional sedikit demi sedikit diakuisi oleh bank asing. Akibatnya, hingga berganti kepemilikan secara total maupun secara manajemen mayoritas, yang menentukan arah kebijakan bank tersebut secara keseluruhan.
Yang menjadi perhatian kita atas agresivitas asing dalam dunia perbankan . Sehingga muncullah pertanyaan apakah kebijakan bank nasional yang beralih kepada asing ini sesuai dengan cetak biru atau jangka panjang perekonomian nasional kita?
Banyak investor asing yang melakukan penguasaan saham melalui pembelian saham di bursa (lazim disebut creeping acquisition). Hal itu memicu apa tujuan panjang akuisisi ini secara strategis maupun ekonomis?
Apalagi kita semua tahu semua bank asing yang masuk ke Indonesia adalah para pemain handal di consumer banking yang menawarkan kredit konsumen yang sangat agresif, seperti kartu kredit, KTA, KPR, dan KPM.
Menarik untuk dilihat selama setahun ke depan, Bagaimana otoritas moneter mampu menjawab tantangan dari Komisi XI ini, mengingat selama ini belum ada peraturan yang mampu melindungi sektor perbankan nasional dari serbuan asing.( )
Jurus Jitu Selamatkan UMKM Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…
Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…
Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…
Jurus Jitu Selamatkan UMKM Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…
Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…
Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…