DPR Pertanyakan Royalti Ekspor Timah

NERACA

 

Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta penjelasan pemerintah terkait rendahnya penerimaan royalti ekspor timah yang tidak sebanding dengan volume ekspornya. “Pemerintah diharapkan meningkatkan pengawasan terhadap ekspor timah. Jika penerimaan royalti dan ekspor tidak seimbang maka diduga ada permainan. Pengawasan harus diperketat untuk menekan kegiatan ekspor timah ilegal yang sangat merugikan negara,” kata Anggota Komisi VII DPR, Bobby Rizaldi, di Jakarta, Senin (18/3).

Selama ini, menurut Bobby, banyak ekspor timah yang diselundupkan keluar daerah penghasil untuk menghindari pembayaran royalti kemudian diekspor keluar. “Kami meminta agar dilakukan audit terhadap penerimaan royalti dan volume timah yang diekspor. Audit itu bisa dilakukan pertiga bulan sekali dan harus ada transparansi dalam penerimaan royalti ini,” paparnya.

Anggota Dewan, lanjut Bobby, sangat mendukung pemberian royalti bagi daerah penghasil timah. Sebab, dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan timah cukup parah dan royalti yang diberikan diupayakan untuk pemulihan lahan bekas penambangan timah. “Selain untuk pemulihan lingkungan, royalti juga perlu dioptimalisasi untuk kesejahteraan rakyat. Ketika royalti ditingkatkan, peningkatan kesejahteraan juga harus dicapai,” ujarnya.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar, Zainudin Amali, menambahkan, pihaknya tidak kaget dengan rendahnya penerimaan royalti timah dibanding dengan jumlah ekspornya. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya penambangan liar di area sekitar tambang.

“Saat ini hanya beberapa perusahaan saja yang membayar royalti, seperti PT Timah dan Kobatin. Kami meminta agar Bea dan Cukai melakukan pengawasan ekstra terhadap dokumen pengiriman timah ke luar negeri dan pemerintah daerah mengawasi kegiatan penambangan tanpa izin,” tandasnya.

Pengamat pertimahan Indonesia, Bambang Herdiansyah, mengatakan pemerintah pada tahun ini harus melakukan pengetatan ekspor timah melalui penerapan terhadap peraturan yang berlaku.

\"Walaupun Permendag Nomor 78 Tahun 2012 baru akan berlaku Juli 2013, mulai awal tahun ini sudah dilakukan persiapan-persiapan untuk pelaksanaannya agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan,\" ujarnya.

Dikatakan kondisi itu patut dicermati dikarenakan PT Timah sebagai perusahaan pemilik IUP terbesar di Indonesia, khususnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, justru mengalami penurunan ekspor dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2010, kata dia, ekspor timah batangan PT Timah sebesar 37.958 metrik ton (MT) dan pada tahun 2011 sebesar 37.154 MT.  Sementara itu, gabungan smelter mengalami peningkatan signifikan, yakni pada tahun 2010 sebesar 47.911 MT naik menjadi 52.812 MT pada tahun 2011.

Jumlah ekspor tersebut, kata dia, hanya timah batangan, dan belum termasuk logam timah yang berbentuk wire, bars, solder, dan bentuk lainnya, tentunya akan mendapat angka ekspor jauh lebih besar dari angka tersebut, katanya.

\"Pemerintah pusat harus bergerak cepat menyelamatkan situasi ini. Angka tersebut menunjukkan \'illegal mining\' di Babel masih terjadi dan tidak dapat ditekan bahkan kegiatannya cenderung meningkat,\" ujarnya.

Ia mengatakan bahwa ekspor timah asal Indonesia pada bulan Desember 2012 mengalami kenaikan 9,4% atau menjadi 8.689,2 ton dibandingkan ekspor pada bulan November 2012 yang sebesar 7.946 ton.

Ekspor Meningkat

Sementara itu, Bambang menyebutkan dari data PT Timah ekspornya pada 2012 sekitar 28.364 MT, sedangkan untuk PT Kobatin pada tahun 2012 berkisar 6.000--7.000 MT. Artinya, perusahaan swasta timah gabungan atau smelter kembali mendapatkan angka lebih dari 60.000 MT dan lebih besar dari ekspornya pada tahun 2011.

Hal itu, kata dia, patut diwaspadai oleh pemerintah pusat karena terjadi kerugian negara yang sangat besar. Masalahnya, pasir timah yang dihasilkan smelter sangat meragukan berasal dari IUP-nya sendiri. \"Total IUP hanya berkisar 3 % dari seluruh IUP yang ada di Babel,\" katanya.

Toto Rusbianto, Kepala Subdirektorat Ekspor Produk Pertambangan Kementerian Perdagangan, mengatakan secara tahunan, ekspor timah Indonesia sepanjang 2012 mengalami kenaikan 3% menjadi 98.817 ton dibandingkan 2011 sebesar 95.969 ton meski harga timah pada tahun 2012 turun cukup tajam.

\"Negara tujuan ekspor timah pada bulan Desember 2012 tersebar ke 13 negara tujuan, yaitu Singapura sebanyak 66% dari total ekspor, kemudian diikuti Malaysia, China, Jepang, dan Jerman,\" ujarnya.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…