Izin dan Biaya Jadi Masalah - Proyek Listrik 10.000 MW Tahap II Molor

NERACA

 

Jakarta - Penyelesaian proyek percepatan listrik 10.000 MW tahap kedua (fast track program tahap II/FTP II) yang rencananya akan selesai pada 2018, diundur 2 tahun menjadi 2020. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman menjelaskan pada 2017 ada beberapa proyek yang telah selesai sehingga pada 2020 nanti proyek-proyek tersebut sudah mulai beroperasi. \"Beberapa proyek baru akan selesai 2017. Nantinya pada 2020 sudah mulai beroperasi semua. Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),\' ujar Jarman di Jakarta, Kamis (14/3).

Jarman menambahkan, tidak semua proyek pembangunan pembangkit listrik yang sebagian besar memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) tersebut molor. Dia mengklaim ada beberapa proyek yang berjalan sesuai rencana. \"Memang ada beberapa proyek yang tidak tepat waktu dan jadwalnya mundur,\" kata dia.

Pemerintah tidak tegas menyikapi molornya proyek ini. Terbukti, pemerintah masih memberikan toleransi molornya proyek tersebut. Alasannya, meski proyek FTP tahap II molor, tidak berpengaruh besar pada kebutuhan listrik. Selain itu, masih ada pembangunan pembangkit yang dilakukan pihak swasta (Independen Power Plan/IPP) yang mampu mengaliri listrik sebagian pelanggan PLN. \"Cuma memang akan ada yang mundur tapi itu masih toleransi lah. Karena kita juga kan punya beberapa proyek pembangkit lain,\" tegas dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konversi Energi (EBTKE) Rida Mulyana mengakui ada beberapa permasalahan yang membuat penyelesaian proyek menjadi terlambat. \"Delay. Masalahnya di izin sama financial,\" kata Rida.

Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji juga merasa ragu bahwa proyek proyek 10.000 MW akan selesai tepat waktu. Pasalnya, banyak perusahaan swasta tidak serius mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Nur mengakui ada beberapa faktor penyebab  ketidakseriusan perusahaan swasta membangun PLTP. Antara lain, dana yang harus dikeluarkan relatif besar. Untuk pengeboran sumber panas bumi saja, setidaknya pengembang harus menggelontorkan USD7 juta untuk melubangi satu sumur.

\"Jika ingin mendapatkan hasil, paling tidak ada tiga sumur yang harus dibor, atau sekitar USD21 juta, kalau tidak punya modal sulit mereakisasikan,\" katanya.

Selain itu, perencanaan yang kurang optimal juga dinilai sebagai faktor lain dari para pengembang menyelesaikan pembangunan PLTP secara tepat waktu. Apalagi, pengembangan proyek-proyek PLTP tingkat kesulitanya melebihi membangun pembangkit lain. \"Seperti batubara misalanya, maupun gas,\" ujarnya.

Di samping itu, pembangunan proyek energi baru dan terbarukan juga memerlukan waktu penyelesaian yang lebih lama. Misalnya, pembangunan proyek pembangkit panas bumi membutuhkan waktu sekitar lima hingga tujuh tahun. \"Jadi tenggang waktu pembangunan memang harus diperhitungkan,\" ucapnya.

Dia merinci, saat ini hanya sekitar 50% pengembang yang menunjukan keseriusannya membangun proyek-proyek tersebut. Sedangkan sisanya tidak ada aksi nyata dari para kontraktor pengemabang swasta, padahal keseriusan pengembang menjadi kunci proyek selesai sesuai target. \"Pengembang swasta seharusnya sudah siap baik secara modal maupun perencanaan,\" tutur Pamudji.

60% Swasta

Sementara itu, Direktur Konstruksi PLN, Nasri Sebayang mengatakan, proyek percepatan 10.000 megawatt (MW) tahap II, sebesar 60 persen di dominasi swasta. Jika tidak ada keseriusan dari pihak swasta, maka akan mengalami kendala di dalam percepatan proyek ini.

Menurutnya, dari total proyek PLTP sebesar 4.925 MW, hanya terealisasi sebesar 2.230 MW. Sedangkan 16 proyek yang dilakukan pengembangannya oleh PLN, Pertamina Geothermal Energy, Geodipa Energy, Chevron, dan Supreme Energy. \"Sisanya sebanyak 2.695 MW atau sekitar 36 proyek masih sulit,\" imbuh dia. Nasri mengungkapkan, kendala yang dialami oleh pegembang karena masalah letak di hutan konservasi yang sulit serta masalah teknis. Sehingga, belum dilakukan kepastian lelang.

Seperti diketahui, Proyek FTP II berada di 98 lokasi, proyek ini mematok total penambahan daya sebesar 10.047 MW. Total PLTP yang dibangun sebesar 4.925 MW dengan total 51 proyek, sedangkan sisanya PLTA (1.753 MW), PLTU (3.025 MW), PLTG (280 MW), dan PLTGB (64 MW).

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…