HARGA PRODUK HORTIKULTURA BERGEJOLAK - Pembatasan Impor Jadi "Lahan" Berburu Rente

NERACA

Jakarta – Kebijakan pemerintah membatasi impor produk hortikultura, baik lewat pengurangan jumlah pintu masuk pelabuhan impor maupun pembatasan kuota impor terhadap sejumlah produk hortikultura, ternyata tidak hanya membuat harga beberapa komoditas tersebut di pasar domestik bergejolak tak terkendali, namun juga menjadi lahan empuk sejumlah oknum untuk berburu rente.

Pengamat pertanian HS Dillon mengungkapkan, kebijakan pembatasan impor hortikultura harus direvisi. Alasannya, di dalam aturan itu terdapat sistem kuota yang rawan disalahgunakan oleh para pemangku kepentingan untuk dijadikan lahan berburu rente. “Kebijakan pembatasan impor hortikultura harus banyak yang direvisi, karena ada sistem kuota yang rawan dengan praktik pemburu rente,” ujarnya kepada Neraca, Rabu (13/3).

Karena itu, dia juga berharap kebijakan kuotanisasi sejumlah produk hortikultura oleh Kementerian Pertanian tidak mengganggu level harga normal. Dia juga menekankan bahwa kuotanisasi akan tepat ditujukan pada produk yang dihasilkan di dalam negeri, dengan pertimbangan kuota diberlakukan sesuai masa panen sehingga jumlahnya benar-benar memadai dan tidak menimbulkan gejolak harga.

Tidak Berpihak

Menurut Dillon, kenaikan harga bawang putih dan bawang merah yang ramai diperbincangkan belakangan ini merupakan kesalahan pemerintah. “Mereka (pemerintah) sudah tidak berpihak dan konsisten membangun sektor pertanian. Pemerintah dan pengusaha (importir) berlomba mencari keuntungan buat diri sendiri,\" ujarnya.

Lebih jauh lagi Dillon mengungkapkan, dirinya tak setuju pada pendapat yang menyatakan bahwa penyebab naiknya harga bawang di pasar domestik disebabkan pembatasan impor hortikultura. Sebaliknya, lanjut Dillon, kenaikan harga bawang saat ini hanya dibuat-buat saja, seakan pembatasan impor yang menjadi penyebabnya. “Padahal itu hanya alasan sejumlah importir yang mencari keuntungan,” tegasnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, pembatasan impor holtikultura sudah ditetapkan sejak dua bulan lalu dan akan diberlakukan selama enam bulan. “Jika efektif, akan diperpanjang. Namun bila tidak akan ada evaluasi lagi,” ujarnya.

Herman menjelaskan, pembatasan holtikultura sendiri terlepas dari pembatasan kuota adalah fokus pemerintah untuk produksi produk holtikultura dalam negeri. Apabila produk pangan tersebut dapat diproduksi dalam negeri  tentu tidak perlu impor produk yang sama.

“Apabila ada protes mengenai importir yang menimbun dan menyebabkan suatu produk pangan langka dan harganya melambung, hal ini harus dibuktikan terlebih dahulu baru bisa dilaporkan,” jelas dia.

Kebijakan pembatasan impor holtikultura, lanjut Herman, sebenernya akan menguntungkan petani lokal. Baginya ada dua hal yang akan menguntungkan petani kita yaitu pasar akan dikuasai oleh produk lokal dan yang kedua harga produk pangan tersebut akan menggairahkan produsen atau petani dalam negeri.

“Solusi impor hanya diberlakukan apabila produksi pangan terhadap suatu produk tidak mencukupi konsumsi dalam negeri. Adanya produk impor juga akan menciptakan daya saing yang membuat petani dalam negeri menghasilkan produk berkualitas. Nantinya bila sudah memiliki kualitas dan sudah memenuhi pasar dalam negeri, cita-cita untuk mengekspor produk pangan dapat terwujud,” jelas dia.

Herman juga menyebut pembentukan Badan Pangan yang diamanatkan UU Pangan yang sebelumnya telah disahkan DPR. “Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian harus memiliki komunikasi yang efektif agar lembaga yang dibentuk Presiden dapat berlaku sebagai wasit. Lembaga tersebut kemungkinan akan mulai berlaku di tahun 2015, namun bila dirasa perlu untuk dipercepat dan fungsinya memang dibutuhkan, kemungkinan akan dipercepat pengesahan lembaga tersebut,” ungkap dia.

Terkait hal ini, menurut data Kementerian Pertanian perkembangan impor hortikultura mengalami perkembangan yang sangat drastis. Pada tahun 2008, nilai impor produk hortikultura baru mencapai US$881,6 juta. Tetapi pada 2011 nilai impor produk hortikultura sudah mencapai US$1.7 miliar. Justru komoditas hortikultura yang diimpornya paling tinggi adalah bawang putih senilai US$242,4 juta, buah apel sebanyak US$153,8 juta, jeruk US$150,3 juta, serta anggur sebanyak US$99,8 juta.

nurul/iwan/bari/munib

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…