Kisruh Permen Perikanan Tangkap - Nelayan Minta Presiden Turun Tangan

NERACA

 

Jakarta – Para nelayan tradisional yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk turun tangan dengan cara memerintahkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo agar segera melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri (Permen) KP 30/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

Dalam surat terbuka tertanggal 12 Maret 2013 yang ditujukan kepada Presiden SBY dan Ketua DPR Marzuki Ali tersebut, Pembina KNTI M. Riza Damanik, yang mewakili para nelayan mengungkapkan, secara substansi, Pasal 69 Permen KP 30/2012 telah memberi insentif khusus kepada kapal-kapal berbobot lebih dari 1000 GT untuk menangkap ikan, memindahkan muatannya di tengah laut (transhipment), dan membawanya langsung ke luar negeri.

Dengan kenyataan Indonesia tidak memiliki kapal ikan berbobot lebih dari 1000 GT, sebut surat itu, maka kuat dugaan kebijakan ini hanya ditujukan untuk memfasilitasi kapal-kapal ikan asing mengeksploitasi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

Dalam surat itu pula disebutkan, fakta penting lain yang diabaikan oleh Permen 30/2012 adalah terus meningkatnya kebutuhan ikan domestik. Jika 1998 konsumsi per kapita rakyat Indonesia baru sekitar 18 kg. Di 2012 jumlahnya meningkat sekitar 31 kg/ kapita.

“Dengan kenyataan bahwa kebutuhan pangan perikanan Indonesia di 2012 masih bergantung impor. Dan, target pemerintah di 2014 meningkatkan konsumsi ikan hingga 40 kg/kapita. Maka persoalan pemenuhan pangan perikanan wajar menjadi perhatian,” dalih Riza dalam surat itu.

Kemudian, lanjutnya, sesuai Pasal 25B UU No.45/2009 tentang Perikanan dan Pasal 34 Ayat (2) UU No.18/2012 tentang Pangan telah memberi perintah kepada pemerintah agar tidak mengekspor ikan ke luar negeri sebelum terpenuhinya kebutuhan ikan di dalam negeri, baik untuk konsumsi dan industri pengolahan ikan.

“Karenanya, keputusan Menteri Cicip membolehkan kapal-kapal ikan asing berbobot lebih dari 1000 GT untuk membawa ikan Indonesia langsung ke luar negeri adalah perbuatan melawan hukum. Sekaligus mengabaikan 2 tugas pokok Menteri Kelautan dan Perikanan sesuai UU 45/2009, masing-masing: memastikan ketersediaan bahan baku industri dan meningkatkan konsumsi ikan domestik,” tandas Riza.

Oleh sebab itu, sambung Riza, dalam rangka memastikan terpenuhinya hak rakyat atas pangan perikanan. Serta memastikan visi-misi pemerintah: pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment, tidak sekedar janji kosong. “Maka, patutlah Presiden dan DPR memerintahkan Menteri Sharif Cicip Sutardjo untuk segera melakukan revisi terhadap Permen KP 30/2012,” tegasnya.

Dimusuhi Dunia

Sebelumnya, Riza juga mengatakan, jika Permen tersebut tetap diberlakukan, Indonesia berpotensi dijadikan musuh dunia. “Seolah berseberangan, Indonesia justru mendukung pencurian ikan dengan melegalkan kapal ikan di atas 1000 GT menangkap ikan, transhipment (alih muatan kapal) di tengah laut, dan membawa ikannya langsung ke luar negeri. Seperti tertuang pada Permen KP 30/2012,” kata dia.

Alasan pertama, menurut Riza, regulasi tersebut akan melemahkan komitmen Indonesia memberantas pencurian ikan. Padahal, sampai saat ini Indonesia terus dirugikan, baik akibat pencurian ikan di perairan kepulauan maupun di ZEEI. “Berdasarkan data FAO 2002, selain Indonesia, perairan sekitar ZEEI telah menjadi \"bancakan\" kapal-kapal ikan asing dari 10 negara, yaitu Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Spanyol, Perancis, China, Korea, Taiwan dan Jepang,” ujarnya.

Alasan kedua, lanjut Riza, perlu diketahui, kapal-kapal 1000 GT nantinya tidak dapat langsung masuk ke Indonesia. Namun akan melewati perairan negara-negara lain, khususnya negara tetangga. Dengan begitu, baik saat datang maupun saat kapal-kapal tersebut hendak membawa ikannya ke luar negeri akan dimungkinkan melakukan pencurian ikan di perairan negara tetangga.

“Dari kedua hal itu, dapat disimpulkan, bahwa Pasal 69 Permen 30/2012 telah membuat posisi Indonesia semakin rapuh dalam pergaulan global. Kebijakan ini bertabrakan dengan semangat konstitusi UUD 1945, “ikut terlibat dalam perdamaian dunia”. Sebaliknya, Permen 30/2012 menjadikan Indonesia sebagai musuh bersama dunia!,” tegas Riza.

Terkait hal ini, dalam keterangan tertulisnya, Menteri Cicip mengatakan, terbitnya Permen 30/2012 tersebut dimaksudkan untuk mendorong industrialisasi perikanan. “Kami berupaya untuk mendorong agar usaha perikanan tangkap bergairah, di mana salah satunya adalah agar para pelaku usaha memanfaatkan potensi perikanan yang ada di ZEE dan laut lepas,\" ujarnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…