OJK DIMINTA LEBIH WASPADA - Praktik Busuk Pialang Berkedok Fund Manager

Jakarta – Adanya temuan oknum agen penjual (salesman) perusahaan efek yang menjadi pengendali dana nasabahnya, menjadi \"bom waktu\" yang bakal merugikan investor pasar modal. Pasalnya, temuan perilaku menyimpang agen penjual yang berkedok jadi fund manager ini sudah ditengarai banyak berkeliaran di lapangan. Namun hingga kini, kasus tersebut belum direspon serius oleh investor maupun otoritas bursa.

NERACA

Menurut pengamat pasar modal dari FEUI Budi Frensidy, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama ini masih bertindak reaktif. “OJK belum bertindak preventif,” katanya kepada Neraca di Jakarta, Selasa (12/3).

Menurut dia, kasus pialang saham yang bertindak mirip fund manager itu akan mengalami pendekatan yang sama seperti sebelumnya. “Banyak produk seperti ini berjalan, OJK tidak buru-buru memberikan peringatan. Kalau uang nasabah sudah dibawa kabur baru diambil tindakan,” ujar Budi.

Dia menuturkan, investor Indonesia masih banyak yang kurang paham risiko. Dimana investor, hanya mengenal orang yang menawarkan produk tersebut dan tergiur dengan keuntungan-keuntungan yang dijanjikan. Namun, menurut Budi, investor juga punya andil kesalahan. Seharusnya, investor menanyakan, apakah pialang tersebut mempunyai izin untuk menghimpun dana. Kemudian patut dipertanyakan bagaimana kontrak dengan nasabah. Kalau tidak ada izin, maka patut dicurigai. Investor wajib harus kritis menghadapi perilaku fund manager bodong alias tidak memiliki sertifikat keahlian.

Sulit Dipantau

Sementara menurut pengamat pasar modal dari Universal Broker, Satrio Utomo menilai, banyaknya pialang berperilaku sebagai manajer investasi karena sulitnya pemantauan oleh pihak otoritas. “Tidak ada perjanjian tertulis, hanya mulut ke mulut. Ini bukan semata pialang, tapi juga nasabahnya sendiri,” ujarnya.

Menurut dia, sebagian besar nasabah lebih memilih untuk menyelesaikan transaksi dengan sang pialang dibanding harus kembali mengurus masalah transaksinya ke manajer investasi untuk kemudian dilaporkan ke pasar modal. “Nasabah kadang-kadang tidak mau tahu, yang paling penting bagaimana agar dia untung. Karena itu dia berurusan dengan pialang.”ungkapnya.

Dalam hal ini, pialang pun karena diiming-imingi akan memperoleh untung besar dari pihak nasabah sehingga sulit juga untuk menolak. Karena itu, permasalahan ini bukan sebatas masalah target ataupun kompetisi perusahaan, “Banyak yang melakukan karena iming-imingnya cukup besar. Dengan gaji Rp 5 juta misalnya, kemudian nasabah datang dengan nilai puluhan juta rupiah, tentu si salesman itu akan tergiur menangguk untung jika bisa menang, ini kan faktor manusiawi si pialang.” jelasnya.

Oleh karena itu, kata dia, perlu tindakan yang tegas dari pihak bursa efek untuk bisa meminimalisir adanya “oknum” pialang. Dalam hal ini bursa pun tidak boleh tebang pilih. Artinya, tidak hanya menindak orang-orang yang berada di luar bursa saja yang apabila diketahui melakukan hal tersebut kemudian ditindak, namun juga orang-orang yang dikenal dekat pun harus diperlakukan hal yang sama.

“Kalau memang yang namanya otoritas bursa mau menindak tepat, bersikaplah dengan tepat. Yang saya khawatirkan otoritas bursa tidak terpanggil, sebagian hanya dibiarkan. Sementara orang-orang yang di luar ditindak. Jadi, kalau mau ungkap, ya ungkaplah.” jelasnya.

Sementara Managing Partner PT Henan Putihrai Sekuritas, Ferry Sudjono mengakui, kasus perilaku salesman yang berperan jadi manajer investasi (fund manager) pernah terjadi di Medan, Sumatera Utara beberapa bulan lalu.

Dia menuturkan, hal semacam ini dilakukan untuk kepentingan pribadi yang tentunya merugikan perusahaan,”Tergantung itikad si sales tetapi peristiwa seperti ini pasti saling kerjasama antara sales dan pihak yang terlibat di dalamnya,”ungkapnya.

Menurut Idhamsyah Runizam, Direktur Utama BNI Aset Mangement dalam menyikapi kasus seperti ini harus diperhatikan mengenai izin atau sertifikasi  sebagai manajer investasi. Dia juga menegaskan bahwa sales tidak diperbolehkan mengelola dana nasabah walaupun investor tersebut percaya pada sales-nya, “Dana tersebut disimpan untuk diperjualbelikan saham dan sales tersebut diberi kepercayaan tetapi tidak boleh menyelewengkan dana tersebut,” jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, otoritas bursa juga harus memberikan sanski tegas karena pelanggaran yang dilakukan oleh sales perusahaan tersebut, “Sanksi yang diberikan haruslah tegas agar tidak terulang lagi seperti ini,”tandasnya.

Rugikan Investor

Sebelumnya, Direktur Kepatuhan BEI Uriep Budhi Prasetyo pernah bilang, saat ini masih ditemukan banyak praktek penyimpangan agen penjual perusahaan efek terhadap nasabah atau investor, “Dari beberapa kasus ditemukan, ada oknum sales tetapi memiliki perilaku seperti fund manager yang memutuskan jual atau beli saham milik nasabah, “katanya.

Menurut dia, praktik seperti ini jelas melanggar aturan pasar modal. Pasalnya, selain merugikan nasabah juga menyalahi peran dan fungsi agen penjual yang hanya mencari nasabah atau investor. Karena bagaimanapun juga, keputusan membeli atau menjual saham adalah peran dari fund manager di perusahaan efek yang dipercayakan mengelola dana nasabah.

Menurut Uriep, kasus semacam ini sulit dideteksi dan hanya ditemukan jika ada pengawasan dari BEI atau audit khusus. Kedepan pihaknya akan terus melakukan edukasi kepada investor untuk mempercayakan dananya kepada fund manager sebagai penanggung jawab dan bukan sales.

Selain itu, BEI juga akan memberikan sanksi tegas jika masih ditemukan praktek penyalahgunaan fungsi agen penjual perusahaan efek berupa mencabut izin operasional. Pasalnya, hal ini jelas diatur dalam aturan pasar modal. Oleh karena itu, perusahaan efek juga bertanggung jawab terhadap praktek oknum sales hingga direksi perusahaan efek, “Jelas perusahaan efek bertanggung jawab, khususnya direksi ikut mengawasi atau tidak, “tandasnya.

Dia menambahkan, biasanya praktik semacam ini timbul karena kompetisi bisnis perusahaan efek yang tidak sehat dan juga agen penjual yang mencari komisi tambahan. Maka untuk meminimalisir praktik ini, peran investor juga penting untuk tidak mudah menyerahkan dananya kepada agen penjual perusahaan efek, apalagi yang belum memiliki sertifikasi manajer investasi.

Karena bagaimanapun juga, praktik semacam ini jelas akan merugikan nasabah. Karena transaksi yang dilakukan tidak jelas dan nasabah tidak mendapatkan konfirmasi atas transaksinya. Sebaliknya, bila dana tersebut di kelola fund manager, nasabah berhak mendapatkan surat laporan transaksi setiap bulan.  “Oleh sebab itu, investor harus memonitor dananya di pasar modal dengan kartu AkseS untuk pengamanan transaksi,” jelasnya. nurul/lia/iqbal/bani

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…