Pakar Nilai Kualitas Hakim Menurun - Jeleknya Kepastian Hukum Ganggu Iklim Investasi Indonesia

NERACA

Jakarta – Kepastian hukum menjadi parameter utama bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Oleh sebab itu, kualitas hakim dalam menangani perkara perlu diperhatikan. Pasalnya, putusan yang dibuat hakim dinilai bisa berdampak pada kepastian hukum dan berujung pada ketidakpastian investasi.

Menurut Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat, kualitas hakim ditentukan saat awal proses seleksi hakim. Menurutnya, pendidikan hakim yang singkat menjadi masalah besar di Indonesia. “Seharusnya hakim mampu mengupdate pengetahuannya dan persoalan spesialisasi perkara harus pula ditingkatkan,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Martin mengungkapkan bahwa kualitas hakim tidak bisa hanya dikaitkan dengan kepastian hukum, namun harus dilihat apakah hakim mempertimbangkan keadilan dalam memutus suatu perkara.

Dia mengakui tidak jarang perkara yang sama tetapi putusannya berbeda. “Hal inilah yang yang mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum sehingga hukum tidak bergigi,” tandasnya.

Di tempat terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi, mengatakan sebenarnya banyak investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Namun, ketidakpastian hukum yang ada membuat pengusaha mengurungkan niat untuk menanamkan modal. “Apalagi, peradilan di Indonesia sudah terkenal dengan jual beli hukum,” tegas Dia.

Senada dengan dia, pakar hukum Yenti Ganarsih menilai, saat ini kualitas hakim yang ada di pengadilan sudah sangat menurun. “Hal tersebut disebabkan faktor kurang memahaminya seorang hakim dalam menghadapi sebuah perkara. Banyak hakim yang tidak punya waktu untuk mempelajari kasus secara baik sehingga banyak putusan yg berbeda,” kata Yenti yang memandang bahwa pemahaman hakim akan menjadi pegangan dalam memutuskan perkara.

Bila dikaitkan dengan pembangunan ekonomi hal ini ternyata mempunyai pengaruh yang signifikan. Pasalnya, lanjut Yenti, kualitas putusan dunia peradilan di Indonesia akan berdampak pada kepastian hukum. Dan bagi kalangan investor, kepastian hukum ini menajdi salah satu paremeter penting dalam melakukan investasi di Indonesia.

“Investor, terutama investor asing, akan sulit menentukan sikap karena adanya ketidakpastian hukum serta kualitas hakim yang tidak diperbaharui. Apalagi jika investor menghadapi kasus dan sudah terlihat kualitas hakim yang tidak memahami masalah dengan baik,” jelas Yenti. 

Idealnya, seorang hakim seharusnya mampu mempelajari kasus yang ditanganinya sebelum memutus perkara. Seorang hakim, lanjut Yenti, harus bisa memutus sebuah perkara yang dipegangnya berdasarkan pemahaman yang baik, serta kematangan dan integritas yang tinggi.

Salah satu contoh kasus yang mendapat perhatian dari investor asing adalah kasus yang dialami PT Weatherford Indonesia (WI) yang merupakan subsidiari dari Weatherford International Inc asal AS. Di Indonesia, baik melalui WI maupun Wira Insani yang merupakan perwakilan dari Weatherford International yang perusahaan ini bergerak di bidang penyediaan produk dan jasa di bidang migas.

Sengketa WI dan Superior Coach berawal dari kasus hukum yang melibatkan WI dan Saga Trade Murni pada 2005. Kasus ini sendiri akhirnya selesai melalui perjanjian perdamaian di tahun 2010. Namun Superior yang lahannya digunakan oleh Wira Insani, merasa ikut dirugikan dalam kasus tersebut gara-gara lahannya lahannya sempat dijadikan obyek sita jaminan oleh Saga Trade. Superior lantas mengajukan tuntutan ganti rugi dan PN Jaktim di tahun 2010 mengabulkan permohonan Superior.

Merasa tidak puas, WI lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Menurut WI,  Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengabaikan kenyataan bahwa sita jaminan atas tanah Superior di dalam kasus Saga Trade merupakan hasil putusan pengadilan dan bukan karena kesalahan WI. Pengadilan Tinggi Jakarta sependapat dengan hal tersebut dan menganulir putusan PN Jaktim serta menolak gugatan Superior. Superior pun lantas mengajukan kasasi dan perkaranya tengah diproses di Mahkamah Agung.

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…