Sektor Pertambangan Masih Lesu - Penjualan Alat Berat Terjun Bebas

NERACA

 

Jakarta - Permintaan alat berat di sektor pertambangan sudah anjlok sejak tahun lalu. Kondisi ini diperkirakan belum membaik meski kuartal I tahun ini segera berlalu. Pratjojo Dewo, Ketua Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi), memproyeksikan, produksi alat berat domestik periode Januari - Maret 2013 merosot hingga 40%, menjadi tinggal 1.500 unit saja. Padahal di periode yang sama tahun lalu, produksi alat berat domestik mencapai 2.500 unit.

Sepanjang kuartal I 2012 hingga semester I 2012 berakhir, memang sempat terjadi lonjakan permintaan. Namun setelah itu, permintaan mulai menurun hingga sepanjang tahun lalu. Itulah sebabnya, stok alat berat sisa tahun lalu masih tersisa cukup banyak. "Masih ada stok alat berat di gudang di samping penurunan permintaan di sektor pertambangan," katanya kemarin.

Hinabi mencatat, produksi alat berat 2012 mencapai 7.947 unit. Jumlah ini naik 8,16% dibanding 2011 yang mencapai 7.350 unit. Kenaikan produksi tersebut dipicu booming permintaan alat berat di semester I-2012. Pratjojo memprediksi, permintaan alat berat bisa kembali menanjak di kuartal II tahun ini. Maklum, pada saat itu, harga komoditas, terutama dari sektor pertambangan, diproyeksi mulai membaik.

Salah satu pebisnis alat berat, yakni PT United Tractors Tbk (UNTR) merasakan lesunya bisnis alat berat ini. Selama 2012, pemasok alat berat merek Komatsu ini cuma menjual 6.202 unit alat berat. Padahal di 2011, anak usaha PT Astra International Tbk ini berhasil menjual alat berat sebanyak  8.467 unit.

Bahkan, saat berganti tahun, permintaan alat berat UNTR tak kunjung membaik. Lihat saja, penjualan sepanjang Januari 2013 cuma 409 unit. Padahal di bulan yang sama pada 2012, UNTR mampu menjual 617 unit.

Sejatinya, penjualan UNTR pada Januari 2013 masih tercatat tertinggi sejak Oktober 2012. Selama periode Oktober 2012 sampai Desember 2012, mereka hanya sanggup menjual 747 unit atau rata-rata 249 unit per bulan.

Sara K Loebis, Sekretaris Perusahaan UNTR, mengatakan, naiknya penjualan alat berat di Januari lalu lantaran ada konsumen yang baru merealisasikan rencana pembelian di akhir tahun lalu. "Konsumen kini lebih berhati-hati dengan pelemahan harga komoditas yang terjadi," katanya.

Alhasil, secara perlahan kontribusi bidang tambang di penjualan alat berat UT mulai merosot. Bila 2011 konsumen tambang berkontribusi 67%, tahun lalu jumlahnya melorot menjadi 54%.

Melihat penurunan penjualan alat berat itu, penjual alat berat lainnya, PT Intraco Penta Tbk, mulai menjalankan strategi memperbesar porsi penjualan ke sektor non tambang di tahun ini, seperti agribisnis, infrastruktur, dan transportasi.

Fred Manibog, Direktur Intraco, menyatakan, dengan strategi ini, harapannya pendapatan Intraco Penta bisa tumbuh 20% tahun ini. "Diversifikasi diperlukan untuk menjaga target pertumbuhan bisnis," katanya.

Tumbuh Datar

Sementara itu, Hendrik K. Hadiwinata, Direktur PT United Tractors Tbk, mengatakan pasar industri alat berat tetap akan tumbuh pada 2013 meskipun relatif datar. "Pada tahun depan alat berat untuk pertambangan masih mendominasi, tetapi perttumbuh tinggi akan terjadi pada segmen lain, seperti perkebunan dan konstruksi," ujarnya.

Lebih rinci dia menjelaskan penjualan alat berat untuk sektor kehutanan pada 2013 akan tumbuh menjadi 1.900 unit dibandingkan dengan tahun ini yang diprediksi menyentuh 1.750 unit. Pembukaan hutan tanaman industri baru mempengaruhi ekspansi penjualan alat berat pada sektor ini.

Adapun untuk konstruksi akan tumbuh menjadi 3.200 unit kendaraan dari tahun ini 2.381 unit. Pada segmen ini dipengaruhi oleh proyeksi Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia, multiproyek infrastruktur yang diandalkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selanjutnya, sektor agro diprediksi tumbuh tipis dari 3.950 unit menjadi 4.000 unit. Ekspansi alat berat pada segmen ini dipengaruhi oleh permintaan global yang tinggi terhadap komoditas perkebunan dan perluasan perkebunan.

Sementara itu, pada sektor pertambangan penjualan alat berat diprediksi akan menyentuh 9.400 unit tumbuh dibandingkan dengan tahun ini yang diharapkan mencapai 9.100 unit. Penjualan pada tahun ini turun dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 1.0374 unit.

"Penurunan itu dipengaruhi oleh krisis ekonomi global dan isu shale gas yang menggantikan batu bara di Amerika Serikat. Dari 525 pembangkit listrik AS yang menggunakan batu bara, saat ini sudah 112 pembangkit listrik yang menggunakan shale gas," ujarnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…