Sengketa Pembatasan Impor Hortukultura dan Ternak - Indonesia Bisa Diperkarakan Amerika di WTO

NERACA

 

Jakarta – Pemerintah mengaku siap meyakinkan Amerika Serikat (AS) terkait keberatan negara itu terhadap beberapa kebijakan pengendalian impor di Indonesia. Protes pembatasan impor hortikultura dan hewan dilakukan AS lantaran negara adikuasa itu merasa terganggu ekspornya ke Indonesia. Jika tak mampu menjelaskan kebijakan ini, pemerintah Indonesia bisa diperkarakan AS.

Menteri Pertanian Suswono di Jakarta, Selasa (5/3), mengatakan pemerintah Indonesia masih memiliki waktu satu bulan untuk menanggapi keberatan AS tersebut. Menurut dia, Amerika sudah meminta konsultasi, tapi masih ada waktu sebulan lagi. “Kalau kita tidak bisa meyakinkan, pemerintah bisa dituntut," kata Suswono.

Hal ini terkait dengan gugatan Amerika Serikat ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terhadap larangan impor Indonesia untuk produk hewan dan hortikultura. AS gerah atas kebijakan ini karena Pemerintah Indonesia memberlakukan persyaratan lisensi ketat untuk impor produk-produk berbasis tanaman pada 2011.

Akibatnya, impor sapi dan produk hewan lainnya dikenakan kuota dalam jumlah yang menurut Amerika Serikat terlalu drastis dikurangi. Terkait gugatan ini, Suswono menyatakan sebagai hal yang wajar namun pihaknya memastikan kebijakan yang dibuat pemerintah bertujuan untuk melindungi petani hortikultura dan peternak lokal.

Lebih jauh dia mengatakan, petani Indonesia masuk dalam kategori orang miskin dan peternak lokal juga mayoritas berada dalam kondisi ekonomi tidak layak sehingga mereka perlu diberi perlindungan melalui kebijakan pemerintah. "Perlindungan tetap jalan, tapi kami menyaring komitmen internasional. Keamanan pangan disikapi dengan profesial, agar tidak jadi mengada-ada dan seolah-olah kita memang menyimpang dari kepentingan WTO," ujarnya.

Tak Menyerah

Seperti diberitakan sebelumnya Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan tak pernah berhenti berjuang agar kebijakan pemerintah terkait dengan pembatasan impor hortikultura tidak mendapatkan kecaman dari dunia luar.

Alasannya, Delegasi Kementerian Perdagangan Amerika Serikat dan Indonesia telah berunding mengenai kisruh pembatasan impor hortikultura di Jakarta pada 21 Februari lalu. Namun, pertemuan tersebut belum menemui titik terang. "Karena tidak mendapatkan titik terang, maka disepakati untuk melanjutkan diskusi bulan depan," ungkap Gita.

Gita menjelaskan bahwa nantinya pertemuan lanjutan akan dilakukan paling cepat pada pertengahan Maret. Sampai saat itu tiba, pihaknya akan menyiapkan amunisi tambahan agar Amerika berhenti memperkarakan kebijakan pemerintah soal pengaturan impor sayur, buah, dan daging dari luar negeri ke WTO. "Kemarin sudah selesai (pertemuan), ada deadline baru (sebelum ke WTO) minggu ketiga atau keempat Maret," ujarnya.

Dalam pertemuan lanjutan tersebut, kata dia, pemerintah telah menyiapkan argumentasi yang kuat yaitu Indonesia siap untuk menindak petugas yang menghalangi impor hortikultura dari Amerika. Untuk itu, Gita akan meyakinkan problem serupa tidak terulang sehingga Negeri Paman Sam itu sebaiknya membatalkan gugatan. "Kalau ada kesalahan di lapangan seperti mereka keluhkan segera kita tangani, kita sangat menginginkan proses (sengketa) ini tidak berjalan lebih dinamis lagi," kata Gita.

Di sisi lain, pemerintah akan membawa bukti bahwa kebijakan membatasi pelabuhan impor hortikultura tidak hanya ditujukan bagi produk Amerika, tapi juga kepada negara-negara lain. Sebab lain AS memperkarakan Indonesia rupanya negeri adi daya itu merasa disepelekan pemerintah Indonesia karena produk sayur dan buah mereka kini harus diperiksa berulang kali di pelabuhan. "Ini seharusnya win-win. Pembatasan pelabuhan itu bukan hanya ke Amerika saja, kita mengakui standar karantina mereka yang bagus, tapi saya berharap mereka paham (pemeriksaan ulang) itu karena kita sangat menghormati (kedaulatan) satu sama lain," kata Gita.

Jika WTO memutuskan Amerika menang, konsekuensinya pemerintah Indonesia harus mencabut kebijakan pengetatan impor hortikultura. Sebaliknya jika AS kalah, maka kebijakan ini harus diterima pelaku usaha di negara Paman Sam itu.

Di pihak lain, DPR meminta pemerintah untuk tidak gentar dalam menghadapi aduan AS tersebut. Pasalnya produk holtikultura yang beredar dipasaran sudah sangat mengerikan. Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy mengatakan, aduan pemerintah Amerika harus dihadapi  oleh pemerintah. Apalagi, selama ini kebebasan impor holtikultura telah merugikan para petani karena serbuan holtikultura impor tersebut. “Kerugian impor holtikultura itu sudah merugikan puluhan ribu petani lokal,” ujarnya.

Romi mengatakan, pemerintah harus menyiapkan argument jika pasar-pasar modern, hypermart, tradisional dan kaki lima sudah dikuasai oleh holtikultura impor. Apalagi, dampak dari impor yang terbuka itu menyebabkan banyak harga holtikultura yang jatuh.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…