BI Memprediksi Ekonomi Sulmapua Tumbuh 8,44% - Triwulan I 2013

NERACA

Makassar - Bank Indonesia (BI) Wilayah I Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulmapua) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2013 wilayah tersebut berada pada kisaran 8,44% plus-minus satu secara tahun ke tahun (year on year/yoy).

"Pertumbuhan perekonomian di wilayah Sulmapua diproyeksikan tumbuh 8,44% di tiga bulan pertama tahun ini. Pendorong utamanya terletak di beberapa sektor unggulan daerah yang berada dalam tren membaik," ujar Deputi Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah I Sulmapua, Harimurti Gunawan di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (4/3).

Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi ini tentu dibarengi dengan membaiknya iklim usaha serta meningkatnya beberapa sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Tak hanya itu saja, kondisi cuaca yang lebih kondusif juga membuat perdagangan antarpulau menjadi lebih lancar yang ditandai dengan peningkatan arus bongkar muat di beberapa daerah.

Meskipun masih berada pada periode low season, penyelenggaraan beberapa event besar di berbagai daerah menjadi pendorong pertumbuhan sektor PHR. Hasil indeks tendensi konsumen juga mencerminkan adanya peningkatan permintaan di Sulmapua. Lebih lanjut Harimurti menuturkan, hal yang sama terjadi pada sektor pertambangan.

Dia bilang sektor pertambangan di Sulampua diperkirakan masih mengalami pertumbuhan yang cukup baik di bulan Februari 2013 lalu. Beberapa isu sektor pertambangan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat diperkirakan tidak akan mengganggu kinerja sektor ini secara signifikan.

"Kelancaran proses produksi serta peningkatan target produksi hasil tambang di daerah pusat pertambangan menjadi pendorong utama pertumbuhan sektor ini, terutama di Papua dan Sulawesi Tengah," ujar Harimurti. Selain itu, pertumbuhan aktivitas ekspor juga diperkirakan masih mendorong kinerja sektor ini di Sulawesi Tengah melalui konsolidasi perizinan dan pemenuhan syarat oleh para pengusaha tambang.

Dia juga menyebutkan, kinerja sektor pertanian diperkirakan bertumbuh moderat dan belum optimal pada bulan laporan. Kinerja beberapa subsektor bervariasi di berbagai daerah karena variasi kondisi cuaca, terutama untuk subsektor perikanan. Subsektor tambang diperkirakan mulai menunjukkan perbaikan dengan masih adanya peningkatan permintaan dan peningkatan produksi.

Harga komoditas lemah

Sementara di tempat terpisah, Perwakilan BI Wilayah Provinsi Kalimantan Barat, memprediksi setidaknya ada sembilan faktor yang berpotensi mendorong tingginya inflasi di daerah itu selama tahun 2013. Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Barat, Purjoko, mengungkapkan potensi perlambatan pendapatan karena tren pelemahan harga komoditas karet dan sawit yang masih menjadi penopang ekspor Kalimantan Barat.

Kemudian, potensi inflasi juga dapat dipicu oleh rencana pencabutan atau pembatasan BBM Bersubsidi serta kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Selain itu, kelancaran arus barang di Pelabuhan Dwikora Pontianak, ikut mempengaruhi potensi inflasi di Kalimantan Barat mengingat pelabuhan tersebut pintu utama keluar masuk komoditas.

Bank sentral, sambung Purjoko, juga memperhitungkan kerawanan pasokan energi maupun BBM karena pendangkalan Sungai Kapuas sehingga kapal pemasok dari Pertamina terhambat. Kondisi itu kerap terjadi ketika musim kemarau melanda Kalbar karena pasokan air dari pehuluan menurun. "Ketergantungan terhadap pasokan kebutuhan makanan pokok dari luar Kalbar juga mempengaruhi potensi inflasi," kata dia, seraya mengingatkan.

Sementara itu, lanjut dia, masyarakat juga diposisikan sebagai penentu harga karena ketidaksempurnaan informasi harga dan pasokan di pasar. "Daya dukung Bandara Supadio Pontianak yang kurang memadai, juga ikut mempengaruhi. Karena daya angkut yang terbatas," terangnya. Kegiatan di Kalimantan Barat yang cukup banyak dalam setahun ikut memicu inflasi. Diantaranya Imlek, Cap Go Meh, Sembahyang Kubur, Lebaran, Ramadhan, Natal, Idul Adha, dan libur sekolah.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat menyatakan, perayaan Imlek atau Tahun Baru China 2013 telah memicu kenaikan atau laju inflasi di Kota Pontianak selama bulan Februari 2013 sebesar 1,04%. Padahal sebelumnya, pada Januari 2013, laju inflasi di Kota Pontianak terendah se-Indonesia, yakni sebesar 0,01%. [ardi]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…