Kebijakan Perdagangan Hortikultura Diprotes - Soal Pembatasan Impor, RI-AS Belum Capai Titik Temu

NERACA

 

Jakarta - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan tak pernah berhenti berjuang agar kebijakan pemerintah terkait dengan pembatasan impor hortikultura tidak mendapatkan kecaman dari dunia luar. Pasalnya, Delegasi Kementerian Perdagangan Amerika Serikat dan Indonesia telah berunding mengenai kisruh pembatasan impor hortikultura di Jakarta pada 21 Februari lalu. Namun, pertemuan tersebut belum menemui titik terang.

"Karena tidak mendapatkan titik terang, maka disepakati untuk melanjutkan diskusi bulan depan," ungkap Gita ketika ditemui usai menghadiri acara The Economist Conferences di Jakarta, Kamis (28/2).

Gita menjelaskan bahwa nantinya pertemuan lanjutan akan dilakukan paling cepat pada pertengahan Maret. Sampai saat itu tiba, pihaknya akan menyiapkan amunisi tambahan agar Amerika berhenti memperkarakan kebijakan pemerintah soal pengaturan impor sayur, buah, dan daging dari luar negeri ke WTO. "Kemarin sudah selesai (pertemuan), ada deadline baru (sebelum ke WTO) minggu ketiga atau keempat Maret," ujarnya.

Dalam pertemuan lanjutan tersebut, kata dia, pemerintah telah menyiapkan argumentasi yang kuat yaitu Indonesia siap untuk menindak petugas yang menghalangi impor hortikultura dari Amerika. Untuk itu, Gita akan meyakinkan problem serupa tidak terulang sehingga Negeri Paman Sam itu sebaiknya membatalkan gugatan. "Kalau ada kesalahan di lapangan seperti mereka keluhkan segera kita tangani, kita sangat menginginkan proses (sengketa) ini tidak berjalan lebih dinamis lagi," kata Gita.

Di sisi lain, pemerintah akan membawa bukti bahwa kebijakan membatasi pelabuhan impor hortikultura tidak hanya ditujukan bagi produk Amerika, tapi juga kepada negara-negara lain. Sebab lain AS memperkarakan Indonesia rupanya negeri adi daya itu merasa disepelekan pemerintah Indonesia karena produk sayur dan buah mereka kini harus diperiksa berulang kali di pelabuhan. "Ini seharusnya win-win. Pembatasan pelabuhan itu bukan hanya ke Amerika saja, kita mengakui standar karantina mereka yang bagus, tapi saya berharap mereka paham (pemeriksaan ulang) itu karena kita sangat menghormati (kedaulatan) satu sama lain," kata Gita.

Jika WTO memutuskan Amerika menang, konsekuensinya pemerintah Indonesia harus mencabut kebijakan pengetatan impor hortikultura. Sebaliknya jika AS kalah, maka kebijakan ini harus diterima pelaku usaha di negara Paman Sam itu.

Konsultasi dengan WTO

Ditempat terpisah, Plt. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Haryono menjelaskan sebagai negara yang meratifikasi World Trade Organization (WTO) atau perdagangan bebas aturan pembatasan produk impor tentu dipertanyakan seperti AS.

"Kita berkonsultasi dengan Amerika Serikat di Jenewa (kantor WTO), kita jelaskan aturan ini sebenarnya tidak melanggar aturan, semua negara yang meratifikasi WTO juga berjuang untuk melindungi produk dalam negerinya yang sedang panen raya," jelasnya.

Dikatakan Haryono, Indonesia berharap usai berkonsultasi dengan AS hasilnya mengarah ke arah yang lebih positif. "Kelihatan hasilnya akan mengarah ke yang lebih positif," ucapnya. Ditambahkan Haryono di Indonesia ada sekitar 300 komoditas hortikultura namun hanya sekitar 90 sampai 92 komoditas yang diperdagangkan. Dari jumlah itu 20 komoditas yang diatur dalam Permentan nomor 60 Tahun 2012. "Dari 20 komoditas yang diatur tersebut dalam Permentan ada 3.300 RIPH atau Surat Keputusan (SK) yang harus dikeluarkan," ujarnya.

Dari 20 komoditas tersebut ada 7 komoditas hortikultura yang dibatasi jumlah kuota impornya masuk ke Indonesia sampai 30 Juni 2013. "7 komoditas tersebut antara lain, Bawang yang terdiri dari bayang bombay, bawang merah dan bawang putih, jeruk yang terdiri dari jeruk siam, jeruk mandarin, lemon dan pamelo, Anggur, Apel dan lengkeng," tandas Haryono.

Sebelumnya, kementerian pertanian juga tak mengeluarkan enam RIPH produk buah untuk periode Januari hingga Juni 2013. Enam jenis buah yang dilarang masuk ke Indonesia yakni durian, nanas, melon, pisang, mangga dan pepaya. Selain itu 4 jenis produk sayuran dan 3 produk bunga, sehingga totalnya yang dilarang masuk Indonesia hingga 6 bulan hingga Juni 2013, setidaknya ada 13 produk hortikultura. Berikut ini 13 produk hortikultura yang dilarang masuk sementara yaitu kentang, kubis, wortel, cabe, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, krisan, anggrek, dan heliconia.

Di pihak lain, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menilai sah-sah saja apabila pemerintah akan membatasi impor 13 jenis produk hortikultura per Januari 2013. Kebijakan tersebut, kata Hatta, justru akan menguntungkan petani lokal dan menjadikan produk lokal sebagai produk unggulan di dalam negeri. "Tidak ada negara di dunia ini yang tidak memberikan protection atau perlindungan terhadap petani lokalnya," kata Hatta.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…